Tamasya ke Nusantara Lama Bersama Film Buffalo Boys

Sebagai penyuka sejarah yang juga suka kelayapan, saya selalu penasaran dengan suasana nusantara zaman dahulu kala. Terutama pada zaman kolonial Belanda dan bahkan masa-masa sebelum itu. Zaman kerajaan-kerajaan di nusantara sedang jaya-jayanya.


Selain mendapat bayangan masa silam dari buku Tenggelamnya Kapal Vanderwick karya Buya Hamka, sejenak rasa penasaran terobati dikala saya menyaksikan film Buffalo Boys. Sebuah film terbaru karya Mike Wiluan yang kini sedang tayang di berbagai bioskop di tanah air.


Meet and Greet Film Buffalo Boys

Sabtu 21 Juli 2018 yang lalu, Saya dan teman-teman dari Blogger Kepri mendapat kesempatan untuk datang ke acara  Meet and Greet bersama para pemain film Buffalo Boys yang bertempat di Mega Mall Batam Center. Acara dilaksanakan pada pukul 14.00 WIB dan dilanjutkan dengan menonton bareng  film Buffalo Boys pada pukul 16.45 WIB.

Mike Wiluan (kiri) dan Conan Stevens (tengah) dalam Meet and Greet di Mega Mall.

Beberapa properti yang digunakan pada film Buffalo Boys milik Infinite Studio  turut ditampilkan pada acara Meet and Greet ini. Ada buku-buku lama, lentera, jam pasir, tempat lilin, koper, dan kerangka kepala kerbau yang digunakan Suwo, salah satu dari Buffalo Boys menghabisi pemilik cafe.


Sebelumnya panitia dari Infinite Kinema Studio mengabarkan bahwa meet and greet ini akan dihadiri oleh Zack Lee yang berperan sebagai Leung, Ario Bayu yang berperan sebagai Jamar, dan Mike Wiluan selaku sutradara, penulis skenario dan bahkan sebagai salah satu cameo di dalam film garapannya ini. Namun sayang Zack Lee dan Ario Bayu berhalangan hadir. Hanya ada Mike Wiluan dan salah satu pemain lainnya yakni Conan Steven.


Penampilan Conan Steven sangat mencolok, selain ia bule ia juga memiliki tinggi yang amat mencolok. Dengan tinggi badan 2,1 meter semua yang berfoto sama Conan tampak bagai kurcaci. Haha.  Ketika ada penonton yang bertanya apakah ia punya keinginan untuk mengecilkan badan ia menjawab sebaliknya, ia malah berkata ingin bertambah besar dan besar lagi.


Pada kesempatan tanya jawab, saya bertanya kepada Mike Wiluan  tentang film ini apakah merupakan film perdana yang disutradainya atau sebelumnya dia telah membuat film lain. Ia bilang ini merupakan film pertama sebagai sutradara. Namun kiprahnya di dunia perfilman bukanlah hal baru baginya. Karena sebelum ini ia telah terlibat sebagai produser di beberapa film-film yang tayang untuk konsumen luar negeri. Mike juga mengatakan kalau pengambilan gambar saat syuting kebanyakan diambil di Infinite Studio Batam. Sisanya di Yogyakarta.


Film Buffalo Boys telah tayang premier pada 14 Juli 2018 di Festival Film Fantasia di Montreal, Kanada. Dan pada tanggal 15 Juli 2018 juga telah ditayangkan di Festival Film New York. Sebuah kebanggaan dan juga prestasi yang lagi-lagi dicetak oleh Mike Wiluan. World Premier ini dihadiri oleh sutradara Mike Wiluan, co writer Rayya Makarim dan pemeran wanita utama Pevita Pearce. Film Buffalo Boys yang ber-genre drama action dengan setting zaman kolonial Belanda di Tanah Air ini, dibintangi oleh Ario Bayu, Zack Lee, Mikha Tambayong, Happy Salma, dan pemain lainnya.

Review Film Buffalo Boys

 


Film ini mengisahkan dua saudara  Jamar dan Suwo yang ingin membalaskan dendam karena pembunuhan ayah mereka, Sultan Hamza oleh penguasa kolonial saat itu yang bernama Van Trach. Mereka kembali setelah bertahun-tahun dibawa pamannya, Arana, mengasingkan diri di Amerika (Wild West America). Ketiganya kemudian kembali ke daratan Java (Jawa) dengan membawa misi membalas dendam atas kematian Sultan. Tidak diceritakan bagaimana caranya Arana bisa membawa dua bayi yang masih kecil hingga selamat sampai Amerika.


Film dibuka dengan adegan pemandangan kereta api yang sedang meluncur di daratan Amerika. Lalu muncul adegan perkelahian antara Jamar yang sedang berduel dengan Brute (Conan Stevens). Sementara itu Adik Jamar, Suwo, ia memungut dan mengumpulkan uang taruhan dari penonton ke dalam topinya. Duel itu pun akhirnya dimenangkan oleh Jamar meskipun ia babak belur oleh pukulan dan tendangan Brute.


Seorang teman jurnalis yang kebetulan hadir pada Meet and Greet bercerita kepada saya bahwa adegan pengambilan gambar dalam kereta tersebut tidak benar-benar dilakukan di dalam kereta api di Amerika melainkan di Infinite Studio Batam. Wow. Padahal kereta apinya mirip dengan kereta api yang kita lihat di film-film koboy ya?


Begitupun ketika mereka tiba di sebuah pelabuhan di tanah air (yang kemungkinan besar adalah Pelabuhan Batavia), suasana pelabuhan mirip seperti yang selama ini kita ketahui pada buku-buku pelajaran sejarah semasa sekolah. Latar dan suasana nusantara pada  tahun 1856-an tampak detail dan kental. Menyaksikan ini saya merasa seperti sedang bertamasya ke masa lalu. Meskipun begitu, ada beberapa bangunan yang tertangkap kamera yang saya kenali sebagai bangunan di Infinite studio Batam. Seandainya belum pernah ke sana, tentu saya akan percaya 100% bahwa pengambilan film untuk scene ini benar-benar diambil di sebuah pelabuhan di Jakarta.


Untuk sinematografi, film ini tampil apik. Pencahayaannya juga sangat bagus. Beberapa kali, keindahan alam Indonesia dipertontonkan dengan baik. Salah satunya keindahan sungai tempat dimana Jamar dan Suwo melompat untuk mandi. Desa tempat Kiona (Pevita Pearce) yang dikelilingi sawah-sawah juga tampak keren. Begitu juga suasana jalan tempat Sri (Mikha Tambayong) dan kakeknya Suroyo (El Manik) dihadang Fakar (Alex Abbad), sangat mirip seperti suasana zaman baheula.


Untuk sekelas dalam negeri, sinematografi film ini memang melebihi film-film lainnya yang pernah saya tonton. Kualitasnya tidak kalah dengan film ala Hollywood.

Spesial, sebelum film dimulai, Mike Wiluan menyapa warga Batam 

Beberapa adegan yang berdarah-darah yang diperlihatkan di layar cukup detail dan vulgar. Contohnya saja, saat mata Fakar, salah seorang perompak yang juga anak buah dari Van Trach terkena pisau dan kemudian Jamar mencabut pisau tersebut dari mata Fakar. Bikin ngilu. Adegan lainnya saat Suwo menusukkan tanduk kerbau ke arah pemilik sebuah kedai minum ( bisa disebut cafe kalau istilahnya sekarang) yang mengeluarkan banyak darah.


Untuk skenario, saya tidak menemukan adegan percakapan yang membekas di ingatan penonton seperti halnya film Dilan yang meskipun kata-katanya nyeleneh tetapi memorize banget. Sampai-sampai banyak meme yang muncul setelah film itu. Di Buffalo Boys, ada beberapa percakapan yang seharusnya bisa mengeksplor lebih kemampuan acting para pemain sehingga mampu melekatkan kata-kata itu ke dalam ingatan penonton, namun sayang hanya sedikit saja.


Sebagai film drama action, drama di film ini kurang mengharu biru dan kurang mengaduk emosi penonton. Tidak meninggalkan bekas yang greget di hati. Jika beberapa hari sebelumnya saya menonton film Koki-Koki Cilik yang membuat saya sedih namun juga tertawa-tawa. Maka di film ini emosi saya cenderung datar. Pada adegan Sri dan Kiona dua kakak beradik yang menyaksikan bagaimana ayah mereka ditembak di depan mata, emosinya kurang meledak. Sementara penonton berharap kedua anak itu nangis kejer sebagaimana orang yang ditinggal mati seseorang di kehidupan nyata. 😃


Namun sebagai film action, film ini memang keren. Adegan-adegan perkelahian antara para tokoh protagonis dengan tokoh-tokoh antagonis terlihat natural. Adegan tembak-tembakan juga membuat saya cukup tegang dan bertanya-tanya siapa yang akan tertembak di antara kedua tokoh utama Jamar dan Suwo.


Lalu, apakah Jamar dan Suwo berhasil membalas dendam akan kematian ayahnya? Kenapa juga mereka berdua disebut Van Trach sebagai Buffalo Boys? Langsung tonton saja ke bioskop kesayangan kamu ya. Mumpung belum turun layar.


Akhir kata, film Buffalo Boys memberikan visualisasi terhadap kondisi masyarakat Pulau Jawa pada zaman kolonial. Meskipun tidak terlalu puas, saya cukup terhibur dengan film ini. Jadi, film ini layak ditonton dan bisa dijadikan referensi untuk tontonan saat anda dan pasangan atau teman-teman menghabiskan akhir pekan.



6 komentar :

  1. Wah seru ulasannya Teh. Saya banyak dapat info. Ga tahun kapan bisa Nonton secara di Cianjur mah Ga ada bioskop hahaha...

    Infinite Studio Batam keren ya. Hasil film eh gambar nya jadi kaya beneran di luar negeri aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cianjur mah gak harus ada bioskop Teh. Banyak hiburan di sana.

      Hapus
  2. Batam sudah jadi juaranya untuk shooting film ya.. bangga deh pernah kerja di batam hihi... Perfilman Indonesia semakin ok aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sudah jadi unggulan. Bisa memproduksi film sendiri. Bangga punya Batam.

      Hapus
  3. Wah, telat tau ada film Buffalo Boys. Menarik padahal pengen liat Ario Bayunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tunggu tayang di televisi aja Mbak hehe.

      Hapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita