Menghadiri Undangan Pesta Pernikahan Adat Melayu di Pulau Abang Batam

Siang hari itu, udara terasa panas menyengat. Namun langit tampak membiru, senada dengan warna laut yang juga biru menggoda. Riak ombak tampak berkilat-kilat saling berkejaran menuju tepian. Angin laut berhembus cukup kencang, menyebabkan ranting-ranting  pohon bakau di pulau sebrang saling bersinggungan.

Dermaga Apung Pelabuhan Hasyim


Saya dan rombongan baru saja tiba di Pelabuhan Hasyim yang terletak di sisi kanan Jalan Raya Barelang, Pulau Galang Baru, Batam. Pelabuhan ini biasa digunakan warga pulau-pulau di kawasan hinterland Batam untuk melakukan bongkar muat barang seperti ikan, es balok, gas dan drum-drum air bersih. Pelabuhan ini juga merupakan tempat mengangkut dan menurunkan penumpang dari dan ke pulau-pulau sekitar Batam. 


Kapal pencari ikan tampak sedang bersandar di dermaga. Melakukan bongkar muat logistik untuk keperluan para nelayan melaut. Dermaga bongkar muat barang di Pelabuhan Hasyim ini letaknya berbeda dengan dermaga angkut penumpang. Untuk menuju dermaga penumpang, dari parkiran kami harus berjalan beberapa puluh meter ke sisi kiri pelabuhan. Biaya masuk dermaga tersebut Rp 10.000 per penumpang. 


Dermaga penumpang dikelola oleh warga sekitar pelabuhan. Lantainya terbuat dari papan-papan kayu yang diikat di atas drum-drum besar yang mengambang di permukaan laut. Dermaga seperti ini biasa disebut dermaga apung. Posisi dermaga apung mengikuti permukaan air laut. Ketika air laut pasang, dermaga akan naik dan ketika laut surut, dermaganya akan turun jauh ke bawah. 


Tujuan kami saat itu adalah menghadiri undangan pernikahan sepupu teman, (Sepupu Bu Habibah) di Pulau Abang. Pernikahannya akan diselenggarakan pada keesokan hari. Jadi, kami sengaja berangkat sehari lebih awal karena akan menginap di Pulau Abang. Sekalian liburan ke pulau sebagai pengganti liburan akhir tahun yang batal dilaksanakan karena para orang tua masih pada bekerja, sementara anak-anak sudah libur di rumah saja. 


Pompong yang menjemput telah datang. Kami segera naik dan duduk berdempetan menghadap ke bagian depan. Pelampung segera dikenakan. Keselamatan nyawa di saat perjalanan seperti ini tentu harus diutamakan. Anak-anak tampak antusias ingin segera berangkat. Ketika mesin pompong dinyalakan, mereka mulai merapal doa naik kendaraan. Tidak ada wajah takut seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Kini, anak-anak sudah terbiasa dengan kendaraan laut ini. 

Bersiap untuk Naik Pompong


Perjalanan sudah hampir 20 menit. Ombak mulai menerpa. Para penumpang yang duduk di samping kanan dan kiri pompong, mulai basah kuyup terkena cipratan ombak. Terpal penutup di kanan kiri mulai dipasang namun tempias ombak masih saja menulusup ke dalam. 


“Subhanalloh, Astagfirullah…” teriak ibu-ibu penumpang panik. Ombak mengayun pompong sangat kencang menyebabkan kami melambung terangkat ke atas dan… “Bruuuk” pompong terhempas ke permukaan laut. Ibu-ibu panik sementara anak-anak hanya tertawa-tawa. Syukurlah mereka sudah terbiasa dengan ombak sebesar ini. Kalau ibu-ibu mah nggak usah dikhawatirkan, boro-boro ombak, lihat Kapren Ri di drakor Crash landing on You saja sudah teriak-teriak histeris. Jadi anggap saja sudah biasa. Hahaha. 


Setelah ombak kencang berlalu, di kejauhan tampak sebuah pulau cantik berpasir putih dengan jejeran pohon kelapa yang rapi. “Itu.. itu Pulau Ranoh” teriak saya kegirangan. Anak-anak langsung berisik. “Kita ke sana kan Bund?” tanya Sierra semangat. “Mmmm…kayaknya enggak deh.” Jawab saya. “Alaaaaaaah…” Sierra cemberut. "Yaaah..." anak-anak lain menimpali. Mereka harus kecewa karena memang kami tidak akan mampir ke pulau tersebut. Selain masuknya harus bayar, waktu kami juga tidak banyak karena harus segera mengejar Salat Asar di Pulau Abang. Waktu sudah hampir setengah lima dan perjalanan laut ini masih setengahnya. 

Pulau Ranoh


20 menit perjalanan laut setelah melewati Pulau ranoh, pompong merapat di dermaga Pulau Abang. Air laut tampak surut dan anak tangga terlihat licin oleh lumut. Ketika melompat ke darat, saya hampir saja terpeleset. Sebelumnya, seorang teman yang melompat sudah terpeleset duluan. Tulang keringnya memar karena terantuk tangga dermaga. 


Menyusuri pelantar yang menghubungkan dermaga dengan pulau Abang, ingatan saya terbang ke tahun-tahun sebelumnya. Ketika itu kami mengunjungi Pulau Abang untuk snorkeling. Tulisannya bisa dibaca di postingan berikut: Snorkeling Seru di Perairan Pulau Abang


Dari pelantar Pulau Abang, kami dijemput oleh Bu Habibah beserta suami dan anak-anaknya yang lucu. Hari itu kami akan menginap di rumah Atok Jamal, Saudara dari orang tua Bu Habibah. 


Untuk menuju rumah Atok Jamal, kami melewati rumah-rumah penduduk Pulau Abang yang rata-rata berada di tepi laut. Sore itu air laut surut. Seperti pemandangan pulau-pulau berpenghuni pada umumnya, yang terlihat di saat air surut adalah sampah plastik yang terserak di sepanjang pesisir pantai di bawah rumah-rumah warga. Sungguh membuat hati saya pilu karena tidak bisa berbuat apa-apa. Adakah sesuatu yang bisa saya lakukan untuk ini? 


Dulu, tahun 2005 saya pernah beberapa kali bersama para aktivis lingkungan Batam Hijau dan COREMAP yang berada di bawah Kementrian Kelautan, melakukan kampanye untuk kebersihan lingkungan di Pulau Abang ini dengan cara mengedukasi masyarakat dalam hal pembuangan dan pengelolaan sampah. Namun, karena program tidak dilanjutkan dan para aktivis mulai sibuk dengan urusan masing-masing, kegiatan tersebut pun vacuum. Hingga tahun 2019 lalu, sampah masih saja menjadi isu lingkungan yang belum tuntas di pulau ini.  


Suasana pulau sebenarnya sangat menyenangkan. Kehidupan Melayu pesisir sangat terasa. Warga tampak berkumpul dan bersosialisasi. Anak-anak berkerumun bermain gasing sementara para pria dewasa sedang asyik bermain sepak takraw. 


Sampah berserah di saat air laut surut

Warga Pulau Abang bermain sepak takraw


Rumah Atok Jamal tepat berada di tepi laut. Rumahnya luas dengan teras dan pelantar yang berada di atas laut. Ketika sore menjelang kami duduk-duduk di teras rumahnya yang luas. Memandang ke arah laut yang tenang. Begitu pun pada pagi hari. Berjemur di sini sungguh nikmat.

Malamnya, kami menuju rumah mempelai pengantin. Malam itu akan digelar acara seserahan dan acara adat tepung tawar dimana masing-masing keluarga mempelai akan memberikan doa dan restu sesuai adat Melayu. Acara ini dimulai dengan doa dan sambutan dari keluarga masing-masing. Kemudian penyerahan seserahan lalu diakhiri dengan perwakilan keluarga yang memercikan air dan mengayunkan daun pandan ke arah kepala, pundak dan genggaman kedua pengantin sambil mengucapkan doa. Seperti halnya sedang memberi berkat. 

Acara Seserahan di rumah mempelai wanita


Diiringi musik Melayu yang mendayu dan disaksikan oleh warga pulau yang memenuhi pekarangan rumah, malam itu upacara seserahan dan tepung tawar berlangsung khidmat. Sebenarnya ada beberapa rangkaian acara lagi, namun saya sudah terlalu mengantuk hingga akhirnya kembali ke rumah Atok Jamal. 

Sekitar jam 4 subuh, kami terbangun. Satu per satu kami antri ke toilet untuk buang air dan berwudu. Toilet ini terletak di samping kanan dapur. Seperti umumnya rumah-rumah di tepi laut, toiletnya membuang langsung kotoran ke laut. Sesuatu yang bagi orang darat seperti saya rasanya tidak tega dan tidak biasa.

Menjelang pagi, kami duduk-duduk kembali di teras sambil menghirup teh hangat. Memandang laut dengan kecipak ombak yang tenang dan damai. Bayangan ombak yang bergulung dan berdebur seperti halnya di pantai selatan Pulau Jawa atau Bali, sirna sudah. Di sini, ombak hanya terasa kecipak saja. Membuat hari-hari terasa berlalu dengan lama. 

Duduk-duduk santai di teras rumah Atok Jamal


Pagi-pagi, Atok Jamal sudah nyemplung ke laut. Dari teras tempat kami duduk-duduk mengobrol, ia melompat ke laut. Menyelam dan beberapa puluh detik kemudian menghilang. Saya dan teman-teman yang lain terus mengamati, tiba-tiba Atok sudah berada jauh di ujung sana. Berpuluh-puluh meter jaraknya. Ia seperti punya ingsang, tadi menyelamnya lama sekali. Padahal usianya sudah 60 tahunan. 

Dari jauh Atok tampak sedang memeriksa bubu yang ia pasang di tiang-tiang yang terpancang di tengah laut. Kalau beruntung, akan banyak kepiting dan ikan yang masuk ke dalam perangkapnya. 

Pagi semakin menghangat. Anak-anak sudah berisik ingin segera turun ke laut. Sementara pesta pernikahan baru akan dirayakan siang hari nanti. Masih cukup waktu bagi kami menemani anak-anak untuk berenang. Setelah bertanya-tanya adalah pulau di sekitar Pulau Abang yang mempunyai pantai yang bagus, maka atas rekomendasi Bu Habibah dan anaknya Atok kami pun memutuskan untuk mengantar anak-anak berenang di Pulau Dedap

Sepulang dari Pulau Dedap kami pun mandi dan dandan rapi untuk menghadiri pesta pernikahan sepupu Bu Habibah. Pesta atau resepsi pernikahan digelar di lapangan warga. Beberapa tenda untuk tamu dipasang terpisah-pisah. Tenda pengantin dipasang di salah satu sisi lapangan dan dapat dilihat dari berbagai arah. 

Semula saya mengharapkan menu masakan pada resepsi ini adalah menu khas pulau seperti sea food. Tapi ternyata menunya sama persis dengan menu-menu yang disajikan di resepsi pernikahan masyarakat Batam pada umumnya. Ada ayam goreng, rendang, balado teri, gulai nangka dan lainnya. Saya lupa, justru mungkin hidangan seperti ini adalah hidangan yang diharapkan masyarakat pulau karena kalau makanan laut justru mereka tidak aneh lagi karena hari-hari sudah memakannya. 

Kami dan Atok Jamal


Selepas menghadiri undangan, kami beristirahat sejenak untuk Salat Zuhur. Setelah itu kami pamit pulang. Kali ini pompong yang kami naiki langsung dari teras rumah Atok Jamal. Tidak perlu lagi berjalan menuju dermaga Pulau Abang. Ketika berpamitan, Atok dan keluarga Bu Habibah tampak merasa kehilangan. Kedua anak Bu Habibah bahkan menangis ingin ikut serta pulang ke Batam. Keesokan harinya Atok menelpon saya menyuruh kami bermain-main lagi ke sana. Insya Allah.


30 komentar :

  1. Kepri ini tuh bikin penasaran deh keindahan pulau-pulaunya. Kapan ya bisa jelajah kesana ��

    Btw, sedih sih lihat2 sampah kalau lagi di pantai ��

    BalasHapus
  2. Serunya ya perjalanan menuju Pulau Abang, aku membayangkan naik pompong gitu diayun ombak sungguh mendebarkan. Menginap di rumah kenalan baru merupakan pengalaman yang menyenangkan ya, apalagi ada anak-anak juga yang langsung bermain akrab. Jadi kapan mba Lina ke rumah Atok Jamal lagi?

    BalasHapus
  3. Pulau Ranohnya cantik. Bakal betah lama-lama di sana.

    Aku geli bayangin Atok nyemplung ke laut. Itu deketan ga sama toiletnya yang langsung terhubung ke laut?

    BalasHapus
  4. Aku sedih banget lihat sampah-sampah itu mbak :(

    Pulaunya indah banget, semoga ke depannya warga dapat teredukasi kembali tentang pembuangan sampah,siapa tau kedepannya bisa menjadi tempat wisata lokal

    BalasHapus
  5. Wah, ini namanya bersilaturahim sekaligus traveling yach, Mbak Lina. Kepengen naik pompong deh akuh, belum pernah nyobain perahu model itu hihihih :D Itu sampah berserakan kasian mengganggu keindahan alam dan khawatir masuk ke lautan deh. Kalau ke sana aku juga mau banget berenang di Pulau Dapap nya :)

    BalasHapus
  6. seru banget mba kondangan pakai perahu buat ke tempat acara, pengalaman yang luarbiasa buat aku anak kota banget ini

    BalasHapus
  7. Aku ikut deg-degan pas pompongnya lagi naik, Mbak. Ngebayangin ikut di dalamnya. Hahaha. Asyik juga sensasi naik pompong, yaa. Btw, pulang kondangan masak seafood sendiri laah. :)

    BalasHapus
  8. Rumah Atok Jamal mirip dengan rumah panggung di daerah Bugis, Mbak Lina.

    BTW Pulau Ranoh itu penampakannya bikin penasaran ya? Saya saja yang baca postingan ini jadi penasaran hehe.

    BalasHapus
  9. Seru yah bisa keundangan menggunakan perahu , duh kebayang banget pasti happy nih ada sensasi yang ga pernah dirasakan.

    BalasHapus
  10. Pengalaman yg extra ordinary banget, pergi kondangan naik pompong dan semacam isisland hopping juga ya Mba jadinya. Aku penasaran sama Pulau Ranoh sepertinya banyak pulau indah di Kepri yaa

    BalasHapus
  11. Masyaallah.. rindu menjelajah laut kepri lagi.. lautnya di sana damao ya mba, meski sering gelombang rapi birunya bikin seger... Pulau Ranoh.. laf... Menghadiri pesta adat melayu pasti seru ya mba makanannya enyak2.. nyamm

    BalasHapus
  12. wah seruu ya kondangan naik perahu..bagi orang darat kayak saya, ini sejenis pengalaman langka :)

    dan membaca nama2 pulau yg disebut mbak lina, rasanya masih asing. haha saya memang maennya kurang jauh :)

    BalasHapus
  13. Pelabuhan Hasyim, Pulau abang. Nama2 ini khas melayu ya Mb. Saya belum jadi2 nih ke Batam..moga tahun2 depanlah

    BalasHapus
  14. Mbak seru sekali pakai naik perahu. Batam banyak kepulauannya kecil-kecil ya ternyata. Dulu cuma sempet ke barelang liat jembatan wkwkw. alhamdulillah ya mba nikahannya lancar. barakallah dengan adat pula yang kental

    BalasHapus
  15. Duh kayaknya saya degdegan sepanjang perjalanan naik perahu, ga berhenti berdoa hahah. Foto sampahnya bikin miris tp ini ga hanya terjadi dpulau abang, pantai2 d pelabuhan ratu juga sampahnya begitu

    BalasHapus
  16. Seru banget ya Mbak kondangan naik perahu apalagi adatnya masih jarang ditemui di masyarakat

    BalasHapus
  17. Gembira sekali berkumpul di tempat yang asri dengan pemandangan alam nan indah...
    Penasaran..kak Lina jalau ngobrol pakai bahasa Melayu juga kah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Budaya Melayu ini khas dan unik.
      Terpana melihat kekayaan budaya Indonesia dan keindahan alamnya.

      Btw,
      Sayang sekali yaa, kak...masalah sampah belum tertangani dengan baik.

      Hapus
  18. Duh, unik banget ya pesta pernikahannya. Aku belom pernah deh lihat upacara pernikahan yang seperti ini. Yang aku tahu cuma adat sunda, jawa, dan betawi aja.

    BalasHapus
  19. Menegangkan gitu Mbak naik pompong. Aku pernah ngalamin yang naik kapal besar aja kerasa serem apalagi ini yang perahu kecil gitu ya. Serem.

    BalasHapus
  20. Akutu gagal pokus sama terassnya atok jamal, penngen numoang duduk juga di sana sambil onlen ahh.
    Btw perjalanannya seru banget Mba,unik pake pompong. Berasa pula dengan adat istiadat disana pas nikahan.

    BalasHapus
  21. Masyaallah mbak, indah sekali pulaunya.
    Ngeri juga ya saat terombang ambing di laut, gitu anak-anak gak ada yang takut. Ya allah.... Btw, pernah gak sih kapalnya terbalik gitu? AStaghfirullah... naudzubillah ya tapi penasaran, hehehe

    BalasHapus
  22. Namanya pulau Abang, dari awal saya menebak-nebak pulau Abang, sebagais ebutan eh ternyata nama pulau. Sampahnya banyak banget dan mirisnya banyak plastik kemasan minuman gitu ya Mbak. Padahal lebih segar di pantai minum air kelapa langsung dari pohonnya ya. Hehehee.

    BalasHapus
  23. pulaunya syantiek banget.. tapi sayang, kok pas air surut banyak sampahnya.. huhu..

    btw, diacara nikahannya ga ada menu seafood, mungkin mereka udh bosan mba dengan menu itu.. hehe

    BalasHapus
  24. Pemandangan pulau cantik..sayang pemandangan sampahnya bikin miris ya..hiks..
    Terima kasih seh berbagi pengalaman ini, mba..

    BalasHapus
  25. Indah sekali pulau ini mba. Walaupun sayang ada sampah tapi ini mungkin lama kelamaan kesadaran warga akan meningkat ya

    BalasHapus
  26. Wah itu naik pompong dengan ombak buesar rasane pasti dge2 ser ya mba..btw salfok sama sampah2nya mba sedih liatnya

    BalasHapus
  27. Aku pernah ke Batam mbak, di sana memang banyak banget pulau-pulau indah. Btw pengalaman nya seru ya mbak sama kayak aku pernah naik kapal kecil dan deg2an sepanjang jalan.

    BalasHapus
  28. Serasa ikut bertualang bacanya. Wah, kalau saya yang naik pompong pasti juga panik. Ga pandai berenang, he3. Btw baru tahu lho mbak, kalau buang kotoran orang-orang yang tinggal di pinggir pantai tu di laut. Apa ga bikin pencemaran? Bayanginya kok jadi gmn gitu 😅

    BalasHapus
  29. waaah seserahan di sana ajah udah meriah sekali ya. konsep ruangannya apik, yg datang pun pakaiannya warna warni rapi sekali

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita