![]() |
Puncak-Puncak Gunung di Pagi Hari |
Setelah bertayamum dan sholat subuh, saya berjalan tersaruk di
sela-sela padatnya hamparan tenda. Kadang terantuk tali yang terentang
melintang menghalangi jalan. Bersama ribuan orang lainnya saya sepakat untuk
mengabadikan momen detik-detik munculnya sinar matahari ke penjuru bumi.
Semakin lama lereng timur dan sekitarnya semakin terisi
penuh oleh para pendaki yang duduk dan berdiri. Kilatan blitz kamera, uluran tongsis, lembaran kertas HVS yang terangkai barisan kata, serta kibaran bendera laksana apel upacara mewarnai
sambutan pagi yang masih remang.
Detik demi detik terasa begitu lama. Menanti matahari terbit
laksana menanti detik-detik hari pernikahan. Tak sabar dan ingin segera
terlaksana.
Langit timur perlahan mulai membiru. Dan setengah lingkaran
dari bulatan sang surya mulai muncul di garis cakrawala. Suasana mendadak gaduh
dan riuh. Pekikan “merdeka, merdeka, merdeka” mulai menggema penuh semangat. Meski hari kemerdekaan masih
menunggu esok hari, namun suasananya sudah terasa di pagi itu. Pekikan dan nyanyian lagu-lagu wajib mulai
dikumandangkan. Walau tidak tuntas, tetap membuat hati bergetar. Menyentil rasa
nasionalisme yang terdiam di sudut hati.
Biasanya saya tidak terlalu suka dengan ucapan-ucapan dalam
kertas-kertas yang di pajang para pendaki di dadanya saat berfoto-foto. Namun kali itu saya tertarik untuk ikut
mengabadikan barisan kata di kertas mereka. “Dirgahayu NKRI” Pyuuuh….saya menarik nafas panjang, itu tulisan teremosional yang saya baca yang melibatkan rasa dari
salah satu anak bangsa untukmu, Indonesia.
Bukan untuk siapa-siapa. Mata saya pun berkaca-kaca. Sembari berucap dalam hati,
“Iya...Dirgahayu untukmu Indonesia.”
Matahari telah sempurna keluar dari peraduannya. Keanggunan
Gunung Sindoro Sumbing tampak mempesona. Di sisi kiri terlihat Gunung Merapi dan Merbabu
yang hanya tampak puncaknya saja. Keduanya mengambang melayang di atas awan.
Pagi itu para pendaki masih sibuk
berfoto diri berlatarkan Sindoro Sumbing. Mengangkat tongsis tinggi-tinggi
untuk Selfie, wefie, dan groupie. Sebagian bergantian seraya memamerkan kertas
di tangannya #kekinian. Sebagian lagi mengibarkan bendera merah putih tinggi-tinggi.
![]() |
Lukisan Alam |
![]() |
Dua Puncak Gunung yang Berbeda |
![]() |
Bahkan hingga ke lereng yang miring pun penuh |
![]() |
Kompleks Pemukiman Pendaki :D |
![]() |
Tenda Kami Nyempil di Pojokan :D |
![]() |
Berkibarlah Selalu Merah Putihku |
Baca juga cerita tentang aktifitas pendaki di gunung Prau dan catatan perjalanan pulang melalui jalur Dieng.
Lukisan ilahi..
ReplyDeleteJalan2Liburan → Wine Tasting in Santorini
Setuju.
DeleteAku belum pernah merayakan 17an di puncak-puncak gunung seperti mbak Lina dan pencinta alam lainnya. Apalagi di tempat yang ga semua orang bisa dengan mudah ke sana. Pasti ada rasa yang berbeda. Rasa yang lebih...lebih...dan lebih. :)
ReplyDeleteRasanya jadi.... Nasionalisme dan cinta negeri mulai tumbuh dan terasa di sini mbak.
DeleteKarena aku belum pernah naik gunung, aku selalu bertanya-tanya kepuasan macam apa ya yang didapatkan begitu sampai puncak gunung. Sementara suka liat di acara TV aja. Salut sama mb Lina yang udah jadi anak gunung sejati :)
ReplyDeleteKepuasan sesaat :D karena mendaki gunung itu addicted. Akan terus menagih dan menagih untuk kembali. Seperti candu.
DeleteJadi pengen merasakan 17 Agustus-an di atas gunung...
ReplyDeleteTahun depan coba Mas :D
DeleteSubhanallah ...
ReplyDeleteAlhamdulillah :D
DeleteWarna langitnya sumpah bersiiihh bangett
ReplyDeleteBetul. Bersiiih.....banget.
DeleteBuset itu udah kaya perkampungan..Semoga tidak meninggalkan sampah yang merusak ya. :)
ReplyDeleteSampah di sepanjang jalur bersih banget. Tapi di kawasan puncak memang kotor walau nggak terlalu parah. Perlu dikelola dengan profesional.
Deleterasanay seperti apa sholat di gunung mbak? btw tendanya sudah disediakan atau bawa sendiri sih mbak kalau naik gunung gitu?
ReplyDeleteRasanya sangat istimewa mbak. Klo tenda bawa sendiri dari rumah.
Delete