Berlibur ke Pantai Mirota Pulau Galang (Barelang)

Sabtu Minggu 29-30 Juni 2013, kurang lebih seminggu sebelum memasuki awal puasa, saya sekeluarga bersama teman-teman dari Alumni RISMABA berlibur ke Pantai Mirota Pulau Galang. Berikut ceritanya:

Keluarga Besar Rismaba

Sabtu siang itu  hari mendadak gerimis hujan. Senang gak senang sih soalnya sudah  lama juga Batam tidak diguyur hujan. Apalagi dalam satu minggu terakhir ini kami warga Batam dan sekitarnya tengah dihebohkan oleh kiriman asap hasil pembakaran hutan di Riau daratan. Hujan ini tentu saja akan menetralisir udara sehingga kembali bersih tanpa asap. Nggak senangnya, hari itu kami sekeluarga akan pergi berlibur ke Pantai Mirota. Hitung-hitung belum masuk ke bulan puasa.
 

Chila berkali-kali minta cepat-cepat berangkat. Bolak-balik keluar masuk rumah sambil terus menanyakan kenapa ayahnya tak kunjung pulang. SMS dari ayahnya Chila pun muncul, katanya tercegat hujan lebat di jalan. Mungkin berteduh terlebih dahulu karena hingga jam dua siang belum juga datang. Duh kasihan. Padahal si Ayah sudah membeli kue ulang tahun Chila. Gimana bawanya kalau hujan lebat begitu.

Berulang kali pula Chila menanyakan tentang kue ulang tahunnya. Begitu dijawab sudah dibeli ayahnya, dia terlihat senang dan melompat-lompat. Padahal ulang tahunnya sih sudah kelewat. Tanggal 16 Juni kemarin, Cuma sebelum dan pas hari H-nya ketika ditanya-tanya, Chila ternyata gak minta apa-apa, jadi ya sudahlah Ayah bundanya pun pura-pura biasa aja. Chila cuma nanya kenapa orang-orang tidak datang untuk mendoakannya. Duuuh jadi sedih dan nyesel dengarnya.

Jam dua lewat 10 menit akhirnya si ayah tiba di rumah. Setelah selesai packing, secepat kilat kami meluncur ke daerah Dapur Duabelas. Loh? Iya karena acaranya bukan acara kami sendiri melainkan acara dengan teman-teman arisan. Nah kumpulnya di Dapur Duabelas, tepatnya di Yayasan Al-Barkah dimana kebanyakan guru dan pengurus Yayasannya adalah ibu-ibu dan bapak-bapak anggota perkumpulan arisan ini.
 

Sekitar 15 menit saja kami sudah sampai di Dapur Duabelas. Setelah semua teman-teman berkumpul dan mobil jemputan datang, kami segera berangkat. Total ada 4 mobil. Dua mobil sewaan sejenis elf dan dua mobil lainnya milik Uda Zulkarnain dari Batam Centre dan A Soleh dari Dapur Duabelas. Keduanya merupakan pentolan di kelompok arisan kami. 

Villa tempat kami menginap

Sebenarnya anggota kelompok arisan ini adalah para alumni pengurus RISMABA (Remaja Mesjid Al Quba) Perumahan PJB Batu Aji Batam yang tetap menjalin silaturahim walaupun sudah tidak lagi aktif sebagai Remaja Mesjid karena sudah berkeluarga dan tidak lagi tinggal di kawasan perumahan tersebut. Sedangkan saya bukan anak Rismaba, hanya saja ikut bergabung karena tertarik melihat kekompakan mereka dalam menjalin silaturahim.

View Villa Ibu-Ibu dari Villa Bapak-Bapak

Setelah  1,5 jam perjalanan ke arah selatan menyusuri Jalan Raya Barelang, jalan lintas antar pulau, akhirnya kami tiba di Pantai Mirota Pulau Galang. Dari sebelah kanan Jalan Raya Barelang terlihat bilboard yang bertuliskan Pantai Mirota. Begitu belok di kanan kiri terlihat tanah merah dan beberapa alat berat pertanda lokasi ini masih sedang dibangun dan tanahnya diratakan. Tak sampai 5 menit jalanan langsung menukik tajam ke pemberhentian sementara yang sangat dekat dengan tepi laut. 

Anak-anak langsung menuju kasur

Rombongan kemudian masuk ke Villa yang jaraknya kurang dari 50 meter ke arah kanan dari pemberhentian mobil tadi. Ternyata di area ini sudah berjejer villa-villa dengan bangunan tembok permanen. Di depannya berdiri gazebo-gazebo (dalam bahasa sunda diebut saung) yang digunakan pengunjung untuk duduk-duduk menatap laut. Di sebalahnya ada taman bermain untuk anak-anak dengan berbagai alat mainan seperti jungkit-jungkitan dan ayunan. Agak jauh ke sebelah kanan lagi villanya berupa bangunan rumah panggung yang terbuat dari kayu. 


Beres-Beres Barang Bawaan

Villa kami terletak di lantai 2. Kami menyewa dua villa sekaligus. Para ibu dan bapak dipisah dengan menempati villa yang bersebelahan. Sedangkan anak-anak bebas boleh ikut siapa saja. Boleh di villa ayahnya boleh juga di villa ibunya.

Para ibu menempati Villa  dengan 2 kamar, 1 ruang makan, 1 ruang keluarga, dan 1 toilet. Lumayan muatlah untuk menampung 9 orang ibu-ibu plus 2 gadis serta 16 orang krucil yang lucu-lucu. Meskipun semua gelaran tikar di kamar dan ruang depan (ruang keluarga).

Anak-anak langsung pada kabur ke pantai
Chila

Husna

Icha

Begitu datang anak-anak langsung berlompatan di kasur, ceria khas anak-anak. sebagian lagi langsung melarikan diri ke pantai yang letaknya persis di depan villa. Termasuk juga Chila yang masih berpakaian lengkap. Sedangkan ibu-ibu langsung berbenah, beres-beres merapikan bawaan yang seabrek. Mulai dari kompor, rice cooker, wajan, panci, dan kawan-kawannya. Sayang sekali memang, di villa ini tidak ada dapurnya padahal bagi rombongan seperti kami sangat berguna sekali demi menekan budget. Selain itu supaya kita bisa punya ruangan khusus untuk masak tanpa khawatir masakan dan kompor disenggol anak-anak yang berlarian. 

Bakar Ayam untuk Makan Malam

Alhamdulillah beres-beres kelar, tinggal menyiapkan makan malam. Hihi entah saya lagi ngapain ya yang jelas tau-tau menu makan malam sudah siap terhidang di meja.Oalaaah  Mbak Yuli, Uni Vera, Citra, Winda, dan yang lainnya memang cekatan. Menu ayam bakar pun siap disantap. Apalagi ditambah sambal buatan Mbak Dewi yang cihuy Mantaaap! Hingga Uda Zulkarnain dan A Soleh saja minta tambah berkali-kali.

Makan Malam

Malam semakin merayap. Setelah acara kumpul-kumpul membahas keberlangsungan perkumpulan arisan ke depan, tiba giliran acara bebas. Saya, suami, dan Chila memilih bermain-main di dekat pantai. Chila asyik main ayunan sedangkan Saya dan suami melipir ke sebuah cafe di tepi laut. Duduk berdua di bangku sambil mendengarkan kecipak ombak. Kerlip lampu dari pulau-pulau di sebrang serta kapal-kapal cargo yang sedang sandar menambah romantis suasana. Beberapa saat kami berdua duduk terdiam. Hening menyimak suara-suara alam.

Ah, Saya merasa de javu, mengingat-ingat lagi apakah ini pernah terasakan oleh saya di masa lalu? Rasanya suara ombak itu telah membawa lamunan ini ke 13 tahun yang lalu, dikala berbaring tenang di sebuah dermaga di sebuah pulau kosong di sekitar Pulau Bintan. Dikala menyimak hembusan angin dingin serta menatap terang bulan yang tenang mengambang di awang-awang. Hanya saja di sini bulan tak tampak lagi. Telah tergantikan kerlip bintang yang semakin malam semakin menerang.

Menghitung Bintang

Subhanalloh ada sekilas haru dalam hati. Entahlah, seandainya waktu berdiam diri, merenung, dan mendengarkan suara alam ini lebih lama lagi, mungkin akan memberikan efek lain ke dalam jiwa-jiwa kami. 


Suara hening tergantikan suara tangis Chila yang katanya mencari-cari Ayah dan Bunda. Padahal tempat ayunan Chila terlihat jelas dari tempat kami duduk-duduk.Begitu pun Chila dari awal dia sudah tahu kalau kami memang berasa di teras cafe.

Jam 10 malam, kami beranjak dari pantai. Jam segitu Chila harus sudah tidur. Jadi kami langsung menuju ke villa masing-masing. Di dalam villa, rupanya  sebagian besar anak-anak sudah pada tidur. Setelah berganti-ganti tempat dari kamar satu ke kamar lainnya, lanjut pindah ke ruang keluarga, kemudian kembali ke kamar, akhirnya Chila dan Saya menemukan posisi yang pas untuk tidur. Hihi maklum kavlingnya harus dibagi-bagi dengan yang lain. Tapi tetap enjoy menikmati kebersamaan.

Pantai Mirota
Senam Pagi


Keesokan harinya setelah selesai sarapan, kami menuju ke pantai untuk senam. Ibu-ibu dan bapak-bapak turun semua untuk melakukan senam otak. Saya sih gak ikutan. Cuma kebagian jeprat-jepret aja mengabadikan momen lucu-lucuan tersebut.

Saya, Suami, dan Chila


Hujan Mengguyur Teras Cafe

Selesai senam, rintik hujan tiba-tiba saja turun. Semua berlari ke gazebo-gazebo yang berada di pinggir pantai. Namun lama-k44elamaan hujan makin menderas. Saya, suami dan Chila akhirnya berlari ke arah café. Namun ternyata beberapa menit kemudian hujan bukannya reda namun tambah parah. Angin semakin kencang serta petir meggelegar. Kami yang duduk di halaman akhirnya pindah ke dalam café. Sukses dua jam menunggu hujan reda tanpa melakukan apa-apa. Hanya bergantian memeluk Chila yang ketakutan.

Setelah hujan reda, akhirnya kami kembali ke Villa. Chila yang sudah tak sabar ingin segera memotong kue ultahnya berulang kali menanyakan kapan kuenya akan dikeluarkan dari kulkas. Anak-anak yang lain pun menanyakan hal yang sama. Ya sudah mumpung lagi kumpul semua, maka kue dikeluarkan dan dibawa ke villa bapak-bapak. Di sana tempatnya lebih luas dengan balkon menghadap ke pantai.

Pengunjung mengubur diri di pasir

Hari pun mulai membaik. Langit mulai cerah dan matahari tampak menyinari. Hujan yang seakan tiba-tiba saja ditumpahkan dari langit tadi pagi kini tak bersisa sama sekali. Pengunjung mulai ramai berdatangan. Pantai semakin penuh dengan beragam usia. Mulai anak-anak , remaja, ibu-ibu, bapak-bapak, bahkan nenek-nenek.

dari Ki-ka Winda, Citra, Uni Vera

Semakin siang pantai semakin  penuh. Chila dan ayahnya mulai menceburkan diri ke laut. Ibu-Ibu pun tak mau kalah. Dengan jilbab lebar berkibar-kibar, mereka tetap menceburkan diri ke laut. berendam dan berenang. Terlihat ceria seperti anak-anak. Ah pantai memang milik semua orang kan? Senangnya memperhatikan mereka tertawa lepas dan bercanda-canda.


Puas berenang, semua bergiliran antri untuk bersih-bersih. Untung saja Chila dan ayahnya yang pertama kembali ke villa jadi air masih cukup setelah itu tiba-tiba saja mati air. Hingga sebagian ibu-ibu malah mandi menggunakan air galon. Hehe sambil guyur badan bisa sambil minum sekalian tuh :)

Chila dan Ayahnya

Selepas makan siang dengan menu sea food seperti ikan dan kepiting yang benar-benr nendang di perut, kami mulai berbenah untuk pulang. Dasar ibu-ibunya rajin kali ya, dalam sekejap villa sudah bersih rapi seperti awal kedatangan. Padahal biasanya pengunjung asal tinggal saja kalau sudah seesai menginap.

Sekitar jam 3 sore akhirnya mobil jemputan datang. Kami pun segera menuju area parkir. Tak disangka ternyata parkiran saat itu sangat penuh sekali. Mobil carteran tak bisa jemput kami ke bawah. Letak pantai mirota yang berada di balik bukit menjadikan lapangan parkirnya berada di beberapa titik. Tersebar berundak-undak seperti undakan swah di pegunungan. Jadi area paling bawah yang terdekat dengan pantai hanya untuk menurunkan dan menaikkan penumpang saja. Tidak boleh digunakan untuk tempat parkir demi mengurangi kemacetan yang kerap terjadi di musim liburan seperti ini.

Kami yang menunggu di parkiran dekat pantai terpaksa harus berjalan kaki beberapa puluh meter ke atas untuk menaiki mobil yang sudah menunggu di parkiran atas. Sedangkan jalan yang kami lewati lumayan menukik tajam sementara hilir mudik kendaraan lumayan padat.

Sekitar jam 4 sore kami tiba di Dapur Duabelas, nongkrong sambil ngobrol-ngobrol di bawah rindangnya pohon sambil menghabiskan sisa makanan yang dibawa dari pantai Mirota. Setelah itu kami kembali pulang ke rumah-masing-masing.

Alhamdulillah liburan kami lancar dan semakin mengeratkan tali persaudaraan ini. Berharap suatu waktu kami bisa liburan bersama lagi.

Semoga.

7 komentar :

  1. Balasan
    1. Alhamdulillah Mbak, lumayan seru apalagi digerecokin anak-anak yang comel-comel :)

      Hapus
  2. Aih asyiknya pengalamannya. Chila ... senang ya dapat kue ultah walau telat. NAmanya anak2 ya mbak. Saya saja masih senang kalo dikasih kado meski telat hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah Mbak malah emaknya nggak nyadar klo anaknya pengen tetap dirayain :D Alhamdulillah walaupun telat Chila punya kue ultah juga :D

      Hapus
  3. Chila seneng banget tuh... banyak kawannya ^^ sama kayak Emaknya :p
    Foto mbak yg mana? *pelototin poto Keluarga Besar Rismaba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya itu tuh yang pakai rok hitam kerudung hitam ada bunganya. Manis kaaan? *Plaak! :D

      Hapus
  4. bisa minta no tlp utk booking villanya?

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita