Pesona Ramadan 2018 di Kampung Tua Tanjung Uma Batam

Pokok kurma di bawah lembah
Tanam senduduk bercabang due
Tanjung Ume tanah bertuah
Semoga kekal selame-lamenye

Tanjung Uma atau Tanjung Ume seperti yang disebutkan pada pantun di atas adalah sebuah kelurahan di Kecamatan Lubuk Baja, Batam yang terletak di salah satu tanjung bagian utara Pulau Batam yang berhadapan langsung dengan perairan Selat Singapura. Tanjung Uma telah ditetapkan Pemerintah Kota Batam sebagai salah satu dari puluhan kampung tua yang bersejarah.

Pemandangan dari Tanjung Uma Batam
Tanjung Uma dan Selat Singapura yang Dipenuhi Kapal-Kapal Dagang Internasional 



Dari sebuah bukit yang menghubungkan Tanjung Uma dari darat dengan wilayah Batam lainnya, pemandangan ke arah perairan Selat Singapura sebagai jalur lalu lintas perdagangan internasional, sangat jelas terlihat. Setiap harinya ada sekitar 2.000 unit kapal yang melintasi perairan ini. Dan dari Bukit Tanjung Uma, pemandangan lalu lalang kapal tersebut tampak bagai nokhta-nokhta yang bertebaran pada lukisan kanvas.

Pemandangan Jodoh Batam
Hotel Pacific Palace di Kawasan Jodoh Batam

Nagoya Batam
Kawasan Bisnis Nagoya Batam

Tanjung Uma
Gapura Menuju Kampung Tua Tanjung Uma


Pesona Ramadan di Tanjung Uma

Setiap Ramadan tiba, Tanjung Uma berdetak lebih dari biasanya. Detak yang semakin berirama tatkala menjelang senja, dimana ratusan orang berdatangan untuk berburu penganan berbuka puasa. Bagi para pecinta hidangan laut, Tanjung Uma bagaikan telaga yang akan memuaskan haus dan dahaga. Aneka hidangan laut purwa rupa dari beragam jenis ikan, siput, kerang, kepiting, sotong dan udang, terhidang menggoda di meja-meja yang menjadi lapak para pedagang.

Menuju Tanjung Uma Batam

Menuju Tanjung Uma

Kepadatan Kendaraan menuju Tanjung Uma
Tanjung Uma Padat Merayap

Ibarat semut yang mengerubungi gula, setiap menjelang senja, jalan sepanjang kurang lebih 100 meter di Kampung Agas Tanjung Uma, tepatnya di jalan sekitar Mesjid Nurul Hikmah, selalu tampak sesak oleh warga Batam yang terus saja berdatangan. Membuat kemacetan terjadi tidak hanya pada kendaraan pribadi saja, namun bahkan para pejalan pun ikut macet tersendat-sendat. Ah,  untung saja ini Ramadan. Dimana semua orang di jalan ini, terasa lebih santun dan sabar. Tidak saling sikut dan saling dorong. Tidak pula ada gerutu, celaan, atau omelan yang menjengkelkan.

Suasana Berburu Takjil di Tanjung Uma
Kepadatan Pengunjung di Tanjung Uma


Menjelang senja yang selalu menyapa seperti biasa, seperti tahun-tahun sebelumnya saya dan keluarga kembali mengunjungi Tanjung Uma yang hanya berjarak sekitar 35 menit berkendara dari rumah kami yang berada di sisi barat Pulau Batam.


Selain menjalankan ibadah puasa dan amalan lainnya, Ramadan kerap membuat saya merindukan suasana di Kampung Tua Tanjung Uma  ini. Merasakan sensasi kesabaran saat berdesak-desakan di antara para pembeli dan pedagang. Atau menyimak riuh rendah warga yang sedang beradu tawar sambil menghirupi dua aroma - laut dan rempah -  dalam kepulan asap pembakaran ikan. Saya juga merindukan suara ceramah dan qiro'ah yang keluar dari pengeras suara di Mesjid Nurul Hikmah. Kenapa? Karena hiruk-pikuk keadaan di Tanjung Uma ini senantiasa mengingatkan masa kecil saya saat menjalani Ramadan di kampung halaman.

Berburu Takjilan di Tanjung Uma

Menurut cerita Kasiyanto, seorang teman yang tinggal di Tanjung Uma, setiap Ramadan tiba, ada kebiasaan bagi warga Tanjung Uma untuk berjualan. Pagi-pagi warga berjualan barang-barang keperluan seperti biasa, sedangkan jika sore hari mereka menjual takjil dan hidangan berbuka puasa lainnya. Dahulu tidak terlalu ramai, yang belanja hanya terbatas pada warga Tanjung Uma saja. Namun semenjak era media sosial merajalela, dimana informasi mengalir dan berkembang dengan liarnya, Tanjung Uma makin dikenal dan makin banyak dikunjungi oleh warga Batam lainnya sehingga makin crowded.


Beberapa hari yang lalu, Bagir, seorang teman yang baru saja berkunjung ke Tanjung Uma, membagi foto-foto ikan bakar, sotong, gonggong, kepiting dan hidangan berbuka puasa lainnya di akun facebooknya. Foto-foto tersebut direspon luar biasa oleh masyarakat dengan mendapatkan 900 komen dan 3000 lebih share dalam waktu kurang dari 5 hari.


Saya lupa untuk memberi tahu Bagir kalau ia sebenarnya bisa juga menggunakan platform di Genpi.co dimana para netizen dan pengguna media sosial bisa membagikan foto-foto tentang kuliner, destinasi, event, atau hal lainnya yang berhubungan dengan pariwisata.


Pesona Ramadan 2018 ini memang membawa berkah bagi sebagian besar umat Islam khususnya bagi masyarakat Tanjung Uma yang mampu mengais berkah dengan kedatangan pembeli yang berjubel berduyun-duyun ke tempat ini satu kali dalam setahun. Mungkin ini seperti sebuah sinyal bagi geliat pariwisata dan peningkatan ekonomi di Tanjung Uma. Jika saja daya tarik ini, tidak hanya terjadi pada Bulan Ramadan namun bulan-bulan di luar itu.


Apa Saja Hidangan Berbuka Puasa di Tanjung Uma?

Aroma semerbak ikan yang dibakar telah tercium beberapa puluh meter dari parkiran rumah warga. Membuat saya dan para pengunjung lainnya ingin segera mempercepat langkah menuju sumbernya. Betul saja, sepanjang kanan kiri jalan, asap mengepul dari pembakaran ikan lalu menyebar ke udara, menuntun para pengunjung untuk berkumpul dan mengerumuninya meskipun harus menahan perih mata dan sesak nafas.


Hal yang paling menarik pengunjung adalah beragam ikan yang dijual dan ditawarkan untuk dibakar yang rata-rata berukuran besar. Ikan-ikan seperti ikan pari, ikan selikur, ikan taci, ikan bawal, ikan baronang, dan ikan kerapu sukses membuat orang berpuasa semakin kelaparan dan menelan air liur. Tak hanya ikan saja, Sotong berukuran besar pun ikut dibakar dengan cara disate. Otak-otak dan telur ikan juga dibakar dalam bungkusan daun kelapa. Selain beragam ikan dan sotong, warga Batam sangat menyukai kepiting, rajungan, gonggong, dan kapis.


Kepiting
Kepiting

gonggong
Makanan Laut Khas Kepri yang disebut Gonggong

kerang
Kerang

sate sotong
Sotong
otak-otak
Otak-Otak


Harga ikan yang dijual di sini bervariasi tergantung besar kecilnya ukuran. Namun rata-rata ikan yang ditawarkan mulai dari harga 25 ribu rupiah ke atas. Harga ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan harga restoran bahkan rumah makan. Karena 1 porsinya bisa dimakan 2-4 orang sekaligus.


Hidangan berbuka puasa lainnya terhampar di meja-meja sepanjang jalan hingga tersambung dengan Pasar Tanjung Uma. Berbagai jenis kue-kue tradisional yang sudah jarang ditemui seperti putu piring, kole kacang, tepung gomak, kue keraban, sari muka, dan kue selat tersaji warna-warni menarik hati. Inilah yang sebenarnya menjadi salah satu alasan saya kembali mengunjungi Tanjung Uma. Kue-kue tradisional yang hampir hilang dari peredaran, muncul kembali saat bulan Ramadan.


Bagi yang mencari hidangan berbuka seperti biasanya atau secara mainstream, kue-kue basah seperti dadar gulung, risoles, bakwan, berbagai jenis bika, donat, roti-roti dan lainnya juga banyak dijual di tempat ini. Minuman-minuman penghilang dahaga seperti sirup, es kelapa, dawet, cendol, cingcau, dan air tebu pun tinggal beli dan ambil. Kue-kue basah itu dijual dengan harga Rp. 1.000 dan Rp. 2.000. Sementara minuman bervariasi rata-rata Rp. 5.000 dan Rp. 10.000 satu wadah.


Baca tulisan saya tentang mencari takjil di Tanjung Uma 3 tahun lalu di sini.

Kue Tepung Gomak
Kue Tepung Gomak

Kue Talam Hijau
Kue Talam Hijau

Sirup
Minuman Berbuka Puasa 


Sekilas Sejarah  Tanjung Uma

Bicara suatu tempat, tidak sah rasanya jika tidak mengetahui seluk beluk sejarahnya. Saya yang amat menyukai sejarah tak lupa untuk bertanya kepada beberapa orang yang berkompeten yang mengetahui sejarah bagaimana Batam, khususnya Tanjung Uma dibangun sejak semula.


Saya menanyai kembali teman, warga Tanjung Uma yang bernama Kasiyanto, mengenai sejarah kampungnya ini. Beruntung dia mengetahuinya dengan baik. Menurut cerita para orang tua di sana, dahulu kala terdapat beberapa pelaut Bugis yang merapat ke sebuah tanjung di utara Pulau Batam yang kelak menjadi cikal bakal kampung bernama Tanjung Uma. Tempat pertama yang disinggahi berada di sekitaran Mesjid Al Mu'minin, masjid yang pertama dibangun oleh orang-orang Bugis tersebut. Dari situ, berkembanglah wilayah ini menjadi sebuah perkampungan. 


Menurut buku sejarah tentang Batam yang berjudul "Nong Isa, Tonggak Awal Pemerintahan Batam" karya Ahmad Dahlan, Aswandi Syahri dan Edi Sutrisno yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam, nama Tanjung Uma diambil dari frasa rumah yang disederhanakan pengucapannya menjadi Uma.


Di kawasan tanjung tersebut banyak dibangun rumah-rumah panggung yang bertiang kayu. Karena posisi kampung ini berada di dua tanjung yaitu Tanjung Lepu dan Tanjung Kubur, maka warga setempat menamai kampungnya dengan sebutan Tanjung Uma. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata uma berasal dari frasa Bahasa Inggris dari kata home. Yang diucapkan masyarakat dulu sebagai (h)ome lalu menjadi ume lalu kemudian berubah menjadi Tanjung Ume atau Tanjung Uma.


Tanjung Uma di masa awal-awal didiami orang-orang Melayu dan Bugis yang berasal dari keluarga diraja Riau-Lingga. Sebagian penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan dan sebagian lainnya petani yang bercocok tanam terutama tanaman kelapa.


Hasil tangkapan para nelayan sebagian besar diangkut untuk dijual ke Singapura menggunakan sampan layar sederhana. Biasanya mereka bertolak pagi dan pulang sore harinya.



Ada Apa Saja di Tanjung Uma?


Selain berburu kuliner laut dan kuliner melayu, masyarakat yang datang berkunjung ke Tanjung Uma  biasanya bertujuan untuk berfoto, berburu sunset dan menyaksikan pemandangan kapal-kapal di perairan selat yang berbatasan langsung dengan Singapura.


Para fotografer Batam bahkan menjadikan lokasi Tanjung Uma ini sebagai lokasi memotret yang ideal terutama bagi fotografer landscape dan human interest. Beberapa jurnalis dan fotografer Batam pernah memenangkan berbagai ajang lomba foto dengan materi objek foto di Tanjung Uma.


Menyaksikan Singapura dari Bukit Tanjung Uma adalah hal menarik lainnya. Pada malam penghujung tahun, masyarakat Batam sering berdatangan ke bukit ini hanya untuk menyaksikan pertunjukkan kembang api yang sedang berlangsung  di Marina Bay, Singapura.


Sementara itu bagi para pecinta kuliner, tidak hanya Ramadan saja ikan dengan mudah didapati di Tanjung Uma. Namun pada hari biasa, masyarakat bisa langsung membeli ikan kepada nelayan yang baru saja pulang melaut. Dan tentu ikan hasil tangkapan mereka masih dalam keadaan segar, sehat, dan lebih murah dibandingkan dengan di pasar atau supermarket.



3A Tanjung Uma

Semenjak geliat pariwisata makin berkibar di negeri ini, agaknya kampung-kampung tua di Batam layak dijadikan sebagai sebuah destinasi wisata baru. Menurut Menpar Arief Yahya, sebuah tempat atau wilayah, sudah dapat dikategorikan sebagai destinasi wisata jika memenuhi unsur 3A. Yakni Atraksi, Akses dan Amenitas.


Lalu, apakah Tanjung Uma sudah memenuhi unsur 3A yang kemudian dapat dikatakan sebagai sebuah Destinasi Wisata? Tentu saja bisa. Ketiga unsur 3A tersebut telah dipenuhi Tanjung Uma pada khususnya, dan Batam sebagai induk semang pada umumnya.


Terutama di saat Bulan Ramadan seperti ini, Atraksi yang bisa kita lihat di Tanjung Uma adalah keunikan kuliner yang dijual para pedagangnya. Baik hidangan sea food atau kuliner Melayu yang jarang muncul ke permukaan. Kelebihan ini merupakan suatu ketertarikan atau atraksi tersendiri bagi para pengunjung dan pecinta kuliner untuk datang lagi dan lagi ke Tanjung Uma.


Sementara Akses menuju Tanjung Uma sangat mudah dijangkau. Jalan sudah teraspal dengan baik dan jarak dari kota ke kampung tua ini tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 10 menit saja dengan kendaraan pribadi. Jalan di Tanjung Uma pun sangat menarik karena melewati sebuah bukit yang bahkan menjadi atraksi tersendiri dimana pemandangan ke arah Kota Batam dan perairan Selat Singapura sangat jelas terlihat.


Soal Amenitas, Tanjung Uma memiliki berbagai fasilitas seperti warung dan rumah makan, pasar untuk berbelanja cendera mata dan oleh-oleh, dan mesjid untuk sarana ibadah umat muslim. Selain itu ada layanan bank nasional, klinik, dan fasilitas umum yang bisa dimanfaatkan para pengunjung.


Untuk akomodasi, hotel-hotel di sekitar Pasar Jodoh dan Nagoya yang menjadi pintu masuk ke Tanjung Uma, sudah sangat banyak. Beberapa hotel berbintang bahkan letaknya sangat dekat. Seperti halnya Pacific Palace dengan desain uniknya, Swissbel Harbour Bay, Hotel Allium Batam, Novotel (Travelodge), Hotel BBC dan masih banyak lagi yang lainnya. Jarak dari hotel-hotel ini ke Tanjung Uma tidak lebih dari 30 menit saja.


Bagaimana cara menuju ke sana?

Tanjung Uma letaknya sangat dekat dengan dua wilayah pusat bisnis Kota Batam yakni Pasar Jodoh dan Nagoya. Dari Pasar Jodoh atau DC (Diamond City Mall) pengunjung bisa berkendara ke arah Jalan Duyung dan akan menemui sebuah jalan yang berbelok ke arah kanan menuju Bukit Tanjung Uma. 

Berkunjung ke sini sebaiknya membawa kendaraan pribadi karena tidak ada angkutan umum. Jika tidak ada kendaraan pribadi, Anda bisa naik Gojek atau Grab yang bisa dipesan secara online. Namun hati-hatilah jangan sampai memesan di area DC Mall karena akan memicu keributan dengan para sopir taksi konvensional yang sedang mangkal.

Jika takut tersesat, silahkan bertanya saja pada google map. Lokasi-lokasi di wilayah ini sudah cukup tepat dan akurat.

Selamat Berpuasa dan berbelanja di Tanjung Uma.

Peta ke Tanjung Uma
Tanjung Uma dalam Peta Pulau Batam. Foto: Google

Peta Tanjung Uma
Kampung Tua Tanjung Uma Tampak Berpenduduk Sangat Padat . Foto: google


Buah duku buah delima
Buah kelapa dengan markisa
Kami tunggu di Tanjung Uma
Untuk belanja hidangan buka puasa

48 komentar :

  1. sampai sekarang masih penasaran nih sama Batam. belum berkesempatan main kesana..
    Insya Allah kalau ada rejeki pengennya sih bisa bersua sama mbak lina dan mas danan nih di sana..

    btw, untung baca blognya pas malam, bukan siang2 bolong pas puasa.
    *ngiler sama aneka seafoodnya*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahaha. Eh sinilah main ke Batam. Bertahun-tahun kenalnya di dunia maya doang.

      Hapus
  2. Lokasi di perbatasan memang unik, ya. Walaupun begitu, dari tulisan ini, rasa "Indonesia" tetap terasa di sana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Indonesianya kental banget malah. Bahkan bahasa di Johor aja agak-agak ke-Indonesia Indonesia-an

      Hapus
  3. Saya blom lagi sampai Tanjung Uma...tpi seafood nya dah pernah saya coba...ranjungan asam manis nya lumayan enak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba pergi deh ke san agak siangan sampai menjelang maghrib. Lihat apa perubahannya. Luar biasa.

      Hapus
  4. Haha...dibuka dan ditutup dengan pantun ya :D kemarin mau kesini sama ices suryani, kena hujan dijala, jadi batal deh. Mudah-mudahan sempat puasa tahun ini kesana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pantun pembuka itu pantun asli orang Tanjung Uma, kalau pantun penutup itu pantun buatanku hehe.

      Hapus
    2. Bisa aja ya ngarang pantun

      buah mangga buah kedondong, aku mau belajar juga dong :D

      Hapus
  5. Membaca semua ini saya ngebet pengen ke Batam ih...
    Ke batam katanya prosesnya susah ya? Katanya kalau mau ke batam harus ada keluarga yg KTP Batam? Eh gimana sih sebenarnya?

    Sejak 2000an saya selalu dengar radio siaran Batam. Itu yg bikin saya betah kerja di Singapura saat itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak lagi Teh. Kayaknya kalau di Bandara gak ditanya² lagi deh. Nggak tahu nih kalau yang lewat pelabuhan. Dulu sih ditanya.

      Hapus
  6. Wah liat makanan-makanan khasnya unik unik banget ya, mba. Pengen suatu saat bisa menikmati juga ramadan di kampung tua tanjung uma ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak Alida. Makanya aku suka berada di sini. Soalnya makanannya unik dan khas banget. Jarang dijumpai kalau di luar bulan Ramadan.

      Hapus
  7. Aku juga jadi penasaran sama pasar ramadhan Tanjung Uma setelah lihat postingan Mas Bagir tempo hari. Tapi sayang, tahun ini udah gak di Batam jadi belum bisa dateng ke lolasinya. Tapi kelihatannya lebih unik ya pasarnya karena ada seafoodny segala..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan ini udah berlangsung sejak lama. Kekonsistenan berjualan dengan menu unik seperti ini yang tetap membuat orang-orang tetap datang ke sana. Hanya pada bulan Ramadan saja.

      Hapus
  8. Gagal fokus, lihat makanannya jadi ngebayangin tasanya deh.

    Batam yg melekat di imaji saya itu bs beli barang elektronik dgn murah ya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe itu ya branding Batam dari dulu. Tapi sekarang belum punya branding yang kuat sebagai kota apa. Kota industri gak banyak lagi industri yang survive, kota pariwisata? Semoga saja bisa, ini harapan walikota dan warga ke depan. Hanya saja butuh waktu membangun itu.

      Hapus
  9. bulan puasa dengar kata tanjung uma langsung ingata ikan bakar besarnya, sotong bakar ah enaknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Leh. Di fikiranku juga udah tertanam begitu. Bulan puasa di Tanjung Uma berarti ikan bakar yang bedar-besar, sotong bakar, kue-kue khas Melayu.

      Hapus
  10. Jalan-jalan ke Tanjung Uma
    Makan Gonggong sedap sekali
    Ingin hati pergi ke sana
    Cukup sekarang baca di sini

    Eaaa #terpantun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wakakak. Orang Bengkulu pandai berpantun pule lah tu.

      Hapus
  11. Mba Linaa setiap berkunjung kemari aku selalu kagum sama totalitas tulisanmu. My favorit blog n Conten Writer. Apalagi dengan foto foto yang memukau aduhai seger bener dibuatnya. Sukses terus mba yu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aih ini mah masih jauh dari totalitas Mbak. Masih meraba-raba arah. Btw makasih banyak pada akhirnya ada yang memuji juga tulisan ini. Aku jadi senang sekaligus sedih. *Jawabnya antara pengen senyum dan nangis. 😂😭

      Hapus
  12. aseeek dah pantunnya.
    Kalau ngomongin Tanjung Uma, yang pertama kuingat itu jalan menanjak yang aduhaaai tingginya. Kalau naik motor, siap-siap ganti gigi 1 pas lewat jalan itu. Tapi begitu menaklukkan jalan itu terpampanglah pemandangan selat Singapura yang sibuk. Terbayar deh perjalanan menanjak di bukit Tanjung Uma itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya aku malah nggak nyadar itu bukit loh Wen. Karena sibuk foto-foto haha.

      Hapus
  13. Tanjung Uma tiap Ramadan pasti ramai banget sampai desak-desakan. Langsung ngebayangin, coba saja setiap saat Batam punya kayak pasar tradisional yang menawarkan aneka hidangan seafood fresh untuk memanjakan pecinta seafood terutama wisatawan dengan harga rakyat. Bisa jadi destinasi kuliner di Batam sekaligus menjadi ladang penghasilan bagi para nelayan juga masyarakat Melayu dengan olahan aneka panganan khasnya. Keren kali ya. Tak harus tunggu Ramadan untuk puas-puas makan hidangan seafood.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah ini Mbak. Seandainya ada yang jeli mengambil peluang ini. Kenapa harus Ramadan sementara di bulan lainnya ikan dan makanan laut lainnya tetap melimpah. Semoga masyarakat dan pemerintah peka menangkap peluang ini.

      Hapus
  14. Photonya buat mupeng lho teh... Enak banget... Andai di pinang juga ada

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Tanjungpinang untuk sea food aku lihat kayaknya di daerah Potong Lembu itu ya Cit. Masih nggak sih? Dulu aku diajak turis-turis Malaysia ke sana. Dan makan ikan serta gonggong banyak banget.

      Hapus
  15. Udah lama banget gak berburu takjil ke sini. Godaan ikan bakarnya selalu kalah ama bayangan desak-desakannya. Gak tau, aku gak pernah nyaman berada di tempat yang rame sampe harus desak-desakan gitu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berangkatnya harus lebih awal lagi Dee. Jam 3 sore udah ada di sana. Jam segitu pengunjung belum membludak.

      Hapus
  16. Klo ke tj uma pengen ngincer makanan melayunya, apalagi putu piring sama tepung gomaknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemarin putu piringnya udah habis apa nggak ada gitu. Aku cariin gak ketemu.

      Hapus
  17. Jajanannya menggiurkan hehehe.. btw apa aku ga salah lihat hotel pacific palace nya berbentuk kapal pesiar? Hhmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Bentuk hotelnya memang sengaja dibuat seperti kapal pesiar. Namun sayang permanen di situ gak bisa berlayar dia. 😂 kalau kapal pesiar dijadikan hotel juga ada, sebentar lagi diresmikan di Bintan. Nama kapalnya Doulos Phos. Kapal tertua kedua setelah Titanic, usianya mencapai 103 tahun.

      Hapus
  18. Berbuka puasa di Tanjung Uma pastilah seruuu...
    Karena banyak yang bisa dikunjungi sebelum berbuka dan saat berbukaaa...itulah kenikmatan yang dinanti dengan jajanan tradisional yang dirindukan.
    Yuumm~~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berbuka puasanya di rumah aja sih Kak. Kalau di sini gak ada tempat untuk berbuka, sesak oleh pengunjung. Jadi setelah beli harus cepat-cepat pulang takut macet dan telat berbuka.

      Hapus
  19. Masyaallah pasar ramadannya menggoda iman

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalap rasanya Mbak, semua pengen dibeli.😁

      Hapus
  20. Duh pengen ke sana, kampung tua Tanjung Uma BUn.
    ajak ke sana jalan0jalan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sini Nyi, main ke Batam. Nanti aku ajak ke Tanjung Uma.

      Hapus
  21. Wow tanjung Uma di batam keren ya... Banyak makanannya pula lagi... Seru banget ramadan disana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru banget Kak Citrap, Ramadan di Tanjung Uma itu.

      Hapus
  22. Otak-otaknya pasti enak nih, Sorong ya juga. Ah untung lagi nggak puasa jadi ga ngiler ngiler amat :'D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Aku paling suka sama sotong. Digoreng enak, disate juga lebih enak.

      Hapus
  23. Yaampun batam ini emang mempesona. Btw di sana kepitingnya gede" banget euy. Bisa puas tuh makannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kepitingnya segede-gede mangkok malah.

      Hapus
  24. Wah aku blm pernah nyobain gonggong, lenasaran deh...

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita