The Settlement Hotel Melaka dalam Pergerakan Evolusi Budaya dan Keramahan


The Settlement Melaka
Peserta #ICYDKMelaka di depan The Settlement Hotel.
Foto oleh Gaya Travel Magazine.

Rumah adalah sebaik-baik tempat menyimpan benda kenangan dari masa lalu hingga sekarang. Sementara museum adalah sebaik-baik tempat menyimpan benda-benda bersejarah dan bernilai seni tinggi dari pergerakan zaman ke zaman. Melalui lorong waktu, pergantian penguasa, budaya, dan peradaban, kenangan dan sejarah adalah dua hal yang senantiasa beriringan. 

Di tempat ini, sejenak saya tertegun. Hanya untuk mengagumi. Seakan menggabungkan antara kenangan dan sejarah masa lampau,  saya menyaksikan perpaduan antara ruangan yang homey dengan museum dan galeri antik dalam sebuah hotel di Kota Melaka, Malaysia. Ya, saya menemukan perpaduan dari berbagai unsur sejarah, budaya, dan seni yang melintas zaman dalam hotel yang bernama The Settlement Hotel.


Dari luar, hotel ini tampak biasa saja. Namun saat memasuki halaman The Settlement Hotel Melaka yang temaram oleh lampu-lampu, lantas disuguhi suasana asri dengan rumput hijau yang tertata rapi diiringi gemericik air kolam di taman, saya mendadak jatuh hati pada hotel ini. Terlebih ketika menginjakkan kaki di teras, mata saya langsung tertumbuk pada sebuah benda serupa dengan dipan peristirahatan dengan ukiran pada dinding kayu yang begitu familiar. Saya merasa pernah melihatnya di suatu tempat di Pulau Jawa. Motifnya mirip dengan ukiran jati gebyok dari Jepara.


Setelah menelusuri dan bertanya tentang dari mana asal-usulnya, ternyata dipan atau bale-bale ini berasal dari halaman sebuah mesjid di Palembang. Diperkirakan sudah berumur sekitar 350 tahun. Wow. Pantas saja saya sangat familiar dengan gaya dan motif hiasnya. Unik dan khas ukiran perajin Indonesia. 

Dari obrolan dengan manager hotel, ia mengatakan bahwa owner The Settlement Hotel memang sengaja membawa masuk semua konsep yang menurutnya menarik lalu menggabungkan dan mengumpulkannya dalam satu tempat. Yakni hotel ini.

Ada yang tahu nama asli benda yang saya dduki ini apa?

Memasuki lobby hotel, kesan hangat langsung terasa. Dua orang resepsionis pria dan wanita menyambut dengan ramah. Mereka melayani reservasi dengan cepat. Hanya dengan menunjukkan passport, kunci kamar sudah di tangan. Tentu tidak lama, karena nama kami sudah tercantum dalam daftar tamu dengan nomor kamar yang sudah ditentukan.



Waktu menunjukkan pukul 10 malam waktu Malaysia saat saya dan seorang teman blogger dari Batam, Chahaya, memasuki kamar hotel. Kami akan menginap selama 3 malam ke depan bersama teman-teman peserta event In Case You Didn't Know Melaka (ICYDK Melaka) yang diselenggarakan oleh Kementrian Pelancongan Malaysia (My Motac) dan Gaya Travel Magazine


Front Office yang nyaman


Seorang resepsionis pria mengantarkan kami menuju kamar yang terletak di lantai 3 nomor 210. Ketika memasuki kamar hotel saya langsung sumringah saat mengetahui di kamar mandi terdapat bathtub. Tentu bisa berendam air hangat sambil bermanja-manja meluruskan kaki dan melemaskan otot-otot yang penat setelah berjam-jam menaiki kapal fery, taksi, dan bis. 

Namun yang paling ngenes bagi kami adalah saat mengetahui dinding antara kamar mandi dan ruang tidur hanya berbatas kaca saja. Tembus pandang. Sepertinya kamar ini cocoknya untuk pasangan suami istri yang sedang bulan madu. Hmmm, bagaimana rasanya ya mandi sambil disaksikan seseorang di balik kaca? Muahaha...terasa geli dan merinding. Meskipun dengan suami sendiri rasanya saya tidak berani mandi-mandi seperti itu. Seram. Untung saja tersedia tirai kaca yang bisa ditutup saat berada di kamar mandi.


Twin Bed


Kamar yang kami tempati ternyata cukup luas. Tipe deluxe room twin dengan luas kamar kurang lebih 25 meter persegi. Kamar ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti akses internet gratis dengan kecepatan tinggi, AC, televisi 32 inch dengan saluran tv kabel, tempat tidur bantal dan selimut yang nyaman juga hangat karena mengandung bahan dari bulu, kamar mandi dengan bathtub, handuk, dan perlengkapan mandi. 

Di samping televisi, terdapat lemari dengan pintu slide. Di dalam lemari pakaian tergantung piyama dan di bagian bawah lemari ada setrikaan berikut papannya. Tak jauh dari lemari terdapat mini bar dimana di atasnya terdapat perlengkapan membuat teh dan kopi. Di sudut ruangan terdapat juga meja rias dan hair dryer. Ya, cukup sempurna untuk sebuah kenyamanan hotel dalam liburan saya kali ini. 





Selain kenyamanan kamar hotel, para tamu juga akan mendapatkan fasilitas antar jemput gratis ke Jonker Street dan Portuguese Settlement. Dan, jika diminta akan mendapatkan layanan pembantu dan sopir. Para tamu juga dapat menggunakan sepeda gratis yang telah disediakan di halaman samping.


Yang membuat saya surprise, terdapat bingkisan khusus dari manajemen hotel yang diletakkan di atas kasur. Ada goodybag dengan berbagai souvenir cantik di dalamnya. Sebuah book note dengan bolpen dan tempat pena yang spesial. Membuat saya merasa spesial malam itu.





Sambil rebahan di kasur masing-masing, kami hanya online mumpung-mumpung wifi kencang sembari mengecas kamera. Rasanya malas hendak keluar cari makan meskipun perut lapar minta diisi. 

Hampir satu jam bermalas-malasan di kamar, akhirnya perut saya berontak minta diisi. Tidak bisa berkompromi lagi. Saya pun mengajak Chaya turun untuk makan malam di luar. 

Kebetulan tak jauh dari hotel, terdapat Restoran  Seri Sahabat yang buka selama 24 jam yang masih menjual nasi lemak, nan tandori, serta kuliner khas India dan Melayu lainnya. Saya memesan nasi lemak dengan telur dadar dan gulai sotong seharga 7 Ringgit. Alhamdulillah bisa masuk perut semua.   




Saat kembali ke hotel, saya memperhatikan bagian sayap kiri hotel yang difungsikan sebagai restoran. Ruangannya tampak terbuka dengan hiasan bunga-bunga hidup di dinding dan tiang-tiang atapnya. Di tengah-tengah restoran terdapat sebuah meja kayu memanjang yang berusia lebih dari seratus tahun yang bisa memuat puluhan orang dalam sekali makan. Di tepi-tepi koridor dilengkapi kursi-kursi ayun yang bisa digunakan untuk membaca dan bersantai. 


Taman di ruang belakang hotel

Rasanya tak sabar menunggu esok pagi untuk menjelajah setiap sudut hotel ini. Karena tidak hal-hal itu saja, cita rasa seni dan kenyamanan bahkan dihadirkan di setiap lantai. Pada bagian menjelang lift terdapat kursi kayu yang khas dengan lukisan-lukisan natural bertema alam. Ada juga partisi dari ukiran kayu berwarna putih susu yang diletakkan begitu saja namun tetap menarik mata untuk menelisiknya.




 




Berada di kawasan Heritage of Melaka, hotel ini menempati area kurang lebih 3.250 meter persegi termasuk kebun dan halaman. The Settlement Hotel memiliki 45 kamar, 4 villa, sebuah villa tradisional untuk spa, rooftop garden, layanan front offfice 24 jam, 1 ruang meeting, restoran, parkir gratis untuk tamu, dan kolam renang. 

Beberapa tipe kamar yang ditawarkan di The Settlement Hotel adalah Deluxe Room Queen dan Deluxe Room Twin sebanyak 36 kamar, Junior Suite King sebanyak 6 kamar, dan The Settlement Suite 3 kamar. Juga 4 villa tipe Junior dan Luxury Villa.

Keesokan hari sambil menungu rombongan panitia dan peserta datang dari Kuala Lumpur, kami menikmati sarapan nasi lemak yang dibungkus daun pisang. Lauknya rendang ayam yang teksturnya lembut dan ikan teri goreng. Ada juga kerupuk, sambal dan irisan mentimun serta semangka yang ditempatkan dalam wadah yang sama. 

 
Menjelang sore, pada saat pertemuan dan mendengarkan presentasi dari manajemen hotel di ruang meeting, selain makan buah-buahan, kami juga mencicipi makanan khas yang dihidangkan di sana. Ada kerang hijau yang tampak seperti dibakar dan disajikan dengan kucuran mayonaise.



saya berkesempatan untuk menyambangi ruang makan dan galeri lukisan di lantai 2. Dan betapa terpesonanya saya saat menyaksikan setiap sudut dan detail ruangan ini. Semua benda sangat bernilai seni tinggi dan diletakkan dengan penuh artistik. Guci-guci antik, congklak kayu dengan pahatan yang unik, cermin dari ulir besi, serta benda-benda seni lainnya yang membuat mata semakin termanjakan.




Guci antik
Untuk harga, tipe deluxe room dipatok seharga MYR 240 atau setara dengan 719.893 rupiah. Di Agoda kamar tipe ini dijual seharga 735.777 rupiah dan di booking dot com 766.322 rupiah. Tampaknya lebih murah di Agoda dibanding booking, mungkin karena sistem pembayaran dan resiko yang ditanggung berbeda.

Rootop Garden dengan lampu meja berbentuk bulat telur

Saat malam tiba dan pulang dari berkegiatan, kami karaokean di rooftop garden. Beberapa teman dari Malaysia menyanyikan lagu-lagu lawas yang hit seperti lagu Dewi Yull dan Broery Marantika. Ada juga yang meminta menyanyikan lagu madu dan racun. Duh, membuat ingatan terbang ke masa silam. 


Buffee di Rooftop

Berada di kawasan heritage, tentu letak hotel ini sangat strategis. Dekat dengan lokasi-lokasi yang terkenal di Melaka. Cocok untuk tamu yang datang sendiri maupun bersama keluarga.


Nah apakah teman-teman ingin merencanakan pergi ke Melaka dan menginap di hotel ini? Untuk reservasi bisa langsung menghubungi kontak berikut di bawah ini:

The Settlement Hotel
Jalan Ujong Pasir, Taman Aman, 75050
Melaka, Malaysia
Telpon: +60 6 2921133
Fax: +60 6 2924700
Email: reservation@thesettlementhotel.com
Facebook: http://www.facebook.com/thesettlementhotel
 



 

6 komentar :

  1. punya kontak marcommnya nggak kak? pengen ke sini tahun depan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walaah dimana ya, ada kok kemaren-kemaren aku ngantongin kartu namanya, tapi entah tersimpan dimana. Ntar aku cari lagi.

      Hapus
  2. Duuh...interiornya artistik sekali ya, Mbak. Sampai ada yang didatangkan jauh dari Palembang. Bener-bener, perpaduan antara rumah dan musium. Bagus sekali...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak ini hotelnya menghimpun seluruh konsep yang baik dan keren dari semua tempat.

      Hapus
  3. Mb daftarnya dulu gimana? Ada program dr Kemenpar Malaysia ya. Secara saya sering bolak balik ke Melaka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Daftarnya lewat orang gaya travel magazine Mbak.

      Hapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita