Teammate Gunung Tambora

Saat nunggu antrian di counter check in Senai Airport Johor, mata saya mendadak tertuju pada 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan yang menggemblok keril (carrier). Mereka memakai pakain casual dengan keril dan daypack digemblok depan belakang. Mereka memang beda. Pokoknya beda banget sama gaya calon penumpang lain yang bawaannya travel bag, tas jinjing, dan kardus-kardus berlapiskan karung juga lakban. Fikir kami pasti nggak jauh-jauh mereka ini kalau nggak naik ke Gunung Rinjani paling-paling mau ke Gunung Tambora. Wuaaa.... sama dong kayak kami. Mau naik ke Tambora juga.

Pandang-pandang saling memandang. Diantara kami dan mereka hanya saling memperhatikan. Tak ada satu pun yang berani bertegur sapa. Ditambah lagi saya sibuk, mendadak disuruh wara-wiri untuk web check in di mesin dekat pintu masuk. Jadi balik lagi keluar, dan melewati pemeriksaan x-ray. Halaaah. Hingga calon penumpang satu pesawat ludes selesai check in semua, saya masih grasak-grusuk sendirian. Marita teman jalan saya dari Batam, sudah duluan naik ke waiting room sekalian sholat subuh.

Penyebab saya susah web check in adalah karena semenjak 25 Februari 2015 Passenger Service Charge (PSC) alias Airport Tax untuk bandara-bandara di Indonesia dimasukkan ke dalam tiket. Nah karena tiket pesawat ini saya beli hampir setahun lawas jadi airport tax-nya belum masuk ke dalam tiket. Saya dikenakan  surcharge sebesar 150 ringgit. Karena Chila dan ayahnya batal ikut maka yang saya bayar hanya 50 ringgit saja.

Pilot Air Asia mengumumkan bahwa penerbangan Johor Lombok akan ditempuh dalam waktu 2 jam 40 menit. Lumayan bisa bobo-bobo cantik sebentar dalam pesawat. (ih bawaannya molor mulu nih. Jitak kepala sendiri :D)

Pukul 09.40 pesawat landing di Bandara Internasional Lombok. Kali ini saya benar-benar memperhatikan cara landing pesawat. Gara-gara oktober tahun lalu saat naik Garuda landingnya muluuuuus....banget. Nggak terasa ada perpindahan dari udara ke darat. Tau-tau pesawat sudah ngerayap perlahan di landasan. Nah saking terkenangnya jadi mulai suka banding-bandingkan :) Tapi ternyata pesawat Air Asia ini landing agak kasar dan terasa ada hentakan dengan landasan. Sama dengan pilot pesawat lainnya selain Garuda. Kesimpulannya, pilot Garuda memang masih yang terbaik lah.

Menunggu di Bandara Lombok. Foto nyolong dari Facebooknya Haidar :D 
Setelah mengambil bagasi, tiba-tiba ada WhatsApp masuk dari Kang Asep Norman, teman dari Mataram yang akan menjemput dan menyertai kami mendaki Tambora. Kami disuruh menunggu karena ia mendadak harus mengantar temannya ke UGD. Hah ada apa ini? Saya jadi khawatir. Apalagi saat menelponnya berkali-kali pun tidak diangkat. Duuh.


Ketika akan mampir ke toilet kami berpapasan dengan salah seorang cowok yang bawa keril saat check in di bandara Johor tadi. Ia langsung menyapa kami dengan ramah. Namanya Haidar asal Johor. Cerita punya cerita ternyata ia dan rombongannya akan mendaki ke Gunung Tambora juga. Waaaah....senangnyaaaaa. Ia pun menyuruh kami bergabung dengan timnya yang sedang menunggu satu orang lagi dari Surabaya. Saya dan Marita segera menuju hall bandara sedangkan ia lanjut ke toilet. Katanya mau mandi. Duh jadi malu hati. Kami pun belum mandi karena berangkat dari hotel subuh dini hari. Barangkali penumpang satu pesawat tadi kebanyakan pada nggak mandi. Terbukti saya sukses mual-mual saat melewati beberapa cowok di kompartmen pesawat. Mereka mandi nggak sih?

Kami langsung menuju tempat yang ditunjuk oleh Haidar. Bergabung dan berkenalan dengan teman-temannya sambil menunggu jemputan masing-masing. Duduk-duduk nggelosoran di lantai sembari ngobrol dan foto-foto. Tetap dong berselfie dan berwefie bersama belum habis masanya. Narsis di bandara tidak diharamkan kaaan? Puas foto-foto mulai deh sibuk dengan koneksi wi-fi bandara yang hanya satu bar. Upload foto di sosmed sambil ngemil-ngemil gembul.

Karena masih agak jetlag, saya rasanya pengen yang hangat-hangat di perut gitu untuk ngilangin laper dan mual. Untung saja dengan rajin, Marita segera membeli roti O dan hot chocolate di salah satu kedai roti dekat pintu keluar. Duh rasanya enak banget ke perut. Apalagi waktu menunjukkan pukul 12.10 waktunya makan siang untuk Indonesia Bagian Tengah :D Makan siang mendadak terlupakan setelah nyeruput hot chocolate.

Jam setengah dua, handphone berbunyi. Kang Asep menelpon dan mengabarkan sudah berada di parkiran. Setelah pamitan pada rombongan dari Malaysia, saya dan Marita segera cabut menuju pintu keluar. Sempat celingukan dan ragu apakah saya masih mengenali wajahnya setelah hampir 13 tahun nggak ketemu. Namun baru saja keluar dari pintu bandara saya langsung melihat seseorang bergerak mendekat dan tadaaaa....saya masih mengenalinya. Alhamdulillah.

Tiba di mobil saya sempat heran.Ternyata sudah ada 3 orang lainnya yang menunggu. Mereka teman-teman Kang Asep yang akan ikut kami bersama mendaki Gunung Tambora. Horeee....jadi rame. 1 orang lagi naik dari daerah Lombok Timur. Genap kami bertujuh dalam pendakian ini. Nah sodara-sodara sebelum cerita ini berlanjut ke perjalanan mendaki Tambora, ada baiknya kita mengenal satu per satu rekan setim dalam perjalanan ini yuk:


1. Saya sendiri. Lina W. sasmita. Nggak mau kelewat dong mengenalkan diri. Nah saya ini orangnya jatuh cinta banget sama gunung. Sejauh apa pun saya pergi, sepanjang apapun jalan yang saya lalui, sebanyak apa pun lokasi yang saya kunjungi dan seberapa luas laut yang saya sebrangi, gunung adalah sesuatu yang menjadi tumpuan dan tujuan utama. Gununglah yang selalu membayangi mimpi-mimpi. Yang rajin menyambangi setiap imagi. Yang datang dan pergi silih berganti namun terpatri rapi dalam hati. Yang terus menjadi kerinduan pada terang siang dan gelapnya malam. Nah kaan kalau bicara tentang gunung, saya suka mendadak puitis gitu deh. *usap ingus.

2. Marita. Adik angkatan di komunitas Pecinta Alam Cumfire Batam. Asal dari Jogjakarta. Umurnya terpaut 10 tahun lebih muda dibanding saya. Sering kejedot kayu yang melintang di jalur pendakian, pintu mobil, pintu rumah atau sejenisnya. Saya hitung-hitung tak kurang dari tujuh kali ia kejedot terus. Untung jidatnya tahan banting dan antri pecah :D Pulang dari mendaki dan island hopping ini ia mempunyai program perawatan wajah ke salon. Karena e karena wajahnya gosong terbakar sinar UV A dan UV B. udah gitu kasihan, punggung tangannya terkena tumbuhan berduri "jelatang" yang gatal dan sakitnya nggak hilang hingga dua bulan ke depan. *pukpuk Marita. Yang sabar ya :D

3. Asep Norman Tanjung. Nick name di facebooknya Ncep Tanjung. Dan kini diembel-embelin Shelter Adventure di tengah-tengah namanya. Ini dikarenakan ia membuka tempat penyewaan alat-alat mendaki gunung di Mataram. Jadi yang mau mendaki ke Rinjani dan nggak mau ribet bawa barang dari tempat asal silahkan saja menghubunginya di WhatsApp dengan nomor 08175743284. Beliau ini teman lama saya dan jadi host saya dan Marita selama perjalanan ke Tambora. Orangnya baik. Baiiiik banget hingga kami bisa menekan budget seminim mungkin gara-gara ia selalu bayarin. Hahah teman kayak gini nih yang asyik buat diajak backpackeran. Bisa hemat kantong dan gemukin badan. Sering-sering aja ya Kang Asep :D



4. Arief Firmansyah. Teman kuliahnya Kang Asep Norman jaman dulu kala. Seorang seniman Lombok. Orangnya rame, kocak dan supel. Telah mengunjungi sebagian besar wilayah di Indonesia. Ia yang menyetir mobil dari Lombok hingga Desa Pancasila di kaki Gunung Tambora. Mungkin karena kecapekan nyetir, Bang Arief hanya kuat sampai pos 1. Sehingga kami suka tidak suka meninggalkannya di sana selama dua hari. Kayaknya Bang Arief harus ke Tambora lagi dengan menggunakan jalur Doropeti yang menggunakan jeep. Dari pos 3 pemberhentian jeep hanya butuh waktu 1 jam hingga mencapai puncak.

5. Ming Lombok. Adik angkatan Kang Asep di Universitas Mataram. Saya lupa nggak nanya nama aslinya. Tapi Bang Ming ini bahkan di kartu namanya saja tetap menyebut namanya Ming Lombok Rinjani Trekker. Ia kerap menjadi guide untuk pendakian Gunung Rinjani.  Rajin memasak dan cekatan. Selalu  menyiapkan makanan untuk kami tanpa diminta. Banyak ide dan penuh semangat. Meminjamkan saya jas hujan sementara ia sendiri basah kuyup kehujanan. Pendaki emang kudu begitu ya. Penuh rasa empati pada kaum perempuan. Ciyeee....

6. Ayuni Putri Utami. Panggilannya Yuni. Dokter muda lulusan Universitas Andalas Padang yang sedang ikut program internship di sebuah Rumah Sakit di Lombok. Ia yang paling kuat dan jarang ada masalah cedera atau sakit-sakit dalam pendakian. Jarang minum walaupun sudah ditawari berkali-kali. Tiba di Puncak Tambora bersamaan dengan saya.

7. Rizky Rahmaniyah. Pangilannya Kiky. Sama dengan Yuni. Ia juga dokter muda dari Unand yang sedang internship di Lombok. Asalnya dari Jakarta. Saya suka dengan gaya bicaranya yang manja. Kiky sempat kehabisan baju saat hari terakhir pendakian. Jadi mendadak beli baju baru ke supermarket di Dompu :D



Nah itu dia rekan setim dalam pendakian menuju Gunung Tambora. Alhamdulillah dapat rekan setim yang asyik-asyik banget.

Berangkat dari Bandara Lombok hampir jam dua siang dan tiba di Dompu pukul tiga dini hari. Tiga kali nabrak anjing. satu mati dua masih hidup tapi pasti terluka. Berkali-kali mau nabrak kerbau, sapi, kambing, kuda, yang malam-malam masih kelayapan di jalan raya. Hampir 12 jam perjalanan menyusuri Lombok Sumbawa ditambah beberapa puluh menit mampir makan siang yang dijama dengan makan malam di rumah makan Mae Cheng Go di daerah Masbagik, Lombok Timur.

Kami sempat menginap beberapa jam di rumahnya Mas Anto temannya Kang Asep di Kecamatan Kempo, Dompu. Pagi jam delapanan telah cabut ke Desa Pancasila. Melintasi daerah Doro Ncanga yang akan dijadikan tempat peresmian Taman Nasional Gunung Tambora oleh Presiden Jokowi keesokan harinya, yakni 11 April 2015. Tepat di 200 tahun meletusnya Gunung Tambora yang menggemparkan dunia. Letusan yang paling dahsyat dalam sejarah umat manusia di muka bumi. Yang membuat bencana laksana berantai di berbagai belahan benua.

Tiba di Dusun Pancasila suasana terbilang ramai dengan pendaki dari berbagai pelosok tanah air. Sebuah spanduk besar bertuliskan Tambora Menyapa Dunia terpampang jelas di tepi lapangan parkir. Bang Arief menepikan kendaraannya di parkiran. Dan, baru saja keluar dari kendaraan, kami disambut dengan guyuran hujan yang cukup deras. Alhamdulillah.

14 komentar :

  1. ngiri pakai banget :) *elus2 keril sama sleeping bag* hot chocholate lebih nikmat disruput diatas gunung. hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, lupa bawa ke atas gunung ini. Betul lebih nikmat lagi diseruput di atas sana.

      Hapus
  2. Ih seru banget ye teh :)
    Kapan ke jabar teh?

    BalasHapus
  3. Yaaaa ampunn mbaaa akuu iriii positif niii *seumur ini blm pernah naik gunung manapun 😨😨😨😨

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesekali nyoba naik gunung yuk Mbak. Tapi capek banget. Kalau buat yang nggak punya passion ke gunung rata-rata kapok, cukup sekali saja dan nggak lagi-lagi biasanya.

      Hapus
  4. Saat travelling gitu pasti menemukan teman-teman baru yang bikin perjalanan makin seru dan penuh warna ya Mbak. Jadi ingat dulu pas ke Panderman jadi kenal hampir semua anggota karang taruna RT sebelah karena kami mendaki bareng ke sana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget, kita jadi nambah teman baru. Dan rata-rata pertemanan di pendakian gunung itu awet banget.

      Hapus
  5. Ngiriiiiiii positif liat mbak Lina dkk. Para ksatria tangguh pendaki gunung. Keren!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duh Mbak Rien, makasih. Saya Srikandi aja dah nggak mau jadi ksatria haha.

      Hapus
  6. Ditunggu kelanjutan kisah serunya, Mbak Lina.. ira

    BalasHapus
  7. "kamu, kapan diajak naik gunung lagi?" ngomong sama keril di pojokan kamar...
    Seru banget teh temen-temen seperjalanannya...

    BalasHapus
  8. waah... asyk banget mba bisa naik gunung tambora :)

    BalasHapus
  9. Wah, keren...

    Salam lestari dari anggota pecinta alam aceh abulyatama (Mapala Pandayana) :D
    lucu tulisannya menghibur banget..

    Kunjungi juga blog lia mbak di www.posresep.com ^_^

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita