Gowes Santai ke Pulau Rempang Barelang

Weekend kemarin 5 Agustus 2015 saya diajak teman-teman Batam Bike Camping gowes touring ke Cakang yang terletak di Barelang Ujung. Barelang itu sendiri adalah kawasan gabungan dari beberapa pulau yang dihubungkan jalan raya dan jembatan antar pulau. Jalan Raya Barelang ini terentang sepanjang kurang lebih 60 kilometer dimulai dari daerah Tembesi di Pulau Batam hingga Cakang di Pulau Galang Baru.
 

Gowes ke Barelang
Si Pinky dan Jembatan I Barelang

Barelang merupakan akronim dari tiga pulau besar yang dilintasi Jalan Raya Barelang, yakni Batam – Rempang - Galang. Sebenarnya ada 7 pulau yang menjadi bagian dari Barelang. Pulau-pulau tersebut adalah Batam, Tonton, Nipah, Setokok, Rempang, Galang, dan Galang Baru. Namun mungkin dulu para founder Batam kesulitan menyingkatnya. Bisa jadi saat merumuskan nama-nama untuk wilayah ini sempat ketulis akronim-akronim seperti ini “Batoniserelangru,” atau “Batonpahkokremgaba,” haha kayak baca matra. Susyeh ya.

Btw, saya sudah sering dan berkali-kali bercerita tentang Barelang. Namun belum pernah post satu pun artikel yang bercerita khusus mengenai Barelang. Nanti kapan-kapan mau nulis tema ini ah. Kapan ya? kapan ingatnya, kapan sempatnya saja :D

Dari rumah, rencana berangkat jam sepuluh pagi. Tapi hingga jam sebelas masih berkutat dengan barang-barang yang akan dibawa. Nyiapin baju ganti sih pasti. Soalnya kalau gowes jauh-jauh sangat menguras keringat. Kadang serasa ada pancuran sendiri keluar dari sela-sela kulit. Banjir Bo.

Selanjutnya menyiapkan tenda dan seprangkat alat sholat. Bongkar-bongkar lemari dan isi kamar nyari jas hujan nggak ketemu. Tanya suami katanya ketinggalan di Tanjung Pinang. Huhu. Kalau di jalan kehujanan pigimane dong? Baiklah gak ada jas hujan payung pun jadi. Teorinya kalau hujan turun saya berhenti dan menunggu hujan reda dengan berpayung ria. Qiqiqi. 

Setelah tenda, pakaian, dan makanan masuk ke dalam drybag semua, tinggal mengikat drybag di sepeda. Ternyata mudah banget. tinggal simpan di antara stang dan jok lalu ikat pakai tali. Beres.

Saatnya gowes. Sudah gagah banget deh pakai kecemete hitam, buff, helm, sarung tangan, jersey, sepatu jogging, (belum punya sepatu khusus buat sepedaan sih, mahal) jam tangan outdoor (sombongnya minta disebat nih si Lina) lalu mengunci pintu rumah. Lalu mulailah galau melanda. Saya mendadak kesusahan saat akan naik sepeda. Berkali-kali mencoba naik, nggak bisa juga duduk dengan nyaman karena kaki harus ngangkang lebar-lebar terhalangi drybag. Waksss. Nggak mungkin banget ngangkang seharian bisa-bisa kram di paha dan perut. Naga-naganya alamat batal nih kemping. Huhuhu.

Nyerah dah. Saya simpan kembali drybag dan lanjut gowes tanpa bawa barang-barang kecuali tas sepeda yang kecil buat diisi HP, buku, dan uang cash.

Karena udah tengah hari mampir dulu di KFC untuk menambah pasokan tenaga. Iya dong harus kuat nggak boleh pingsan :D kalau pingsan ngeri nggak ada yang nolong soanya gowes sendirian.

Hari itu matahari baik sekali. Selalu bersembunyi di balik awan. Jadi kulit saya yang putih tidak terlalu terpapar sinar Ultra Violet. Dan sebelumnya pun memang sudah siap-siap menggunakan sunblock dan menutup wajah dengan buff.

Gowes to Barelang

Jalan raya Barelang yang saya lintasi cukup lengang. Kesempatan untuk latihan menggunakan satu tangan dan latihan mengambil bidon (botol minum) dari tempat penyimpanannya. Sudah dua tahun sepedaan namun belum mahir juga mengambil dan meletakkan botol minum ke tempatnya. Sewaktu latihan di kawasan resort Nongsa malah hampir-hampir ketabrak truk seandainya sopir truk nggak segera berhenti. 

Beberapa kali mencoba, yes yes yes berhasil. Kini saatnya mengatur pedaling. Bersepeda yang baik teorinya menginjakkan telapak kaki bagian depan ke pedal. Bbeberapa kali menggeser sepatu ke belakang malah kadang terlepas. Hihi kok maunya telapak kaki ini adanya di tengah-tengah pedal aja. Padahal secara teori itu salah. Dan dapat menguras tenaga.

Posisi kaki yang salah berpengaruh juga kepada kecepatan atau laju sepeda. Selain itu sepatu pun cepat rusak. Kok bisa? Iya karena kaki saya terlalu dempet ke sebelah dalam jadi tergesek-gesek gir sepeda. Bahkan sepatu olahraga saya yang belum terlalu banyak digunakan pun bagian luarnya sudah rusak terkelupas. Tandanya harus beli baru nih.

Biasanya saya kalau punya sepatu dibelikan terus sama suami. Dia tau aja ukuran sepatu saya nomor berapa. Terutama sepatu gunung dan sepatu olahraga. Kalau saya yang beli sepertinya dia kurang percaya. Pertama, dulu nggak bisa bedain mana yang asli mana yang kw. Udah gitu suka banget milih yang modelnya norak-norak. Hihihi.

Tapi kali ini memang kudu milih sendiri. Nyoba nyari online ah. Kebetulan sebentar lagi ada harbolnas. Hari belanja online nasional. Yes. Kesempatan pengen dapet sepatu gunung dan sepatu olahraga yang keren-keren, yang asli. Biar aja harganya selangit asalkan aku tetap membumi. #apaansih?

Nah nah, buat yang lagi nyari sepatu olahraga seperti saya, yuk segera kunjungi harbolnasnya zalora banyak pilihan sepatu di olahraga loh di sana. Tapi saya nunggunya nanti aja tanggal 12 biar dapat diskon sampai 50%.


Kembali ke soal gowes menggunakan sepatu olahraga. Saya memang selalu memakainya. Selain desainnya dibentuk untuk mengamankan kaki dari benturan juga bagian dalamnya dibuat senyaman mungkin agar kaki bisa bernafas dan mengatur sirkulasi darah agar tetap lancar mengalir. Kadang ada tuh sepatu yang bikin kaki pegel kesemutan. Aliran darah ke kaki kadang terhenti. Hihi iya itu kalau saya pakai sepatu highheel yang memang tidak biasa. Kaki suka kebas dan kesemutan :D

Siang sudah beranjak sore. Pulau demi pulau terlampaui. Tekad saya semoga bisa sampai di Jembatan Empat Barelang. Ini bisa jadi rekor terbaru saya setelah sebelumnya hanya bisa sampai jembatan tiga saja. Horayy. Setidaknya mungkin jarak tempuh sekitar 30-40 kilometer. Lumayan.

Jembatan IV Barelang
Di Jembatan IV Barelang

Tak mengapa tidak jadi pergi berkemah di Cakang Barelang Ujung juga. Yang penting hari itu saya sangat bersyukur bisa menikmati hari yang indah dan tenang. Dalam laju sepeda, di balik kacamata hitam yang saya kenakan semuanya menjadi tampak indah menawan.

Dari balik kacamata hitam, saya melihat langit menjadi biru tua padahal kenyataannya biru pucat. Jalanan teduh padahal sebenarnya panas. Di kanan kiri  hutan-hutan menghijau padahal sebagian pepohonan masih berwarna coklat bekas kebakaran lahan. Ya, dengan menggunaan kacamata yang berbeda, maka kita pun akan menanggapi berbagai permasalahan hidup dengan berbeda-beda. Ceileeh sok bijak banget.

Dan yang pasti kesendirian ini menjadi sarana saya untuk merefleksikan diri. Me time. Berdialog dengan diri sendiri melalui perjalanan singkat beberapa jam.

Jembatan Empat antara Pulau Setokok dan Pulau Rempang, sudah terlihat saya bersyukur dapat menyentuhkan roda sepeda di atasnya. Laju sepeda pun saya pelankan sambil mengamati orang-orang di tepi jembatan yang sedang memancing mencari peruntungan.

Hidangan Sea Food Barelang

Bertemu Mas Sultan, Jurnalis Batam yang kini menetap di Singapura

Di tepi Jembatan, sepeda saya belokkan ke sebelah kanan menuju restoran sea food yang paling terkenal di kawasan ini. Memesan hidangan laut khas Kepri seperti kapis dan gonggong. Mentraktir diri sendiri.


Semoga kapan-kapan bisa camping-camping cantik bareng Batam Bike Camping pakai sepatu baru dari Zalora hihi.


Alhamdulillah.

Dapat Tumpangan Pulang dengan Gratis, Naik Lori Coca Cola :D


Jembatan I Barelang dari Mobil Lori

25 komentar :

  1. Kaca matanya keren.
    Pingin nyari sepatu olah raga juga di zalora. Cek aaah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha ini kecemete murah kok Mbak. Tapi lumayan cocok di wajah saya.

      Hapus
  2. Beneran loh, kirain sore itu teteh udah sampe Cakang... :D
    Hari Minggunya pas pulang dari Pantai Vio-Vio aku ketemu banyak pesepeda yang sepertinya abis camp di Cakang, teh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naaah itu bener Dee mereka teman-teman yang persami di Cakang

      Hapus
  3. (Pertamax komen dapat hadiah kekya xixixi)

    Seru banget acara bersepedanya, Mba Lina. Bacanya sambil ikutan nyengir ^^

    Keren! Semoga ntar bisa jalan-jalan kek Mbak Lina.

    BalasHapus
  4. Intip intip sepatu olahraganya juga... Ima mau liat kacamatanya aahh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya nggak jadi beli sepatu mau baju yang kayak mbak Rien ah Mbak Imaaa :D

      Hapus
  5. ehmm sepedanya.. itu kan kalau di jual pasti bisa beli sepatu sepedaan kak :D

    BalasHapus
  6. Jadi jam tangan outdoor nya beli di zalora juga ??? hehehe

    BalasHapus
  7. Weh, mba Lina pemberani ya, sepedaan sendirian. Saya juga sepedaan mba tapi masih asal, nggak mikirin alat safety yang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini nekat sih Mbak saking pengennya sepedaan tapi nggak ada teman juga. Untung dikasih izin suami.

      Hapus
  8. mendadak lapar lihat makanan nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak boleh makan sea food Rin entar gendut :D Babang Bule udah datang ya kok nggak sibuk ngerusuh di grup :D

      Hapus
  9. wuihhhhhhhhhhhhh.......luar biasa banget sih teh dirimu sepedaannya.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini masih pemula banget Sad, kalau Srikandi Batam sampai ratusan kilo. Bisa pingsan kalau saya.

      Hapus
  10. jembatannya kaya di Palembang mbak, aku lihat di sana gak padat kendaraan ya, klo di Bogor mah ngeri pake sepeda bisa2 kena tabrak mobil

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini karena jalan antar Pulau Mbak Ev, kalau jalan menuju rumahnya wuihh ngeri. Saya rasa pengendara di Bogor lebih sopan-sopan dibandingkan di Batam.

      Hapus
  11. Jadi habis berapa di Harbolnas mbak? hahahaha
    eh itu restoran kayaknya yang kami datangi dulu. Pingin ke Barelang lagi, terutama malam hari :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. 526 rebu Yan, haha nombok 26 rebu gak papa.

      Hapus
  12. jembatannya gak kalah cantik sama san fransisco ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe cantikan di San Fransisco dong Mbak. Ini KW kesekian. Tapi lumayan jadi objek wisata yang ramai dikunjungi terus di Batam.

      Hapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita