Senja di Tanjung Uncang Batam


Mar 10, 2005 5:38 PM
Catatan dari Blog Multiply (10 Maret 2005)

DENGANMU WAHAI SAHABAT.....

Nun jauh di kepulauan sana terdapat sejuta cerita bermakna yang kelak akan menjadi segudang kenangan. Di birunya laut itu, di hijaunya hutan itu, di merahnya sunset itu. Semua akan terukir di sanubari. Sahabat yang datang dan pergi adalah anugerah yang berganti-ganti. Membawa warna dalam perjalanan menuju ke puncak kehidupan. Terima kasih atas kenangan.


KEHENINGAN DI TANJUNG UNCANG

 
Tonggak-tonggak beton di tanah lapang sebelah barat gedung tempatku bekerja mulai terpancang. Aku selalu mengamatinya melalui kaca jendela lantai dua gedung ini. Sebersit kekhawatiran muncul di benakku. Kekhawatiran yang makin menjadi ketika tiap aku lewat di kaca jendela, tonggak-tonggak itu mengisyaratkan bahwa takkan lama lagi sebuah gedung baru bertahta di sana. 


Bukan masalah tanah siapakah itu atau gedung apakah yang akan dibangun itu yang menjadi kekhawatiranku, namun yang kutakutkan adalah bahwa aku tidak lagi dapat menikmati sebuah keajaiban (hadiah) kecil dari Sang Maha Pemberi. Hadiah itu adalah Keindahan yang kusaksikan manakala sore menjelang. Saat mentari terbenam di ufuk barat. Hadiah yang hampir tiap petang aku medapatkannya. 


Tanjung Uncang hanyalah sebuah daerah bertanah lapang gersang di barat daya pulau ini. Namun di situ senantiasa kudapati keajaiban-keajaiban kecil dari sang mentari saat ia merebahkan dirinya ke pelukan malam. Di batas kaki langit, kulihat wajahnya begitu memukau. Kesempurnaan yang belum pernah kusaksikan di belahan bumi manapun. Tidak di Senggigi, Melur, Marina, ataupun Kuta. Tapi di sini di Tanjung Uncang, di balik temaram kaca jendela wajahnya bulat sempurna. 


Subhanallah, di bawah iringan sayap Mikail bola raksasa itu menggelinding ke batas antara langit dan bumi. Kuning, oranye, merah, jingga, lalu perlahan tenggelam dalam kelabu kemudian hitam pekat. Yang tinggal hanyalah bayangan gelap pepohonan Tanjung Uncang serta tiang-tiang kapal pelabuhan. Sayup-sayup.. berkumandanglah seruan untuk menghadap Sang Penguasa siang dan malam dalam keheningan senja di Tanjung Uncang. 


Dalam simpuh sujud maghribku izinkan mengucap syukur atas nikmat yang Engkau berikan tadi. 

Dan entah sampai kapan aku di sini, di pulau kalajengking ini, yang kurasakan adalah aku mulai mencintai suasana kepulauan ini.

Posting Komentar

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita