Pulau Bukit, Batam |
Pulau Bukit berjarak sekitar 15 menit berkendara dengan menggunakan pompong (perahu motor) dari Pulau Batam. Tepatnya mulai menyebrang dari Jembatan II Barelang. Dari kejauhan Pulau Bukit tampak seperti bukit yang mencuat dari permukaan laut. Mungkin sebab itu penduduk lokal menyebutnya dengan nama Pulau Bukit.
Seperti biasa, saya dan teman jalan-jalan saya yakni Erni, Melan, dan Ipung berniat untuk kemping di pulau-pulau kosong tak berpenghuni di sekitar Pulau Batam. Pulau-pulau hinterland Batam yang jumlahnya mencapai ratusan, sayang kalau tidak di-explore dan dinikmati keindahannya.
Ketika saya mengusulkan untuk kemping di Pulau Bukit, ketiga teman tersebut langsung setuju. Maka pada suatu libur akhir pekan, setelah saya meminta izin dan berpamitan pada suami, kami berempat berangkat menuju Pulau Bukit dengan titik kumpul di Simpang Barelang kawasan Tembesi Batam.
Beruntung ada bis damri dengan rute Jodoh - Sembulang yang dapat kami naiki dari simpang tersebut menuju Jembatan II Barelang. Walaupun menunggu bis damri ini sangat lama dan membosankan, namun saya tetap yakin bis akan datang. Sama seperti keyakinan saya dulu saat menunggu jodoh yang tak kunjung datang. Haha. Benar saja, damri berwarna putih bergaris tengah biru itu datang. Tak lebih dari 10 menit bis sudah berhenti. Saat itu kami membayar ongkos sebesar tujuh ribu rupiah per orang.
Setelah mengangkat menyelempangkan daypack dan keril ke punggung masing-masing kami pun berjalan menuju pelabuhan di tepi laut. Di sana mulai menawar pompong untuk menuju Pulau Bukit. Lupa entah berapa namun masih kurang dari 100 ribu rupiah untuk pulang pergi. Setelah sepakat kami pun menaiki pompong dengan wajah sumringah. Yes, the journey will begun.
Deru suara mesin pompong seakan menyublim di udara. Membelah ketenangan perairan yang kami lalui. Ombak tampak seperti riak dan kecipak. Bergerak dalam nada simfoni alam yang menyambut perjalanan tamasya 4 wanita. Ah ya, menemukan suasana seperti ini terasa de javu. Seakan pernah suatu saat dulu saya berdiri tenang di haluan kapal sembari menghirup dalam-dalam bau amis laut yang menguar ke udara. Setangkup kerinduan pada gunung mulai terwakili oleh hawa laut yang hangat dan bersahabat.
Deretan pohon kelapa dan sejumput pasir putih telah tampak dari kejauhan. Semakin dekat semakin jelas terlihat. Pompong merapat. Menyampaikan harap kami untuk menikmati 24 jam ketenangan pulau tak berpenghuni bernama Pulau Bukit.
Merapat Mendarat di Pulau Bukit
15 menit kemudian pompong merapat dan menepi. Sebelum Si Bapak tekong pompong berbalik arah kami berpesan untuk dijemput keesokan hari tepat jam 10 pagi. Nomor telponnya pun kami simpan baik-baik. Berjaga-jaga jangan sampai pengalaman sewaktu di Pulau Mubut terulang lagi. Pompong kami tak datang menjemput. Mungkin karena kami sudah bayar duluan atau mungkin juga ia kelupaan. Nah kali ini ongkosnya sengaja tidak dibayarkan terlebih dahulu, alih-alih dia lupa menjemput, kalau sama piutang tentu nggak akan lupa menagih :D
Saat kami melompat ke daratan Pulau Bukit dan menginjakkan kaki di pasir, pantainya terlihat kotor oleh pelepah pohon kelapa yang berjatuhan. Namun kotor tersebut karena proses alami, sungguh tidak sama sekali mengganggu fikiran. Biarlah seperti itu, alam tahu cara membersihkan kembali dirinya sendiri. Karena pelepah akan melapuk lantas larut dalam ombak. Atau ia akan menepi ke darat luruh terserap pasir dan tanah, menjadi humus bagi tumbuhan-tumbuhan yang ada di sekitar pantai.
Kami kemudian mencari lokasi untuk membuat kemah. Lokasi yang cocok ternyata berada di bawah pohon kelapa yang tidak berbuah. Setelah itu mengeluarkan bekal makan siang, menggelar matras, menata air minum, merapikan barang-barang sambil mendengarkan alunan musik dari MP3 player yang saya pinjam dari suami. Bukan MP3 player saja yang saya pinjam, tapi perlengkapan lainnya juga seperti kompor trangia dan wadah telur. Begini enaknya sudah menikah, properti pribadi menjadi milik bersama :D
Sore hari laut surut. Saya dan Erni sengaja pergi jauh ke tengah menghampiri tepi air laut untuk berburu foto. Dan apa yang kami temukan benar-benar membuat kami terkagum-kagum. Di antara genangan air laut yang tersisa di atas lumpur, terdapat berbagai macam keragaman terumbu karang. Sengaja saya memotretnya satu per satu berharap dapat menemukan nama spesies terumbu karang ini suatu saat. Atau setidaknya menjadi kenangan bahwa di kawasan ini ternyata banyak terumbu karang yang unik yang mungkin beda dengan pulau lainnya.
Surut |
Kami berjalan hati-hati agar tidak menginjak terumbu karang. Karena jika habitatnya terganggu, maka terumbu karang akan lekas stress dan mati. Terlebih laju pertumbuhan terumbu karang hanya sekitar 1 cm per tahun. Sungguh lama. Keburu saya kaya raya masuk surga.
Selain berburu terumbu karang, kami pun berburu kepiting yang mulai bermunculan di sekitar lumpur yang kami injak. Meskipun tidak mempunyai peralatan untuk menangkap kepiting, kami teringat cara menangkap kepiting sewaktu kemping di Pulau Mubut, yakni dengan menggunakan sendal jepit. Caranya dengan menjepitkan sandal kanan kiri ke badan kepiting setelah itu dimasukan ke kantong keresek. Meskipun diselingi oleh jeritan takut tercapit :D
Semula semuanya tampak baik-baik saja dan menyenangkan. Namun kemudian keadaan menjadi kacau saat kepiting dalam kantong kresek mengamuk mencapit-capit kresek hingga robek. Sebagian kepiting berjatuhan lalu kabur bersembunyi kembali ke dalam lumpur. Sebagian lagi bertahan karena tertindih kawannya yang paling atas yang gencar dan aktif hendak melancarkan serangan jurus capit ke tangan kami. Namun naas bagi mereka, takdir telah ditentukan, keputusan telah ditetapkan, sekresek kepiting akan menjadi santapan lezat kami malam itu. Buahahahaha….ketawa senang.
Mirip dada atau punggung? :D |
Mirip kodok/katak |
Malam yang Horor
Kepiting sedang direbus, sambil menunggu rebusan matang, kami ngemil mie goreng dan ternyata kekenyangan. Semua tidak berminat untuk pesta kepiting. Waduh. Akhirnya rebusan kepiting kami simpan di luar tenda dengan diikat sekuat mungkin dan digantungkan di dekat pohon. Biarlah kepiting menjadi menu sarapan esok pagi.
Posisi akhir tenda |
Angin berhembus kencang. Pohon-pohon berderak-derak menyuarakan aroma horor ke dinding tenda. Saking kencangnya angin tersebut, frame tenda patah dan tenda jadi doyong sebelah. Padahal kami sudah memindahkan tenda dari tepi laut jauh ke darat karena air pasang dan angin kencang sebelumnya. Dan kalau satu framenya lagi patah, bisa-bisa kami tidur sesak berselimutkan atap tenda. Frame patah yang terbelah dua lalu diikat menggunakan tali rafia, lumayan tenda bisa berdiri lagi meski miring. Semoga saja angin lekas mereda.
Kami berempat berkumpul dalam tenda sambil bercerita ngalor-ngidul demi mengusir rasa takut yang mulai menyelinap. Rasa yang hadir secara manusiawi. Kami hanya berempat, perempuan pula, apalah jadinya para perempuan ini jika terjadi sesuatu yang menyeramkan. Takut ada perompak atau binatang buas yang tidak kita ketahui asalnya darimana.
Tiba-tiba muncul suara-suara aneh selain hembusan angin di luar tenda. Suara berisik lalu terdiam lagi. Suara benda-benda dan kresek yang dikoyak. Duh horor. Suara apa itu? Kami saling pandang. Tak ada satu pun dari kami berniat keluar tenda. Hanya terdiam menyimak suara-suara aneh yang datang silih berganti. Bukankah ini pulau kosong? Bukankah pulau ini tidak ada penghuninya? Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam hati.
Setelah menyimak suara di luar dengan baik-baik, akhirnya teka-teki pun terkuak. Ngik.. ngik… ngik (eh gimana sih menirukan suaranya? Haha) saya mengenali suara tersebut adalah suara tikus. Oalaaah. Sudahlah lelah dan deg degan. Baiklah tikus, kami tidur aja, silahkan berpesta menikmati kepiting dalam kresek yang ternyata kalian curi. Bye tikus. Kami pun merebahkan badan, tidur lelap dan bermimpi indah.
Keesokan paginya kami terbangun tatkala suara adzan di pulau sebelah lamat-lamat terdengar. Gemanya berpadu dengan debur ombak yang masih pasang. Setelah melaksanakan sholat subuh bergantian, kami mempersiapkan sarapan dan bekal trekking ke puncak Pulau Bukit.
Jam setengah tujuh pagi, dimana embun masih bergelayut di ujung-ujung daun, kami menerabas ilalang dan rumput pakis yang lebat demi membuat jalur ke atas bukit. Sesekali balik mundur dan membuka jalur baru lainnya dengan menyamping ke sisi kiri atau kanan. Tidak ada golok apalagi parang, hanya tangan-tangan lentik kami yang bekerja menyingkap ilalang setinggi badan. Hingga telapak tangan terasa kasar dan mengeras.
Saat membuka jalur, paling mudah ketika di hadapan vegetasi berupa rumpun-rumpun pakis, tinggal diduduki atau membelakanginya sambil merebahkan diri ke belakang. Rumpun pakis pun rata seketika. Teknik ini lebih efektif jika ada teman kita yang badannya gendut, tinggal digelindingi ke atas ke bawah seperti bola, Insya Allah jalur langsung rata. Hahaha.
Tiba di puncak Pulau Bukit kami beristirahat sejenak. Menikmati pemandangan ke arah Jembatan Barelang yang cukup jelas terlihat. Pemandangan ke sisi lainnya masih rimbun dan hanya bisa dilihat dari balik pepohonan dan tumbuhan perdu yang tinggi.
|
Erni dan Ipung saat beristirahat |
Sekitar 15 menit beristirahat, kami memutuskan untuk turun. Sesekali kaki terantuk batang pakis dan rerumputan. Namun kami tetap bahagia, misi menginjakkan kaki di puncak Pulau Bukit terlaksana. Setidaknya ini sedikit memupus kekecewaan kami saat tidak dapat mengunjungi sebuah bukit di Pulau Bulan karena pulau tersebut dikuasai oleh perusahaan swasta dan orang biasa tidak diperbolehkan masuk ke pulau tersebut.
Air laut masih pasang. Saya, Ipung dan Melan kemudian berenang-renang. Berteriak-teriak sepuasnya. Membuat piramida dan berkali-kali harus terjatuh dan tercebur ke dalam air karena licin. Bahagia rasanya bisa sebebas itu. Bahagia bisa berada jauh dari rutinitas pekerjaan yang membosankan. Bahagia bisa berada di tengah-tengah sahabat terbaik saya. Dan bahagia bisa tetap diijinkan suami untuk kelayapan main ke pulau-pulau :D Lebih bahagia lagi ketika sebelum jam 10 suara pompong terdengar mendekat, pertanda kami akan kembali dengan selamat.
Tamat :D
"Eh bohong kamu Kak?"
"Kenapa memangnya?"
"Itu judulnya berakit-rakit ke Pulau Bukit, tapi nyatanya naik pompong,"
"Ah sudahlah, biar berima aja judulnya :D"
Waah terumbu karangnya itu unik-unik ya. Itu yang warna hijau cantiiiik.
BalasHapusBtw asyik juga makan bareng seperti di foto itu, terasa nikmatnya :D
Iya Mbak, aku jadi suka banget nih motoin terumbu karang.
HapusWaduh kerenn kali ini para srikandi berpetualang, itu makhluk makhluk lautnya unik unik ya teh, mau lah nge camp disana hihihi seruu kayaknya tuh
BalasHapusAsaaad, ayo kemping di Pulau Bukit. Kalau di tepi pantai yang surut saja terumbu karangnya kayak gini apalagi yang agak ketengah, kayaknya bagus-bagus. Yok sekalian snorkeling.
Hapusdulu kami ke pulau bukit juga tapi ga naik, ga tau pulaunya sama atau nggak dengan yg ini, karna ga ada foto pulau bukit dari jauh jadi ga ngenalin, btw bisa juga ya buka jalur tanpa parang
BalasHapusooww pulau bukit toh namanya ini..kalo dari pantai setokok.. pulau ini selalu bikin penasaran hati untuk kesana....
BalasHapusYok kapan-kapan kita ke sana Kak Sarah.
HapusAku mau nyobain pake Pompong Mbaa, kayanya seru banget perjalanannya ituh. Ajak2 aku ke sana yaaa!!
BalasHapusBtw itu ngeliatin yang motret khusyu banget hihiii.
Potonya keren2 uy
Sini Teh doain aku dapat proyek tour travel ya biar bisa undang blogger luar haha.
HapusMantaap
BalasHapusSip Mama Queen.
Hapusitu teman yang digelundungkan biar langsung rata itu siapa ? Menatap nanar badan yang berlemak disana sini, seruuuuu cewek semua
BalasHapus*nganuuu Mbak, mmmm.... Kak Danan buahaha :D
Hapuswah, seru banget mbak..aku terakhir kemping jaman kuliah dulu :D
BalasHapusIya Alhamdulillah pengalaman seru, dan masih dibolehkan kemping oleh suami.
HapusWah berani ya ke situ Mbak Lina, itu tak ada cowok yang jaga ya.?
BalasHapusNggak ada Mas.
HapusHayyah, Mba, fotonya kece2 semua. Semakin sering main ke sini, semakin menggelegak nih keinginan untuk traveling spt dirimu. Asyik banget, yak? Mana cewek semua lagi. Keren!
BalasHapusYeyeye lalalala....haha ayo Kak Al, kita kemon.
HapusIni baru namanya my trip my adventure mba salut sama keberaniannya camping di pulau tak berpenghuni
BalasHapusHaha iya ya. Sayang dulu nggak ada istilah itu :D
Hapusnganga lihat terumbu karangnya bagus banget :D jadi pengen ke Pulau Bukit
BalasHapusYook ke Pulau Bukit Mbak.
HapusPulau Batam banyak sekali tawaran pemandangan indah ya mba. Pemandangan bukitnya, menyenangkan sekali :)
BalasHapusIya Mbak banyak tempat kece yang belum terjamah.
HapusIih, keren berkemah di pulau tak berpenghuni. Seru plus degdegan kali yak. Itu foto kepitingnya yang warna merah? Cantik banget ... itu kepiting? Xixixi..penasaran..
BalasHapusIya Mbak ini kepiting. Banyak banget yang kayak gini.
Hapusbeuh... Aku suka suasana tenang kayak gini teh
BalasHapusKenapa kamu telat 10 tahun ke Batamnya Sil? Haha. Seharusnya kita seangkatan :D
HapusHahaha... kocak nian dikau teman.
BalasHapusYang ini aku suka :
"Teknik ini lebih efektif jika ada teman kita yang badannya gendut, tinggal digelindingi ke atas ke bawah seperti bola, Insya Allah jalur langsung rata"
Mencapai puncaknya ketiba tiba di:
"Eh bohong kamu Kak?"
"Kenapa memangnya?"
"Itu judulnya berakit-rakit ke Pulau Bukit, tapi nyatanya naik pompong,"
"Ah sudahlah, biar berima aja judulnya!"
Sakit perut aku, kakaa...
Lanjutkan!
Hihi...hasyeeek ada yang baca benar-benar tulisanku.
HapusSudah lama aku ga camping. Terakhir kali camping di sebuah pulau malah bener2 dapat cerita horor. Untung aja kawan2ku saat itu orang2 yang tabah :D
BalasHapusWaah mana ceritanya Mas Yop? Bagi linknya :D
HapusAkhirnya kepitingnya jaid rezeki para tikus, ya hehehe
BalasHapusHaha....nah itu kesimpulannya Mbak :D
HapusAih..asyiknya bener pemandangannya mbak. Saya belum pernah nyentuh pulau Sumatera sama sekali euy. Semoga suatu hari bisa ke sana :)
BalasHapusMba ajakin aku lah kalo mo keliling pulau lagi, aku stay di Batam ni,dan pengen banget keliling pulau, tapi ga ada temennya.
BalasHapus