Salah satu sudut Pondok Saladah |
Alasan lainnya kenapa hati sedikit ciut, karena saya sudah lupa jalur menuju Tegal Alun. Terakhir ke sana tahun 1999. Jaman masih centil sebagai gadis tingting :D gimana nggak lupa coba udah belasan tahun begitu.
Rumpun Edelweis di Pondok Saladah |
Pondok-pondok berdinding kayu yang entah untuk apa
Diantara perubahan-perubahan itu tentu ada sisi baik dan buruknya. Silahkan pilih sendiri.
Saat kebingungan begitu, tiba-tiba ada dua orang pendaki yang melewati saya. Iseng saya tanya mau kemana. Mereka menjawab mau ke Tegal Alun. Alhamdulillah, akhirnya ada teman naik. Saya pun bergabung dengan mereka. Salah satunya bernama Ruli, ia mengaku bekerja di Bank BJB Tasikmalaya. Dari logat bicaranya jelas banget mereka itu orang Sunda. Maka mengalirlah bahasa sunda dari mulut saya. Asyiiik. Sudah rindu menggunakan bahasa sunda.
Setelah hampir satu jam perjalanan mendaki dari Pondok Saladah, melewati hutan mati, menaiki tanjakan curam (dikenal dengan sebutan Tanjakan Mamang), menerobos jalur di antara pepohonan cantigi yang berdahan rendah dan berdaun rindang, tibalah kami di Tegal Alun. Sebuah dataran luas yang terhampar bunga edelweis berhektar-hektar kini hadir di depan mata. Di sana, di sini, di sono, di situ. Aaah...pokoknya di sekeliling hanyalah rumpun-rumpun edelweis yang bunganya sudah bermekaran. Sebagian telah mengering untuk memulai siklus kehidupan dari awal lagi.
Tegal Alun, Surga Edelweis |
Saat di Pondok Saladah saja, saya dan dua teman baru dari Tasikmalaya tadi dibuat kalap oleh mekar dan rimbunnya edelweis. Dan ternyata di Tegal Alun ini berkali-kali lipat banyaknya dibanding dengan yang di Pondok Saladah. Ruli sampai berteriak-teriak kencang sekali. Ia terlihat sangat bahagia. Menurutnya ia telah bertahun-tahun memendam keinginan untuk mengunjungi Tegal Alun, dan baru tahun ini terlaksana. Padahal Garut - Tasik hanya beberapa puluh kilometer saja.
Kuncup pakis belum mengembang |
Waktu menunjukkan jam satu siang. Cuaca terlihat sedikit mendung. Namun di bagian sisi yang lainnya matahari bersinar cukup terang. Ya seperti inilah cuaca di gunung. Tidak pernah menentu. Kadang terang kadang mendung. Kadang berkabut kadang benderang. Bahkan di Kawah Papandayan yang saya lewati pagi tadi langit tampak begitu biru jernih.
Edelweis kini Ligar dan Liar |
Ruli dan temannya duduk-duduk di bawah rindangnya bunga edelweis. Mereka sedang menghangatkan air untuk membuat kopi. Teman Ruli lalu meletakkan tripod di tengah-tengah lapangan dan mensetting kamera sehingga menyala otomatis. Ruli duduk bersila sambil mengangkat mug kopinya. Dan itulah inti kedatangannya ke sini. Sebuah kejadian yang ia telah bayangkan dan idam-idamkan sebelumnya. Duduk berfoto sambil minum kopi di tengah -tengan Tegal Alun.
Ruli dan temannya |
Note:
1. Dilarang menginap, mendirikan tenda, atau kemping di Tegal Alun. Menginap hanya diperbolehkan di Pondok Saladah.
2. Menuju Tegal Alun: Dari Terminal Guntur Garut naiklah angkot jurusan Cikajang atau bis jurusan Pamengungpeuk/Bungbulang atau menuju Garut Selatan lainnya. Turun di Cisurupan dekat lapangan bola. Di sebrang jalan langsung terbaca plang menuju kawasan Gunung Papandayan. Pada pintu masuk banyak ojek atau mobil colt bak sewaan. Ojek seharga 20.000 rupiah sekali jalan. Kalau colt bak 200.000 rupiah per mobil. Kalau rame-rame misal ber-20 orang bisa bayar 10.000 rupiah per orang.
3. Dari lapangan parkir (Camp David) Gunung Papandayan, terus naik ke Pondok Saladah kurang lebih 2,5 jam perjalanan dengan jalan santai melalui kawah yang luas. Pakai masker untuk menghindari mencium aroma belerang yang menyengat. Dari Pondok Saladah naik lagi mengikuti jalur dan petunjuk yang sudah ada menuju Tegal Alun. Lama tempuh 1-2 jam tergantung kecepatan jalan anda.
4. Tiket masuk kawasan Gunung Papandayan Rp. 5.000 hari biasa dan Rp. 7.500 pada hari sabtu dan minggu. Saat memasuki jalur menuju Pondok Saladah juga dipungut biaya kebersihan seikhlasnya.
Wuiih cakep beneeer. Mau banget ke sini >.<
ReplyDeleteSegera masukan ke dalam wish list Cek Yan haha..
Deletekalo dilihat dari jauh, Edelwesi kok kayak semak ya kakak, hahaa
ReplyDeletetapi pas di-shoot dari jarak dekat, nah itu cakep banget kak :D
Kak Eqi, sebenarnya edelweis ini nggak cantik-cantik amat sih masih kalah sama kecantikan mawar anggrek melati dan bunga2 lainnya. Tapi kharisma dan julukannya sebagai bunga abadi inilah yang bikin orang penasaran.
DeletePengen ke Pondok Saladaaaah.....
ReplyDeleteYuk ah :) cusss....overland :D
DeleteDuh, Racun nanjak Nih. Bikin gatel kaki untuk mendaki.
ReplyDeleteGarukin kaki mbak Zulfa pakai skop :D
Deleteuwaaa....bener2 lautan edelwis ya mbak^^
ReplyDeleteIya Mbak Han. Luaaaas....sangat
Deletewalah edelweiss, bunga keabadian :)
ReplyDeleteudah lama buanget mengidolakan bunga yang satu ini...
edelweis tidak boleh dipetik dan dibawa pulang ya :D cukup difoto-foto aja
DeleteSaluuut pake bingiiit pada keberanian Mbak Lina mendaki gunung sendirian. Mbak memang benar-benar pecinta alam sejati? *kasih jempol empat*
ReplyDeletejauh dari kata sejati Mas, mendaki gunung saja masih takut-takut kok :D
Deletecakep yaa pemandangannya...tapi ngga kuat lagi deh nanjak-nanjak hihihihi
ReplyDeleteSaya juga sebenarnya udah nggak kuat Mbak. Ke gunung ini aja udah pincang-pincang jalannya karena sebelumnya sudah mendaki Gunung Guntur dan ada urat di lutut yang ketarik :( Alhasil sakitnya hingga sekarang. Bahkan sudah berlalu berbulan-bulan.
DeleteCakep banget padnag edelsweisnya, Mbak. Duh... dah lama gak mendaki seru kayak gini. ira
ReplyDeleteMbak dulu pernah mendaki juga ya? Waaah kalau saya belum mau berhenti ini. Nggak tau kenapa. Kata orang sih mungkin sudah menjadi passion saya dan bukan lagi sekedar hobby :D
DeleteBenar-benar surga edelweis *takjub* *speechless*
ReplyDeleteFoto-fotonya kurang merepresentasikan kondisi sesungguhnya Mbak. Sungguh beda dan serasa berada di negeri antah berantah.
DeleteMeski tinggal di Jabar, aku belum pernah sama sekali ke papandayan *tear*
ReplyDeleteBuat mendaki ringan-ringan saja bolehlah ke sini Neng. Nggak berat kok jalurnya. Bandung - Garut cuma 3 jam kan ( klo nggak macet :D)
DeleteSuperwoman nih mbak Lina. Mendaki gunung sendirian butuh nyali gedeeee. Bener-bener nggak kebayang deh. Bunga edelwies menurut mitos nggak boleh dipetik ya mbak? Cantik banget view-nya...
ReplyDeleteBukan menurut mitos, tapi memang edelweis termasuk tumbuhan yang dilindungi oleh negara sehingga tidak boleh dipetik dan dibawa pulang.
DeleteKeren sangat...
ReplyDeleteMakasih. Lemparin koin recehan :D
DeleteBos kantor barusan ndaki gunung ini bbrp minggu lalu.. I will soon :)
ReplyDeleteEh kenalin dong sama bosnya Mas biar kita bisa daki gunung bareng :D
Deletesatu kataaaaaaa : Subhanalloooohh
ReplyDeleteapikkkk bangetttttttt....
Iya Mbak. Seandainya fotoku bisa lebih profesional, pemandangannya akan lebih spektakuler lagi. Sayang saya cuma amatiran :(
Deleteya ampuun edelweis nya...... kereeen :)
ReplyDeleteDan rasanya saya pengen guling-guling nari India di sana qiqiqi...
DeleteBetul sekali, tegal alun memang kereen.!
ReplyDeleteDan harus tetap dijaga selamanya. Tetap menjadi wilayah konservasi. Jangan biarkan ada yang nge-camp di Tegal Alun.
DeletePemandangannya luar biasa, perjuangannya ke tegal alun juga ekstra.
ReplyDeleteBetul. Tapi perjuangan yang ekstra terbayar sudah saat tiba di sana.
DeleteItu tiket masuk sehari atau mau beberapa hari juga tetep bayar nya segitu ???
ReplyDeleteSekarang sudah dikelola swasta, untuk izin camp 1 malam harus bayar 65.000/orang
ReplyDeleteterimakasih bos buat infonya dan semoga bermanfaat
ReplyDeleteInfo menarik dan boleh sekali dicoba, Makasih buat infonya dan sukses selalu.
ReplyDelete