Mencicipi Kue Gulung di Pulau Seraya Batam


Mencetak kue 
Pada pagi yang hangat, Chila dan Mardiyah, putri dari teman saya, berjalan bergandengan tangan melintasi pelantar kayu menuju dermaga ujung di Pulau Seraya, Batam. Meski awalnya Chila agak takut-takut, perlahan ia jadi berani melangkahkan kaki di kayu pelantar yang rapuh dan bolong-bolong.

Di dermaga, beberapa teman dan anak-anaknya sedang bermain-main. Ada yang bolak-balik melompat dan menceburkan diri ke laut, ada yang hanya action foto-foto, ada yang mendorong temannya untuk nyebur, ada yang memancing, dan ada juga yang hanya menonton keseruan mereka.

Karena khawatir Chila terjatuh, saya pun menyusul Chila ke dermaga. Belum pun jauh melangkah sudah tercium aroma  wangi kue yang membangkitkan selera. Terhirup begitu saja ke dalam hidung mengalahkan aroma laut yang berbau langu. Penciuman saya itu kemudian menuntun langkah ke halaman sebuah rumah di tepi pelantar.

Tiga orang ibu-ibu dan satu orang nenek tampak sedang sibuk mengolah adonan kue, mencetaknya dengan cetakan kue tradisional lalu memanggangnya dalam bara. Tak sampai satu menit kue sudah matang lalu diangkat. Kue yang baru saja matang  selanjutnya dikeluarkan dari cetakan, dibuang bagian tepi yang gosong dan langsung digulung menggunakan kayu silinder sehingga kue berubah bentuk menjadi gulungan. Saat saya tanya apa nama kue tersebut, si ibu yang sedang memegang kayu silinder menjawab kue gulung. Wujudnya mirip kue semprong  makanan kesukaan saya sewaktu kecil.

Panggangan kue

Karena ingin tahu lebih detail lagi proses pembuatannya saya langsung duduk manis di samping mereka. Sambil sesekali membantu menyusun kue ke dalam kaleng. Nantinya kue ini akan dijual ke Singapura. Satu kalengnya saja bisa dihargai ratusan ribu rupiah. Terlebih saat imlek atau perayaan hari besar Cina lainnya pesanan datang terus-menerus.

Si ibu yang duduk di samping saya kemudian memberikan kue yang baru saja digulungnya kepada saya. Dengan sedikit malu-malu, akhirnya mengiyakan tawaran untuk mencicipi kue gulung itu. Ah, siapa yang nolak dapat makanan gratis begini. 

Kue digulung di atas talenan

Saat membidikkan kamera secara auto ke arah panggangan, nenek yang sedang memanggang kue tiba-tiba melompat dan berteriak. Tangannya menyenggol beberapa cetakan kue sehingga terjatuh dari panggangan. Sinar blitz kamera rupanya membuat ia kaget. Saya mendadak tak enak hati lalu meminta maaf.  Namun ibu-ibu yang lainnya malah tertawa-tawa dan menjelaskan kepada saya kalau si nenek memang latah. Benar saja, berkali-kali saya memfoto kue, si nenek terus saja kaget dan berteriak-teriak. 

Ini hasilnya :D

Hampir setengah jam saya nongkrong bersama ibu-ibu pembuat kue gulung. Dari jauh Chila tampak asyik bermain-main dengan temannya. Jadi saya masih punya waktu untuk bertanya lebih banyak lagi. Kebetulan suami lewat dan ia juga tertarik untuk mampir melihat-lihat.

Selain usaha kue gulung, si ibu yang punya rumah ternyata menjual ikan dan hasil tangkapan para nelayan setempat. Saya dan suami memang telah berniat untuk membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang. Dan setelah si ibu bercerita kalau ia menjual hasil laut kami langsung menanyakan apakah ia punya rajungan atau tidak. Rajungan adalah sejenis kepiting yang hidup di laut namun memiliki kaki yang pipih untuk berenang.    

Kami  diajak ke samping rumahnya. Di sana terdapat beberapa bak penampung yang isinya berbagai jenis hasil laut. Ikan, sotong, udang, dan rajungan. Ikan pun begitu warna-warni dengan berbagai macam ukuran. semuanya  masih segar dan banyak yang masih hidup. Termasuk sejenis hiu kecil yang menarik perhatian kami. Hiu dengan kepala lebih mirip seperti ular. Hiu ini dimitoskan dapat mengobati anak yang masih suka ngompol.

Setelah adu tawar dan sepakat dengan harga tertentu kami pun membayarnya. Lumayan untuk dimasak saat tiba di rumah nanti. Sedangkan Chila masih saja bermain asyik dengan temannya. Waktunya kami menyusul dan mengajaknya turun ke laut yang sudah surut.

Baca juga petualangan saya ke Pulau Panjang dan Pulau Bulan


20 komentar :

  1. Baru tahu kalau cetakan kue gulung itu seperti itu. Aku kira bentuk cetakkannya silinder seperti bentuk kue jadinya hihi

    Kebayang itu gimana si nenek latah tiap blitz kameranya aktif :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya saya saja terpukau Mbak :D unik banget cetakannya. Pengen nyobain tapi takut nenek terganggu :D

      Hapus
  2. saya menyebutnya dgn kue semprong mba.... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya berarti sama dengan di Garut, semprong juga

      Hapus
  3. Ini semprobg...enak bgttt.pernah lihat tetangga koko hikin kue ini buat imlek

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya rata2 koko dan cici yg bikin mbak. Wanginya itu duh sedap banget.

      Hapus
  4. Kalau di blitar kue gulung ini namanya opak gambir :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah unik ya namanya Mas :)

      Hapus
    2. Lho Mas Fahmi ini orang Blitar? Salam kenal ya, saya Ihwan dari Malang.
      Kebetulan istri orang Popoh, Blitar.

      Hapus
  5. Saya juga baru tahu cara bikin kuenya seperti itu, memang dalam membuat makanan entah itu masakan atau kue dibutuhkan ketelatenan dan trik tersendiri.
    Kalau di Malang namanya juga kue semprong.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saat memperhatikan mereka para ibu pembuat kue ini seru banget. Telaten tapi juga cepat dan cekatan jadi suka lihatnya Mas

      Hapus
  6. loh??? sama kayak di aceh. persis. di aceh namanya kue seupet (jepit)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pas berarti ya. Kue ini memang dijepit awalnya lantas setelah matang digulung :)

      Hapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  8. kalau ditempat kami kue tu namanya kue sepet atau kue semprong...

    BalasHapus
  9. Aku nyebutnya juga kue semprong niih... kesukaan mas Anang ini...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Krenyes2 renyah rasanya. Pantas Mas Anang suka :)

      Hapus
  10. rasanya sama ga kak kayak kue semprong? aku juga demen banget nih nyari makanan khas atau cemilan khas kota yg aku datengin, seru banget lagi ini bisa sampe lihat proses bikinnya

    BalasHapus
  11. Dari bentuknya seperti kue semprong ya, kak... Ini Pulau Seraya Batam sama dengan Seraya, kak? Yang dekat Kodim.

    Aku ngebayangi si nenek latah. Dan juga bayangi wajah kakak yang merasa bersalah. Hahaha

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita