Bersenang-Senang di Pulau Ngenang

Pulau Ngenang
Pulau Ngenang (tengah tanda putih) di antara Batam dan Bintan


Langit teramat mendung, angin yang berhembus kencang seakan memicu ombak untuk semakin tinggi, tinggi, dan meninggi.  Perahu motor atau yang sering kami sebut pompong yang sedang kami tumpangi terombang-ambing dimainkan gulungan ombak yang tidak menentu. Mesin perahu yang bising sudah dimatikan bermenit-menit lalu semakin mempertegas suara kecipak ombak yang kian tak menentu. Menganyun pompong ke sana kemari tak tahu arah yang dituju.


Wajah kami pucat, sepucat bulan yang muncul pagi tadi di tepian dermaga Pulau Anak Lobam. Pulau yang setengah jam lalu kami tinggalkan. Dada kami gemuruh oleh rasa waswas takut tenggelam di lautan luas. Dari tujuh orang penumpang pompong, tak ada satu pun dari kami yang pintar berenang dan tak satu pun yang mengenakan pelampung. Klop, paduan yang sempurna untuk sebuah kejadian fatal yang dapat berujung kematian karena tenggelam di lautan. Maka, jika nasib buruk menimpa, sungguh ajal telah telah membayang di pelupuk mata.


Di kejauhan, mulai tampak terlihat sebuah pulau dengan pepohonan kelapa melambai-lambai. Lelaki paruh baya yang menjadi juru mudi pompong mengatakan bahwa pulau itu disebut Pulau Ngenang. Karena cuaca semakin tak bersahabat, ia menyarankan kami mampir ke Pulau Ngenang. Ia lantas menyalakan mesin pompong dan dengan seluruh kemampuannya mengarahkan laju pompong, menerjang ombak yang masih mengganas tak beraturan menuju Pulau Ngenang. Sepuluh menit kemudian kami bernafas lega. Pompong berlabuh dan kami segera menaiki pelantar pulau yang langsung tersambung dengan rumah penduduk. 

***

Kenangan Pertama pada Pulau Ngenang


Peristiwa itulah merupakan perkenalan pertama saya dengan Pulau Ngenang. Pulau cantik yang langsung memikat saya karena kehidupan penduduknya yang tenang, lingkungannya bersih, rumah-rumahnya rapi, dan pepohonan yang tumbuh di sekitar pulau tampak lebat, rindang, dan menyejukkan. Terutama deretan pohon kelapa di sisi kanan-kiri jalan jika difoto tampak photogenic atau kalau dalam bahasa kekinian bisa dibilang sangat instagramable.


Pulau Ngenang dapat dikelilingi keseluruhannya hanya dengan berjalan kaki. Jalan umum yang menghubungkan bagian ujung-ujung pulau pun bisa ditempuh dengan menaiki sepeda. Ah ya, saya jadi berfikir kenapa penduduknya tidak menyediakan sepeda untuk para pendatang yang ingin melihat-lihat keseluruhan pulau dengan lebih cepat. Seandainya ada, mungkin akan banyak orang yang tertarik untuk datang dan datang lagi. Apalagi Pulau Ngenang pun mempunyai pantai yang berpasir putih yang dapat diakses dengan sekedar berjalan kaki ataupun bersepeda.


Terletak diantara Pulau Batam dan Bintan,  Pulau Ngenang kerap menjadi tempat persinggahan para nelayan yang akan menuju dan atau kembali dari Batam dan Bintan. Pada tahun 2012 Pulau Ngenang dan Pulau Tanjung Sauh yang terletak disebrangnya, diusulkan untuk masuk ke dalam wilayah FTZ sehingga dapat dibangun jembatan penyebrangan yang akan menghubungkan Batam dengan Bintan. Bertahun-tahun berlalu, hingga kini pembangunan jembatan mandeg di tengah jalan. Tanya kenapa? Entahlah.


Seperti namanya, Konon Ngenang ini bermakna mengenang atau terkenang. Maka saya pun demikian adanya. Semakin lama semakin terkenang dan ingin kembali ke Pulau Ngenang. Hingga tiba di suatu waktu ada seorang calon pengusaha meminta pendapat saya dan teman-teman untuk merekomendasikan pulau mana yang berpotensi untuk dikembangkan dan dijadikan destinasi wisata. Tak menunggu waktu lama untuk berfikir saya langsung menunjuk Pulau Ngenang sebagai salah satu destinasi percontohan.


Maka, rombongan survey pun beramai-ramai berkunjung ke Pulau Ngenang. Bersenang-senang, bermain-main di pantai, mengelilingi keseluruhan pulau dengan menyisir tepiannya dan juga menyusuri jalan-jalan kampung yang bersih dan rapi. Di beberapa titik terdapat penanda yang diisi pantun yang berisi nasihat-nasihat bijak.

Kedatangan kami disambut baik oleh penduduk dan dijamu dengan hidangan khas melayu yang hampir seluruh menunya kecuali lalapan dan nasi, lainnya sea food. Ada ikan asam pedas, ikan pari bakar, rebus kapis, goreng udang, ketam, serta gonggong, sejenis siput khas perairan kepulauan Riau.


Seperti yang telah saya sebutkan di atas, Pulau Ngenang memang sangat berpotensi untuk dijadikan destinasi wisata terutama yang berhubungan dengan wisata bahari.Secara ekonomi tentu hal ini akan berdampak positif terhadap peningkatan taraf hidup penduduk pulau. Ekonomi akan menggeliat. Dan roda ekonomi di pulau yang cenderung stagnan secara perlahan akan melaju.


Sungguh sangat disayangkan, entah karena kurang penanganan yang profesional atau manajemen yang baik, sepertinya rencana pendirian perusahaan Tour and Travel si pengusaha yang saya temani itu, gagal dilanjutkan. Terbukti hingga kini tidak terdengan lagi kabar dan beritanya.


Note: Foto-Foto menyusul entah keselip dimana filenya. Kalau cuma nyomot di internet sih bisa tapi malas banget karena bukan foto sendiri. 

6 komentar :

  1. Aku punya foto-foto Pulau Ngenang, teh... mau? hehehehe....

    BalasHapus
  2. sayang banget ya pembagunan jembatannya mandeg gitu aja...

    BalasHapus
  3. Penasaran sama penampakan pulau Ngenang, ditunggu ya teh foto-fotonya, semoga cepat ketemu.

    BalasHapus
  4. Yang aku kangenin dari Batam itu seafoodnya, gonggong, kerang, steamed kerapu, sop ikan sluurp. Gambarannya hampir sama dengan pulau belakang padang ya?

    BalasHapus
  5. kalau bukan karena tulisannya Mbak Lina , aku gak tahu ada pulau bernama NGenang. Ternyata di Indonesia ini banyak pulau yang perlu diexpose ya supaya masyarakat juga lebih mengenal lagi

    BalasHapus
  6. aaa... pingin juga kesana lah teh. penasaran

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita