Pemulihan Kelestarian Alam di Taman Masigit Kareumbi

Malam semakin larut. Gonggongan anjing yang waspada karena mencium bau manusia-manusia yang tak dikenali mulai menciutkan nyali kami yang baru saja tiba di tempat itu. Suara gemeretak kerikil jalanan yang terlindas ban mobil yang kami tumpangi, terdengar jelas di udara. Membuat gema dan memicu gonggongan anjing menjadi lebih kencang lagi.   

Jembatan ini menjadi titik masuk ke Kawasan Konservasi Hutan.

Di ujung jembatan, di bawah pohon tanjung, tepat di sebrang sebuah rumah panggung, mobil pun berhenti. Saat kami keluar dari mobil, hawa dingin langsung menyergap, meresap. Membuat gigil pada sekujur tubuh. Menembus kulit dan menjalar hingga tulang-belulang.

Beberapa ekor angsa datang menyongsong. Merendahkan kepala dan paruhnya seolah-olah hendak menyosor. Kami berenam langsung berpencar menjauhi kelompok angsa itu. Takut? Iya. Sumpah, disosor angsa memang sakit dan memalukan. Eh, sakitnya sih tidak seberapa tapi malunya akan mengendap berhari-hari dan akan jadi bahan ejekan diantara kami di kemudian hari :D

Peta petunjuk arah menuju TB Masigit Kareumbi. Gambar dari kareumbi.wordpress.com

Setelah terbang dari Batam menuju Jakarta dengan tiket pesawat gratis hadiah dari maskapai penerbangan berwarna biru milik pemeritah, saya beserta anak dan suami menaiki bis dari Bandara Sukarno Hatta menuju pool bis di kawasan Batu Nunggal Bandung. Dan setelah hampir dua jam perjalanan putar-putar dari Bandung karena nyasar, kami tiba di Kawasan Hutan Buru Masigit Kareumbi. Tempat yang sangat ingin saya kunjungi sepanjang tahun 2014 silam. Saya mengetahui keberadaan kawasan ini dari beberapa blog teman.

Lokasi masuk menuju Masigit Kareumbi bermula dari Kecamatan Cicalengka, Menyusuri jalan By Pass Cicalengka  lalu belok kiri menuju arah air terjun Curug Cinulang. Lurus terus ke atas menuju Desa Tanjung Wangi hingga tiba di kawasan konservasi. Penduduk sekitar kerap menyebutnya dengan KW saja. 


Rumah Pohon di Taman Buru Masigit Kareumbi
Bercengkrama di rumah pohon

Bukan tanpa sebab kami mengunjungi tempat ini. Selain letaknya yang tidak jauh dari jalur mudik menuju kampung halaman di Garut, juga ada sesuatu yang sangat menarik yang ingin kami sekeluarga lakukan di sana. Yakni ikut berperan dalam melestarikan lingkungan dengan menjadi wali pohon. Apa itu wali pohon? Nanti kita bahas. 


Mobil dengan lambang Taman Buru Masigit Kareumbi.

Hal kedua kenapa saya begitu bersemangat pergi ke Masigit Kareumbi adalah ingin mengedukasi dan membimbing anak semata wayang kami, Chila, bagaimana cara melestarikan lingkungan melalui penanaman pohon. Ia akan belajar dan mengamati bagaimana proses tumbuh kembang sebuah pohon yang akan ia tanam dari menyemai benih dalam rangka pembibitan, penanaman, hingga pemeliharaan. Selain itu ia akan senang dapat  menyaksikan rusa-rusa yang sedang dikembangbiakkan di penangkaran.

Rusa-rusa yang sedang ditangkarkan

Bangga rasanya jika 10 atau 15 tahun kemudian saat ia beranjak dewasa, ia mendapati pohon yang ia tanam telah menjulang tinggi, teduh dan rindang. Yang terpenting satu pohon yang akan kami tanam saja dapat men-supply sekitar 1.2 kg oksigen per hari ke udara. Ini berarti kami  ikut berkontribusi dalam  usaha mengurangi pemanasan global. 

Bibit Pohon


Hal ketiga kenapa kami mengunjungi Masigit Kareumbi adalah karena di sana terdapat rumah pohon yang cantik-cantik. Dibangun di atas pohon di sekitar hutan cemara. Rumah-rumah pohon ini terlihat begitu asri. Saya dan anak saya membayangkan rumah-rumah ini seperti rumah para peri di film Tinker Bell.

Taman Konservasi Hutan Buru Masigit Kareumbi terletak di perbatasan Bandung – Garut – Sumedang dengan luas 12.420,70 hektar. Kawasan  ini dikembangkan lagi fungsinya karena keprihatinan para pecinta alam, penempuh rimba dan gunung Wanadri  atas terbengkalainya kondisi hutan wilayah Masigit Kareumbi yang gundul dan rusak.Usaha-usaha yang dilakukan dengan mengusung konservasi dan ekowisata pun mulai dilakukan. Dan kini sudah mulai menampakkan hasilnya.

Rumah Pohon
Senangnya berada di rumah pohon


Dalam setiap minggunya ada saja instansi, perusahaan atau pihak swasta, pelajar/mahasiswa, juga orang pribadi yang datang berkunjung dan melakukan upaya bersama, reboisasi hutan dengan menjadi wali pohon. Dimana masyarakat luas memberikan biaya asuh untuk setiap pohon yang ditanamnya yang akan digunakan pihak pengelola untuk biaya merawat pohon selama 3 tahun.

Dengan mengunjungi kawasan konservasi Taman Buru Masigit Kareumbi kita bisa menjadi bagian dari sebuah proses dan kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan. Ini terbukti dari 3 hal yang melekat dalam program ekowisata (ecotourism) yang diusung pengelola yaitu konservasi, pemberdayaan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat serta aspek pembelajaran. 

Rumah Pohon
Nyapu halaman biar bersih.

Adapun kegiatan ecotourism yang dapat dilakukan di Masigit Kareumbi diantaranya hiking menuju kampung wisata, cycling (bersepeda) dengan rute cross country (5 km) atau mengikuti jalur dengan rute pendek family track (1 km), camping, menginap di rumah-rumah penduduk di Desa Cigumentong yang merupakan perkampungan enclave, rumah pohon yang ramah lingkungan, dan upaya reboisasi dengan pemberdayaan partisipasi masyarakat luas melalui program wali pohon. Sumber dari kareumbi.wordpress.com.

Pemandangan ladang penduduk di Kawasan Konservasi

Sayang, keesokan harinya, saat saya menanyakan ingin memproses dan mendaftar menjadi wali pohon, orang yang bertanggung jawab menangani pohon sedang tidak di tempat. Mungkin karena hari itu adalah hari biasa yang sepi pengunjung. Sempat kecewa dan berjanji dalam hati akan kembali ke sini dengan misi menjadi Wali Pohon harus terlaksana.

Hutan Cemara yang Asri

Oh ya, jika suatu saat saya akan melakukan traveling ke destinasi-destinasi wisata lainnya di negeri ini, maka saya akan terlebih dahulu  mengecek lokasi dan tempat-tempat menarik lainnya di channel youtube Kementrian Pariwisata Indonesia.. Temukan betapa banyak keindahan alam dan keberagaman budaya Indonesia yang sesungguhnya.



8 komentar :

  1. Pernah ke Masigit Kareumbi tahun 2011 lalu. Pertama kali ke sana dan langsung jadi wali pohon. Suka sekali tempat ini, asri dan sangat sejuk. Dulu main kano di sana. Naik rumah pohon juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya saya ke sana juga niatnya mau jadi wali pohon tapi karena tidak janjian, penanggung jawab untuk wali pohon sedang tidak di tempat. Mbak Rien beruntung banget bisa main canoe. Pas saya ke sana semua fasilitas sedang tidak available. Padahal pengen canoeing sama cycling.

      Hapus
  2. Wah pengen punya rumah pohon kayak gitu. Ide menjadi wali pohon itu briliant ya mba. Aku mau doong jd wali pohon

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dinas ke Jakarta atau ke Bandung, mampir sini mbak Wind ajak Tara. Seru deh kalau buat anak-anak mah.

      Hapus
  3. Aku dah perna nginep di rumah pohon nya sekitar 7 tahun lalu #pamer hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaa...udah lama ternyata ini ya. Aku malah baru tahu tahun lalu

      Hapus
  4. Si kecil pingin mainan kerumah pohon. gara gara lihat film. Sampe sekrang belum kesampaian. Insyaallah kalau pas ke Jalan jalan ke Bandung mampir kesini sekalian Jadi Wali pohon. Biar Hijau lagi negeri ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga keinginan si kecil kesampaian ya Mbak. Dan keinginan saya ke JKL juga kesampaian. Duh mimpi pun jadilah gak apa-apa asal ada di sana :D

      Hapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita