View dari jalur setelah Tanjakan Cinta |
Tanjakan Cinta telah terlewati. Saya melangkah melintasi jalan setapak yang membelah rerumputan di punggungan bukit. Saat tiba di titik tertinggi mata saya tak berkedip. Di hadapan terhampar luas sebuah padang rumput yang berwarna hijau, kuning, dan ungu. Warna-warna yang bergradasi secara kontras.
Saya menghentikan langkah. Bertahan beberapa saat sambil menyaksikan sebuah sajian alam yang tersuguh di hadapan. Sambil menghela nafas saya terus memuji keagungan Sang Pencipta.
Inilah hamparan savanna Oro-Oro Ombo. Tanah lapang seluas kurang lebih 20 hektar yang diapit perbukitan di sekelilingnya tampak begitu mempesona. Dengan rumpun-rumpun bunga semak yang keunguan serta gundukan-gundukan kecil rumput hijau kekuningan, tempat ini sungguh menyajikan pemandangan yang indah dipandang mata.
Tak hanya saya saja. Semua pendaki yang berbarengan dengan saya saat itu, pun melakukan hal yang sama. Berhenti sejenak dan menatap bentangan alam yang tersaji di hadapan.
Rombongan pendaki mulai menuruni bukit lalu memasuki rumpun-rumpun keunguan. Bagai anak-anak kecil yang menemukan mainannya mereka berlari, menyanyi, selfie, groupie di hamparan bunga-bunga ungu ini. Terlihat takjub dan antusias.
View dari sisi perbukitan |
Banyak yang mengira bunga ungu di Oro-Oro Ombo ini adalah bunga lavender. Namun sebenarnya bukan. Ia adalah tumbuhan semak yang berasal dari Amerika Selatan bernama Verbena Brasiliensis vell. Kemungkinan besar keberadaannya di Gunung Semeru dibawa oleh Junghun, seorang botanist Jerman yang kerap melakukan perjalanan ke berbagai gunung di Sumatera dan Jawa, dan banyak membawa tanaman-tanaman asing masuk ke wilayah Indonesia.
Sekilas bunga ungu verbena ini tampak indah dan cantik, namun karena sifatnya invasif ia bisa mengancam ekosistem di savanna ini. Lihat saja kini sebarannya hampir memenuhi separo Oro-Oro Ombo.
Setelah turun dan melalui jalur yang melintasi padang rumput, saya pun tak ingin ketinggalan ikut larut dalam suasana. Apalagi yang bisa dilakukan kecuali minta difotoin. Minta tolong sana-sini dan menahan malu mencoba meminjam payung pada para pendaki lainnya hanya sekedar untuk action foto-foto. Haha...kapan lagi coba :D
Tumbuhan Invasif sudah hampir memenuhi separo padang rumput |
Puas foto-foto saya pun melanjutkan perjalanan. 15 menit kemudian tiba di pos 4 Cemoro Kandang dengan ketinggian 2500 mdpl. Di sana telah ramai oleh para pendaki yang tiba terlebih dahulu. Meskipun begitu saya tak tertarik untuk beristirahat. Tetap melangkah di jalur menuju pos selanjutnya dengan kecepatan standar.
Dina Kairupan bersama salah seorang putrinya |
Saat berjalan sendiri menyusuri jalur, di hadapan tampak seorang ibu dan seorang anak perempuan berusia kira-kira 12 tahunan. Karena penasaran saya mempercepat langkah dan menyapa mereka. Setelah terlibat obrolan, saya dibuat terkejut. Si ibu yang bernama Dina Kairupan adalah seorang pendaki wanita yang sejak tahun 1986 sudah mulai mendaki gunung di berbagai wilayah Indonesia sendirian. Kini ia mengajak ketiga putra-putrinya untuk turut serta. Ah bahagianya saya bisa bertemu dengan salah satu tokoh pendaki gunung generasi awal.
Setelah berpamitan saya pun melanjutkan perjalanan. Menjelang Pos Jambangan (2600 mdpl) saya bertemu dengan Mas Yanto, porter saya yang selisih waktu satu jam saat awal keberangkatan dari Ranu Kumbolo. Ia bersama rekan-rekan porter lainnya sengaja menunggu para tamunya untuk memastikan bahwa kami sampai dan tidak kenapa-kenapa.
Foto keesokan hari saat dijemput Chila dan ayahnya |
Karena sudah tak terasa capek lagi saya pun berpamitan kepada Mas Yanto untuk melanjutkan perjalanan lebih dulu. Dan tepat jam satu siang atau dua jam perjalanan tanpa beban ransel di punggung, saya tiba di Pos Kalimati (2700 mdpl), pos terakhir menjelang puncak Mahameru.
Indahnya :)
BalasHapusBetul indah sangat, saya saja nggak mau cepat-cepat pergi
Hapusrejeki ya ketemu legenda :D
BalasHapusBetul, sampai sekarang masih bersyukur dengan rejeki yang ini :) bahkan saya sudah berteman di facebook.
HapusCantik banget mak itu buat foto"wuiiihh
BalasHapusXoxo
http://leeviahan.blogspot.com
Ia buat selfie, groupie, bhakan guling-guling sekalian pun tempatnya tetap keren untuk foto2.
Hapuswaaaaaaaaaa itu hebat mb dinanya bawa krucil2nya
BalasHapuspemandangannya bagus ya mak...
Iya betul, takjub aja putra-putrinya tiga-tiganya diajak. Kecintasnnya pada gunung teramat besar Tapi yang dua udah duluan di depan jadi nggak kefoto.
HapusSelalu iri sama orang yang bisa naik gunung maksimal. Huhu. Aku enggak kuat sama dinginnyaaa. Ada masalah sama tulang dan alergi :)
BalasHapusSalam kenal, Mbak ^^
Duh...alergi dingin? Iya nggak bisa naik gunung kalau begitu mbak. Salam kenal kembali.
HapusKangen tempat ini....
BalasHapusBerarti kudu ke sana lagi :D
HapusIndah banget, apalagi kalau ada ternak di sana.
BalasHapusHehe..iya coba ada kuda atau sapi ya
BalasHapusbener2 bikin mata tak berkedip...masih cita2...
BalasHapusSegeralah ke sana Mas sebelum Semeru meletus lagi D
HapusBunga invasif itu semacam cantik2 tapi bikin resek ya mbak hehehe:D
BalasHapusIya Mas, diam-diam menghanyutkan. Cantik-cantik tapi membahayakan :D
HapusSubhanallah mba, aku seneng bgt baca blog mu.. penuh dengan torehan keindahan perjalanan, selagi aku masih blm punya momongan ingin seperti km mengembara sana-sini nikmati keindahan ciptaan Allah.. salam kenal
BalasHapus