Pengalaman Saat Melintasi Imigrasi Israel

Semula saya merasa heran ketika pihak tour travel menginformasikan bahwa saya dan rekan-rekan calon peserta ziarah ke Masjid Al Aqsha (Aqso) harus mengantongi visa Israel. Bukankah masjid tersebut terletak di Palestina? Kenapa bukan visa Palestina saja? kenapa harus visa keluaran Israel? Duh, ternyata banyak hal yang tidak saya fahami di dunia Timur Tengah ini.

Yerusalem
Kota Tua Yerussalem 


Palestina bukanlah sebuah negara yang bebas merdeka. Kedaulatannya masih ternodai dengan pendudukan Israel dimana setiap perbatasan menuju Palestina baik itu yang berbatasan dengan Mesir maupun Yordania, dijaga ketat oleh Israel. Semua orang tahu, hal ini tentu melanggar hak asasi manusia. Namun pada kenyataannya, negara yang paling mendengungkan hak asasi manusia itu sendiri -Amerika Serikat- adalah negara yang justru mendukung penuh Israel dalam segala keputusan menyangkut pendudukan tersebut. Seperti yang kami temui saat berziarah ke tempat-tempat suci di sana, pada kenyataannya, bahkan setiap gang dan belokan saja, masih dijaga ketat oleh tentara-tentara Israel, padahal jelas-jelas wilayah itu berada dalam otoritas Palestina. termasuk Masjidil Aqso itu sendiri.


Apakah saya tidak takut memutuskan untuk berkunjung ke Masjidil Aqso? Sebenarnya iya. Jujur saya merasa takut mengingat di pemberitaan kerap muncul insiden dan konflik berkepanjangan seperti tindak kekerasan di sekitar sana. Namun kesempatan yang diberikan sepertinya tidak akan terulang. Belum tentu tahun-tahun depan bisa menyempatkan diri ke sana. Bisa jadi tahun-tahun mendatang perang akan berkecamuk atau saya sudah tidak ada umur lagi.


Mengenai kematian, saya fikir kalau sudah ajalnya, dimana saja saya bisa meninggal. Baik di Palestina atau di Indonesia. Dan kalaupun meninggal saat hendak berziarah ke Masjidil Aqso, bukankah akan diganjar dengan pahala ibadah? Selain itu, saya juga mendengarkan ceramah beberapa ustad yang menyatakan bahwa Kota Al Quds atau Yerussalem tempat dimana Masjidil Aqso berada, masih aman untuk dikunjungi. Ustad-Ustad ini pun senantiasa menyarankan agar kita berkunjung ke sana guna memakmurkan Baitul Maqdis. Maka dengan membulatkan niat dan tekad, saya pun tetap berangkat setelah semua urusan visa Yordania dan Israel selesai. 

Masjid Al Aqso
Halaman Al Aqso

Tidak ada penerbangan langsung ke Palestina. Kita harus transit ke negara lain dan masuk melalui pintu perbatasan dari Mesir atau Yordania. Kebetulan dari itinerary awal yang sudah tersusun, kami direncanakan akan masuk melalui pintu perbatasan Yordania sehingga sebelum tiba di Palestina atau Israel, kami bisa sekalian menjelajah lokasi-lokasi menarik di sana seperti Wadi Rum dan Petra.


Untuk visa Yordania, teman-teman dapat memperoleh visa di Kedutaan Besar Yordania di Jakarta dengan biaya Rp 1.125.000 untuk single entry berlaku selama satu bulan atau Rp 3.125.000 untuk multiply entry berlaku selama 6 bulan. Atau bisa juga diperoleh pada saat kedatangan di Bandara Internasional Queen Alia Amman dan di persimpangan perbatasan lainnya (kecuali King Hussein/Allenby Bridge) dan kapal feri dari Mesir. 


Setelah 3 hari keliling Yordania, tepat di Hari Jum'at, hari keempat kami berada di sana, kami berangkat dari Amman menuju perbatasan Yordania - Israel dengan mengendarai mobil travel sejenis APV berlabel Trans Rum. Perbatasan ini disebut King Hussein Bridge.  (Raja Hussein adalah Raja Yordania sebelumnya atau Ayah dari Raja Abdullah yang memerintah Yordania sekarang). Perbatasan ini dikenal juga dengan sebutan Allenby Bridge. Allenby merujuk pada nama seorang Jenderal Inggris yang merebut Al Quds/Yerussalem dari Kekhalifahan Usmani pada Desember 1917.

Persimpangan


Perbatasan King Hussein/Allenby  Bridge

Perbatasan ini terletak di Lembah Yordan Selatan dan berjarak sekitar 57 km dari Amman. Perbatasan King Huessein dibuka setiap hari dengan waktu operasional Minggu - Kamis mulai dari jam 07:30 - 22:00 dan Jumat-Sabtu jam 07: 30 - 13:00 waktu setempat. Penyeberangan perbatasan King Hussein Bridge (Allenby Bridge) buka 7 hari seminggu dan hanya ditutup pada hari raya Yom Kippur dan Idul Adha. Menurut salah seorang pelancong, perbatasan ini cenderung paling sibuk pada hari Minggu pagi setelah akhir pekan.  


Semenjak di hotel di Amman, Guide Tour sudah mewanti-wanti agar kami tidak usah membawa barang banyak saat melintasi perbatasan karena akan ada pengecekan barang-barang bawaan oleh petugas perbatasan Israel dan tentu saja akan menghambat proses imigrasi. Jadi, bawa barang yang benar-benar diperlukan saja. Maka malamnya, kami pun membongkar koper untuk memilah dan kembali mengepak barang mana yang perlu dan tidak perlu untuk dibawa. 


Barang-barang yang tidak dibawa, keesokan harinya kami titipkan di sebuah toko yang menjual barang-barang cendera mata di kawasan dekat perbatasan. Biaya titip gratis dan tidak ada syarat apapun. Alhamdulillah. Beberapa pegawai di toko ini ternyata pintar berbahasa Indonesia, bahkan dua pelayan diantaranya berasal dari Maluku dan Jawa. Mau tidak mau meskipun harga barang di toko ini mahal, kami tetap belanja karena merasa tidak enakan. 



Bagi para pelintas di kawasan ini, visa Israel harus dibuat sebelum kedatangan ke perbatasan King Huessein/Allenby Bridge. Bagi warga negara Indonesia, dimana negara kita ini tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel, dapat memperoleh visa Israel di Singapura atau jika tidak mau ribet bisa diurus oleh pihak tour travel. Harus dipastikan memiliki data yang sama dengan kartu identitas. Selain itu data nomor telepon juga harus benar. Karena menurut pihak tour travel, pernah ada kasus pada pelancong sebelumnya, visa Israel tidak keluar karena nama di data nomor telepon tidak sama.Terang saja karena ia mendaftar menggunakan nomor ponsel suaminya.


Visa kami berupa visa grup yang mencantumkan data semua peserta yang akan ikut tour seperti nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, nomor passport dan kebangsaan. Visa berlaku selama 7 hari semenjak kedatangan. Saat kendaraan mendekati perbatasan, guide kami menyampaikan bahwa tidak boleh ada yang berfoto-foto karena perbatasan dilengkapi oleh CCTV sehingga mudah bagi pihak yang berwenang mengamati perilaku para pelintas batas. Dan kalau ada yang dicurigai, bisa-bisa masuk ruang interogasi lalu ditahan. Maka demi keamanan, dengan terpaksa menahan jari untuk tidak berfoto-foto di lokasi ini.

Visa Grup


Guide kami sendiri tidak ikut menyebrang. Sebagai seorang yang mendukung Palestina, haram baginya mendatangi kantor imigrasi Israel dan memohon visa Israel. Karena dengan datang ke kantor imigrasi Israel, ia berarti mengakui bahwa Israel sebagai sebuah negara. Suatu hal yang sangat anti dan tidak akan dia lakukan.


Saat Deg-Degan Menyebrang Perbatasan

Di perbatasan, kendaraan pribadi dan bis wisata tidak dapat melintasi perbatasan internasional. Kami dan para pelancong lainnya harus mengganti kendaraan saat melintasi dua perlintasan perbatasan ini. Seorang petugas perempuan berseragam Israel mengarahkan kami untuk masuk ke bangunan imigrasi dimana di dalamnya tampak sibuk oleh orang-orang yang hendak melintas batas. Kami pun berpamitan kepada guide dan sopir lalu berjalan memasuki bangunan imigrasi Israel.


Pengamanan dan keamanan perbatasan sangat ketat. Ketika memasuki imigrasi Israel kami antri dan harus melalui pemindaian x-ray. Begitu juga dengan barang-barang bawaan. Proses ini cukup memakan waktu lama dengan antrian yang cukup panjang. Karena saya ditunjuk oleh tour travel sebagai Tour Leader dadakan, maka saya pun berada di bagian paling belakang untuk memastikan semua peserta yang jumlahnya 10 orang lewat duluan dan tidak ada yang tertinggal. 



Semua peserta telah melewati pengecekan. Namun tidak semua barang-barang kami lengkap. Ada beberapa tas dan paspor ditahan. Kami pun menunggu. Ternyata secara acak, petugas mengambil barang dan paspor lalu melakukan 3 kali pengecekan dengan mesin pemindai. Terlihat ada beberapa conveyor berjejer dan petugas berulang kali memindahkan barang yang sama ke beberapa conveyor di sana. 


Kami pun menunggu di ujung ruangan pemindai sambil berharap-harap cemas takut ada hal yang mencurigakan. Setengah jam menunggu, saya dan teman-teman dipanggil untuk mengambil paspor dan barang yang dipindai. Pemeriksaan belum selesai, kami harus antri di bagian pengecekan paspor dengan menunjukkan visa masuk Israel. Setelah diperiksa dan paspor satu per satu kami pun dibolehkan lewat. 


Sebagai informasi, petugas imigrasi tampaknya sudah mengerti bahwa paspor kami tidak diberi stempel karena pasti akan dicekal oleh pemerintah negara-negara Arab. Maka paspor kami hanya diberi sticker saja di bagian luarnya. Pemeriksaan belum berakhir. Kami harus antri lagi di bagian petugas akhir sebelum keluar gedung dengan menunjukkan kartu permit bertuliskan "State Of Israel - Border Control."


Pada saat antrian akhir menuju keluar, tiba-tiba petugas tidak dapat bekerja karena sistem di komputernya terhenti. Semua conveyor, dan bagian pemeriksaan lainnya mendadak terhenti. Usut punya usut, ternyata jika ada satu hal yang mencurigakan, maka sistem keamanan bekerja secara otomatis. Semua sistem di bagian apapun berhenti total dan akan kembali aktif setelah hal-hal yang mencurigakan teratasi. Jika tidak, maka para pelintas seperti kami tidak akan diperbolehkan keluar. Setelah 15 menit, sistem kembali normal dan antrian kembali bergerak.


Di antrian saya, banyak di antaranya para peziarah yang sudah berumur dari negara-negara Eropa seperti Jerman dan Italia. Grup lainnya dari Cina dan Korea. Seperti kami, mereka juga sama-sama akan berkunjung ke Yerussalem dengan tujuan akhir yang berbeda. Kami ke Masjidil Aqso, sementara mereka ke Tempat-Tempat Bersejarah bagi orang Kristen. 


Setelah keluar dari kantor imigrasi Israel, kami pun menunggu jemputan dan guide yang akan mengajak kami berkeliling mengunjungi Masjidil Aqso dan sekitarnya. Meskipun sudah lega, tetap saja jantung deg-degan karena guide dari Palestina tak kunjung datang. Setengah jam menunggu, akhirnya guide datang. Ternyata dia sudah datang sejak pagi dan menunggu di parkiran. Ia bilang kalau sudah ada di sana sejak jam 7 pagi. 


Guide kami bernama Mr. Nazeh. Ia berbahasa Indonesia dengan cukup baik walaupun gaya bicaranya masih kental kearab-araban. Ia mengaku belajar bahasa secara otodidak dari youtube. Keren banget ya. Ia mengaku pernah kuliah di Amerika, namun karena lapangan pekerjaan bagi orang Palestina sangat terbatas, ia memilih menjadi tour guide. Mendengar ceritanya, saya salut, betapa ia seorang yang cerdas dan pekerja keras. 


Saat pulang dari Palestina dan kembali ke perbatasan ini lagi, saya sempat heran karena siapapun yang keluar dari Israel harus bayar. Biaya untuk melintasi perbatasan dari Israel ke Yordania per orang adalah 175 NIS (Shekel mata uang Israel). kabarnya biaya ini diperbarui setiap tahun pada tanggal 1 Januari.

41 komentar :

  1. Wuah, saya baca pelan-pelan agar tidak tertinggal informasi berharga dari postingan ini. Saya paling suka naca tulisan tentang traveling ke luar negeri, lumayan buat referensi. Siapa tahu kan ya saya bisa ke LN, amiin, hehe
    Serem juga ya kalau harus lewat Israel

    BalasHapus
  2. Wah harus persiapan duit juga untuk keluar dari Israel ya mbak.
    Foto yang di halaman Al Aqsho cantikkk banget mbak, itu di bawah pohon Zaitun kah? Langitnya biru dengan awan putih yang bergerombol makin cakep deh pemandangannnya

    BalasHapus
  3. Saya bacanya aja deg-degan, Mbak. Soalnya saya memang kurang suka kalau berurusan dengan imigrasi. Ya meskipun gak ada masalah apapun. Tetapi, tetap aja gak suka. Apalagi kalau harus berurusan dengan imgigrasi Israel, ya hehehe

    BalasHapus
  4. Masya Allah, bahagianya bisa mengunjungi Al Aqsa mba Lina,ternyata penjagaannya ketat dan bikin deg-degan ya, namanya mereka lagi berkonflik

    BalasHapus
  5. Wah seru ya perjalanannya. Keknya deg-degan selama menjalani proses pemeriksaan. Kagum sama kegigihan guidenya buat belajar bahasa Indonesia. Aku jadi terinspirasi buat memperdalam kosa kata bahasa Jepangku yang udah nguap *kurang nyambung ga sih* hihihi.

    BalasHapus
  6. Kalau saya masuk kantor imigrasi manapun selalu deg2an..takut kenapa-napa. Karena dalam pandangan saya semua petugas imigrasi tidak ada yang ramah... Apalagi ini di daerah konflik ya... Mst tambah serem...

    BalasHapus
  7. Serem juga membayangkan berkunjung ke daerah konflik, ya. Tapi mengingat keutamaan masjidiil aqsa, pantas saja untuk dijabanin.

    BalasHapus
  8. Pastinya kebayang deg-degannya mba. Aku sejak dulu ingin ke masjid Aqsa tapi sampai skarang belum terwujud. Aku baru tahu juga kalau tak diberikan stempel dalam tapi hanya stiker saja ya sebagai penanda. Terima kasih sudah berbagi mba :)

    BalasHapus
  9. Seru banget baca perjalananya Mba, jadi ikut deg2an melewati perbatasan di negeri orang pula yang penuh konflik. Tapi jadi kenangan yee kaan, oleh2 dari sana ya info ini. Btw itu cuma lewat aja bayar yaaaaa hihii

    BalasHapus
  10. Ikut deg deg an baca kisahnya.
    Keren ya teknologi mereka, ada kecurigaan dikit, semua sistem langsung off. Bisa di tiru kalau untuk yang ini ya

    BalasHapus
  11. Deg-degan tapi seru ya mbak melewati perbatasan gitu kayak di film-film 😂. Eh tapi beruntung banget mbak bisa mengunjungi Masjidil Aqsa. Aku jadi pengen kesana ih

    BalasHapus
  12. Sebenarnya miris apa yang terjadi dengan Palestina, kemerdekaannya belum sempurna. Masuk wilayah sana aja harus melintasi perbatasan Israel dan masih banyak juga tempat-tempat yang di jaga ketat oleh tentara Israel.

    Dan ketika keluar dari Palestina harus bayar di perbatasan? Pakai uang Israel dan selalu diperbarui.


    Semoga Al Quds selalu menjadi tempat yang aman dan nyaman.

    BalasHapus
  13. wilayah konflik tapi tetap banyak yang datang ke sana. Itulah israel dan palestina. Saya termasuk orang yang suatu hari pengin bisa ke sana :). Thanks sharingnya mbak lina.

    BalasHapus
  14. Wuih, tegang juga ya mba situasi di perbatasan itu. Aku ikut deg-degan pas nyampe cerita semua sistem berhenti. Kirain rombongan Mba Lina yang dicurigai.

    BalasHapus
  15. Perjalanan seru dan cukup mendebarkan ya mba. Aku pun ikut was-was saat baca hehe..

    BalasHapus
  16. Yang baca aja ikut deg-degan. Haha.... bahagia banget bisa ke AL Aqsha ya, Kak. Merinding aku liat foto-fotonya

    BalasHapus
  17. Wah ternyata seperti itu ya kalau mau ke masjidil Aqsho. Perjuangannya luar biasa. Lewat perbatasan negara konflik dan perjuangan sendiri melewati imigrasi. Seru banget bacanya mbak dan deg-degan. Alhamdulillah tapi bisa sampai disana ya. Mudah-mudahan suatu saat nanti bisa juga saya ke Masjidil Aqsho, ke tanah para nabi-nabi terdahulu.

    BalasHapus
  18. Israel dan Palestina memang masih konflik mengenai kedaulatan negaranya, namun kekuatan yang lebih dominan memang sejauh ini Israel. Jadi mungkin itu sebabnya yang dibutuhkan adalah visa Israel, bukan visa Palestina. Lalu soal lokasi, di banyak sumber masih dikatakan bahwa Masjid Al-Aqsa berada di Yerusalem, Israel. Terlalu rumit konflik kedua negara ini, terlalu lama, dan terlalu banyak yang tidak kita pahami.

    Guide-mu keren, mbak. Bisa belajar bahasa Indonesia dari Youtube. Mungkin juga memang bahasa kita mudah dipelajari :)

    BalasHapus
  19. Aku juga baca sambil deg-degan.
    Berasa ikut dalam rombongan dan berharap agaa semua lancar.

    Thank GOD...
    Semuanya, lancar!

    Semoga suatu hari bisa berziarah ke sini...

    BalasHapus
  20. Aku gak kenayang kalau ada di posisi mba, mesti harus sabar dan menahan emosi sebab kt semua sdh tahu nahaimana Israel membunuh saudara kt sendiri, bersyukur banget bisa baca tulisan ini, seolah ikut juga melintasi perbatasan Israel Palestina

    BalasHapus
  21. Ternyata memang gak semuanya ngurus visa itu gampang ya mbak, beda negara juga kadang unik permasalahannya. Apalagi ini membaca mengenai perjalan selama disana dan terutama masjidil Aqsho

    BalasHapus
  22. Ikut deg2an baca ceritanya. Alhamdulillah lancar2 dan bisa melewati imigrasi dan pada akhirnya bisa melihat Aqsa dari dekat ya mbak alhamdulillah

    BalasHapus
  23. Ya Allah, Aqsha itu impianku yang blm terwujud mbak semoga segera diijabahi oleh Allah

    BalasHapus
  24. Ujian ummat Islam di sini yaa, kak..
    Dan mungkin, salah satunya sebagai pengingat ummat muslim di seluruh dunia untuk saling mendoakan, kalau memang belum bisa menjadi sukarelawan ke daerah konflik di Palestina.

    Barakallahu fiik, kak Lina...ceritanya hangat dan bikin aku punya insight baru mengenai Masjid Al Aqsha.

    BalasHapus
  25. Hmm entah mengapa baca Israel kok saya merinding membayangkan situasinya di sana seperti apa
    Jadi ingin saksikan secara nyata

    BalasHapus
  26. MayaAllah pengalama yang snagat luar biasa yaa kak akhirnya bisa beribadah di Masjid Al-Aqso dengan segala prosedur yang amat pelik. Terharu dan merinding baca perjalanan kaka.

    Setuju banget kak, Karena Maut, Jodoh kita nggak pernah tau sampai kapan. Berserah diri untuk hal itu yaa kak. Semangat terus kak. Semoga kelak saya bisa beribadah kesana aamiin

    BalasHapus
  27. Ternyata tuk bisa berkunjung ke israel ketat juga yah..antara penasaran pengen juga bisa berkunjung ke masjid al-aqsa sekaligus takut..harus prepare bener2 nih kayaknya..demi keamanan..tfs mba lina 😘

    BalasHapus
  28. Luar biasa ribetnya. Syang ad yg ga boleh foto2 di t4 tertentu. Perjalanan pnuh dg deg degan pastinya

    BalasHapus
  29. Duh saya kok ikut deg2an membacanya..hehe.. Masjidil Aqsho adalah salah satu yg ingin saya kunjungi..setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Alhamdulillah sudah saya kunjungi. Semoga Allah memberi kesempatan itu kpd saya. Aamiin..

    BalasHapus
  30. Pengalaman yang luar biasa kak. .Kalo kata tmnku untuk masuk AlAqso juga gak bisa setiap saat krn hanya dibuka saat solat. Mau jam solat antri masuk masjid dan dijaga sangat ketat. Berneda banget dengan di Indonesia yang bebas kapanpun masuk masjid. Alhmdulillah..

    BalasHapus
  31. Waduh, di setiap gang dan belokan aja masih dijaga ketat tentara ISRAEL YA. Sungguh menyeramkan hhiiiiiii..tapi aku salut sama mbak dkk rombongan ini berani wisata ke Palestina ya, mengunjungi Masjid Aqso. Duuuh aku kepengen juga sih. Bacanya deg2an ini, ngeri tiba2 doooorrr! ih syerem. Iya ya kalau takdir meninggal mah bisa di mana aja. Sakut!

    BalasHapus
  32. Saya baca ini sambil deg-degan. Saya ingat sekitar 20 tahun yang lalu, orang tua saya pernah dicekal di Yordania, tidak boleh masuk Saudi Arabia. Padahal waktu itu mau umroh. Penyebabnya, sebelumnya mereka dan 20 orang dalam rombongan tour mereka itu habis jalan-jalan ke Israel dalam bimbingan suatu perusahaan tour travel. Untunglah akhirnya mereka boleh masuk ke Arab.

    Memang repot kalau mau jalan-jalan ke Palestina yang sekarang dikolonialisasi Israel, padahal Israel ini banyak musuhnya.

    BalasHapus
  33. Haduh ikut deg-degan baca pengalamannya mbak. Segitu ketatnya mereka menyeleksi para pejalan ya
    Dan itu sistemnya benar-benar bekerja dengan baik. Sampe dimatiin keseluruhan klo ada ada yang mencurigakan ckckck

    Syukurlah perjalanannya lancar ya mbak

    BalasHapus
  34. Perbatasan Israel ini memag ketat. Papa saya pernah diinterogasi 2 jam ketika mau masuk Israel. Jadi pas baca cerita ini, aku nggak terlalu heran.
    Tapi bersyukur karena mbak dan rombongan akhirnya bisa ke Palestina :)

    BalasHapus
  35. Aku sedih lho bacanya. Deg degan mengikuti kisah Mbak Lisna. Tapi kemudian ketika bagian guide yang enggak ikut karena sebagai pendukung Palestina haram untuk meminta visa Israel, rasanya aku mau nangis. :'(

    BalasHapus
  36. Yaa Allah semoga daku bisa berkesempatan pula untuk ke masjid Al Aqso, aamiin

    BalasHapus
  37. Waaah ini pasti salah satu perjalanan yang luar biasa ya. Apalagi cerita tentang tour guidenya yang keren banget. Belajar Bahasa Indonesia daru Youtube. Ini menunjukan bahwa org timur tengah familiar dengan orang Indonesia dong

    BalasHapus
  38. Waaah ini pasti salah satu perjalanan yang luar biasa ya. Apalagi cerita tentang tour guidenya yang keren banget. Belajar Bahasa Indonesia daru Youtube. Ini menunjukan bahwa org timur tengah familiar dengan orang Indonesia dong

    BalasHapus
  39. kalau aku di rombongan mbak lina, dalam hati pasti ketar ketir waktu ngelewati pemeriksaan perbatasan.

    BalasHapus
  40. Mbak aku deg2an baca ceritanya, duh visanya lumayan mahal juga ya. Sekaligus agak emosi baca bahwa tiap sudut di palestina di jaga oleh tentara israel, semog saudara kita di palestine bisa segera mendapat keadilan.

    BalasHapus
  41. Mau masuk Singapura aja sulit dan gak heran kalau masuk ke Israel sedemikian ketat. Pengalaman melintasi perbatasan selalu ada cerita menarik ya mbak. Takjub juga aku pas tahu kalau ada yang mencurigakan semua sistemnya berhenti. Wow.

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita