Kemping di Pulau Lampu Batam [Bagian 2]

Sekitar jam 9 pagi lewat beberapa menit, Kami sudah berkumpul di Simpang Barelang setelah sebelumnya terpisah karena Doedy dan rombongan berhenti di ujung deretan para pedagang yang memenuhi simpang tersebut dari ujung ke ujung. Diturunkan oleh mobil yang membawa mereka dari Kawasan Industri Batamindo (Muka Kuning) beberapa puluh meter dari tempat bis damri biasa berhenti.

15 menit berlalu, damri tak kunjung datang. Tiba-tiba saja Saya teringat bahwa  Saya pernah mencatat nomor hand ph0ne supir damri.  

“Halo Pak, Saya Lina dari Batu Aji, Bapak posisi dimana sekarang, kami mau ikut bisnya ke Sembulang?” 

“Posisi ibu dimana?” 

“Kami di Simpang Barelang Pak.”

“Oooh, Sekarang Saya masih di Jodoh, mungkin sampai Simpang Barelang jam 11-an tunggu saja ya Bu.” Lanjut sopir damri itu kalem. Jodoh adalah sebuah tempat yang jaraknya hampir 1,5 jam dari Simpang Barelang. Bis damri ini melayani rute Jodoh - Sembulang setiap harinya.

“Jam sebelaaaas?” Gubraaaksss…*Duh rasanya pengen garuk-garuk aspal :D Wuaah lama banget berarti masih 2 jam lagi kita berbengong-bengong ria di sini. *Pyuh usap peluh. OK deh pasukan, Damri datang jam 11 jadi jika ada yang mau dibeli sebelum berangkat, belilah sekarang!

Karena belum beli air minum, dan menurut perkiraan kami di Pulau Lampu tidak ada sumber air bersih, maka Doedy dan Gozi berangkat untuk beli minum dulu ke pasar SP (Sentosa Plaza) menggunakan motor Bang Ical. Rencananya suamiku mau membawa motor kesayangannya itu hingga Sembulang sendiri. Sedangkan kami yang lainnya naik damri.

Menunggu itu adalah hal ter-bete dalam hidup Saya. Tapi entah kenapa saat menunggu rame-rame begini malah tak begitu terasa. Masih sempat foto-foto narsis, upload foto ke face book dan ngerjain Chila yang ujung-ujungnya malah bilang  Bundaaaa… gendooong! Ishh… Chila ini, ya sudahlah, mari Bunda Gendong!

Berkali-kali tekong kapal Sri Galang yang akan membawa kami ke Pulau Lampu menelpon. Menanyakan dimana posisi kami sesungguhnya. Namun ketika Saya menjawab masih menunggu damri tiba, ia cukup mengerti karena setiap harinya ia pun mengangkut penumpang yang berasal dari bis damri ke Pulau Karas. Jadi kalau damri belum datang ia juga belum berangkat.

Jam 11 lewat 20 menit damri akhirnya tiba. Namun begitu akan masuk, ya ampuuuun… di dalamnya sudah penuh sesak bahkan untuk mencari pijakan naik saja susahnya minta ampun. Sempat bingung, apakah kami tetap naik atau menunggu damri berikutnya.  Namun begitu diberi tahu tak ada damri lainnya lagi, hanya ini damri satu-satunya yang beroperasi hari itu, akhirnya kami terus merangsek masuk. Sayangnya hanya beberapa orang  saja yang bisa masuk sedangkan yang lainnya masih bingung mau diletakkan dimana. *Appaaa...diletakkan? Hehe memangnya barang!

Tak kehabisan ide tiba-tiba saja teman-teman cowok rombongan Doedy, Gozi, Riki, Doni dan Walid sudah naik ke atap bis. Hey…betapa  nekatnya kalian? Tapi benar-benar ide yang cerdas walau  mengandung resiko yang besar. Titip jempol deh buat yang ngasih ide itu. Ciyus deh kita jadi terangkut semua. Tadaaaa….Berangkaaaat!

Pada perhentian berikutnya, tak mau kalah ternyata rombongan teman-teman cewek juga ikut-ikutan naik ke atap bis. Pak sopir hanya tersenyum saja, sementara penumpang lainnya terheran-heran. Sungguh perbuatan di luar dugaan kalau di Batam. Kalau di daerah lainya sih udah biasa. Begitulah kata kondektur bis.

Di dalam bis, Chila Saya dudukkan di sandaran kursi. Sebelumnya diberi pengertian dulu kalau dia harus sabar tidak boleh mengeluh dan tidak boleh cerewet. Alhamdulillah dia mau ngerti, walau sempat mengeluh gerah. Sabar ya Sayang. *Tuh kan Pitri, Chila aja diajarin Bundanya bersabar dan tidak boleh mengeluh :D kalau ada keluhan, malu dong sama Chila yang baru 4 tahun mengecap pahit manisnya hidup :P

Di daerah Kertang Pulau Rempang bis berhenti. Saya yang berdiri tiba-tiba menyenggol seorang ibu yang memangku bayi yang sedang terlelap tidur.
           
“Aduh, maaf ya Bu!” Saya mencondongkan badan ke arah si ibu itu sambil meminta maaf. Dia hanya diam saja. Seorang laki-laki yang berdiri di dekat saya kemudian mengambil bayi yang digendong ibu tadi dan mengucapkan terima kasih. Wajah si ibu tetap lurus tanpa ekspresi. Oooh ternyata dia dititipin bayi oleh bapak-bapak  yang berdiri di dekat pintu. Saya fikir malah dia itu suaminya. Hehe... pantas si ibu itu judes banget. Hey, kemana ibunya bayi itu? Sungguh mengejutkan ada laki-laki bepergian jauh dengan bayinya tanpa ditemani istri. Halaah abaikan!

Hujan mulai rintik-rintik. Bis melaju perlahan. Pak sopir mengerti bahwa di atas sana teman-teman Saya sedang mengalami petualangan seru naik atap bis yang mungkin akan dikenang mereka seumur hidup, diceritakan kepada anak-anaknya kelak, dan menjadi kisah pengantar tidur para cucu-cucunya. Jadi Pak sopir begitu hati-hati agar kisah ini tidak berakhir tragis :) Tidak akan ada salah satu dari penumpang atap bis yang jatuh terpeleset atau terbanting ke aspal atauuuu tersangkut di pohon mangga hag hag hag... Upss ada yang melotot. #Lupakan!


Hand phone bergetar, Dian meng-sms Saya, ia mengabarkan akan menyusul menggunakan taksi. Sipp...waswas namun tetap berharap ia benar-benar menyusul.

Sepanjang perjalanan, kontur alam berubah-ubah. Laut yang membentang di sisi kanan kiri jalan, jembatan-jembatan antar pulau yang kokoh, hijau dan rimbunnya pohon bakau yang memenuhi pesisir pulau, perkebunan mangga, nanas, sayur-mayur, buah naga, semak belukar, bukit-bukit yang menghijau tak akan bosan untuk dipandang dan diperhatikan.



Satu jam berlalu, akhirnya bis merapat di daerah Sembulang. Alhamdulillah akhirnya sampai di setengah perjalanan juga. Kurang dari satu jam ke depan kami baru akan sampai di Pulau Lampu.  *Perjalanan masih berlanjut kawan, siapkan fisik dan mental kita akan mengarungi laut yang berombak. Come on Semangaaaat!

Chila yang tampak bete akhirnya senang bisa turun dari bis. Dan langsung merengek ingin segera naik kapal. Saya celingukan cari si Ayah. Alhamdulillah ketemu, dia sebenarnya sudah cukup lama menunggu dan sedang mencari-cari tempat untuk menitipkan motornya ke rumah penduduk.

Tak menunggu lama rombongan segera menuju pelantar yang menghubungkan daratan dengan pelabuhan. Di sana Kapal Sri Galang yang ternyata gratis sodara-sodara, menunggu kami untuk membawanya ke Pulau Karas dan melanjutkannya ke Pulau Lampu.





Kapal Sri Galang ini melayani rute Pulau Karas - Sembulang pulang pergi gratis setiap hari Senin, Rabu, dan Sabtu. Kapal ini disubsidi Pemerintah Kota Batam yang menurut Saya ternyata sangat memperhatikan masyarakat hinterland yang tersebar di pulau-pulau sekitar Batam. Ah semoga saja ini di contoh oleh wilayah-wilayah lainnya di pelosok tanah air. 

Cukup segini dulu yaaah, bersambung...


Jangan lupa baca yang ini juga kisah sebelumnya tentang tim kemping ceria ke pulau Lampu

3 komentar :

  1. ayo kempiiiiiiinnggg....!!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang-sekarang mah hujan trs Dee. Bulan dpn sabtu tgl 25 Mei tanggal merah kan? Semua libur, marilah! :)

      Hapus
  2. Lanjutkan mbak ceritanya.. Penasaran pengen tau seperti apa pulau karas & pulau lampu itu..

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita