Bagi
shopaholic, berjalan-jalan ke luar negeri memang nggak seru jika tidak belanja
membeli-belah. Seperti halnya Reny, teman baik saya semasa SMA yang kini jadi
teman jalan-jalan ke Krabi
, Thailand Selatan.
Selain karena hobby belanja, mamih-mamih cantik yang satu ini memang dikenal sebagai
penyayang dan perhatian kepada keluarga. Jadi kalau pergi kemana saja dia akan
menyempatkan belanja oleh-oleh untuk keluarga.
Setelah jalan-jalan ke Wat Tham Sua atau Tiger Cave kami pun meluncur menuju Tesco Lotus sebuah mal di Krabi yang menurut kami sih biasa saja. Tujuan utama mencari oleh-oleh. Namun nihil, mal ini tak jauh beda dengan mal-mal biasa di Indonesia. Penuh dengan barang-barang yang sudah umum dijual dimana pun. Jadi kami pun bertanya kepada penduduk lokal apakah ada pasar tradisional yang menjual oleh-oleh khas thailand. Kebanyakan mereka bingung sendiri mau jawab apa. Haha.
Setelah jalan-jalan ke Wat Tham Sua atau Tiger Cave kami pun meluncur menuju Tesco Lotus sebuah mal di Krabi yang menurut kami sih biasa saja. Tujuan utama mencari oleh-oleh. Namun nihil, mal ini tak jauh beda dengan mal-mal biasa di Indonesia. Penuh dengan barang-barang yang sudah umum dijual dimana pun. Jadi kami pun bertanya kepada penduduk lokal apakah ada pasar tradisional yang menjual oleh-oleh khas thailand. Kebanyakan mereka bingung sendiri mau jawab apa. Haha.
Beruntung dua orang pegawai salah satu bank yang berkantor di Tesco Lotus memberikan contekan nama pasar tersebut pada Reny. Pasar tradisional - yang menurut pengakuan mereka adalah pusat oleh-oleh khas
Thailand di Krabi. Entah apa nama pasar ini, bingung bagaimana bacanya.
Tulisan keriting begitu siapa yang mengerti kecuali orang-orang Thailand
dan mereka yang diberi kemampuan lebih oleh Tuhan belajar memahami tulisan
tersebut. Dan tentu saja si Oom-Oom pintar mesin pencari alias Oom Google.
Dengan
menaiki tuktuk yang kami tawar seharga
200 bath atau setara dengan seratus ribu rupiah dari penduduk lokal Krabi, Saibah dan suaminya yang
baru pulang belanja lemari pakaian di Tesco Lotus Mall, kami
berburu waktu untuk menuju pasar tempat oleh-oleh. Orang-orang yang ditanyai bilang pasar tersebut dekat, setelah dijalani ternyata lumayan jauh juga, lebih dari 15 menit.
Dalam
perjalanan, kami melewati jalan "Utarakit Road" di tepi sungai Krabi. Pada tepi-tepi jalan yang berbatasan dengan sungai terdapat beberapa spot yang iconic yang dijadikan landmark kota Krabi. Diantaranya adalah
patung kepiting, patung ikan, dan patung burung Elang yang bercokol di tugu nol kilometernya Krabi. Namun yang paling menarik
kami serta para turis lainnya adalah patung kepiting atau crab. Bisa jadi kata Krabi diadaptasi dari kata dalam bahasa inggris "crab".
Jalan Utarakit yang kami lalui ini berada di tepian sungai yang menghadap ke hutan bakau dan tebing-tebing kapur yang berbentuk khas. Meskipun airnya tidak terlalu jernih namun kondisi sungai tetap terlihat bersih dan terjaga.
Jalan Utarakit yang kami lalui ini berada di tepian sungai yang menghadap ke hutan bakau dan tebing-tebing kapur yang berbentuk khas. Meskipun airnya tidak terlalu jernih namun kondisi sungai tetap terlihat bersih dan terjaga.
Saibah
dan suaminya dengan baik hati membolehkan kami mampir dan
berfoto-foto di spot menarik di sepanjang jalan Utarakit tersebut. Saya, Reny, dan anak-anak mencoba berbagai pose untuk
mendapatkan foto terbaik.
Di tepi
jalan Utarakit dilengkapi juga dengan trotoar yang luas serta bangku-bangku yang
menghadap ke sungai. Bangku-bangku tersebut digunakan pengunjung untuk duduk
santai melihat berbagai aktifitas di sungai. Salah satunya menyaksikan para atlit dayung sedang berlatih. Sarana ini menambah betah para pengunjung untuk duduk berlama-lama di tepian sungai.
Setelah puas berfoto-foto kami langsung meluncur ke pasar yang ternyata tidak jauh dari Utarakit Road. Satu yang saya tandai di kawasan ini terdapat sebuah hotel bertuliskan River View. Saya teringat hotel ini ketika memesan hotel di Agoda namun tidak jadi mengambilnya karena tidak ada fasilitas kolam renang seperti di Krabi Discovery Resort.
Dengan
perkiraan waktu belanja sekitar satu jam kami pun menyusuri toko-toko yang ada
di pasar. Menanyakan harga kepada seorang ibu-ibu berkulit putih berpipi
semu kemerahan yang hanya menjawab setiap pertanyaan kami dengan ketikan di kalkulator.
Kami mulai beradu tawar dengan mengetikkan sebaris angka-angka. Menawar hampir setengah harga awal. Lalu Si ibu membalas dengan mengetikkan sebaris angka lagi. Deal, sebuah transaksi terjadi. Transaksi tanpa bahasa, tanpa kata-kata. Dalam hati saya ngakak ketawa tapi sekaligus merasa ajaib. Dunia tanpa kata ternyata bukan berarti sepi tanpa kesibukan. Lihatlah bagaimana kami beradu tawar di pasar ini.
Kami mulai beradu tawar dengan mengetikkan sebaris angka-angka. Menawar hampir setengah harga awal. Lalu Si ibu membalas dengan mengetikkan sebaris angka lagi. Deal, sebuah transaksi terjadi. Transaksi tanpa bahasa, tanpa kata-kata. Dalam hati saya ngakak ketawa tapi sekaligus merasa ajaib. Dunia tanpa kata ternyata bukan berarti sepi tanpa kesibukan. Lihatlah bagaimana kami beradu tawar di pasar ini.
Satu jam
waktu yang ditentukan telah usai. Entah apa saja yang Reny beli, karena
bawaannya menjadi berat dan lebih banyak. Sedangkan saya hanya membeli sebuah bando Chila dan
tas etnik dengan motif gajah saja. Lainnya tidak.
Keluar belanja dari pasar kami langsung menuju tuktuk yang sudah menunggu. Dalam perjalanan kembali ke Lotus Mall, saya dan Reny menghitung uang sisa belanja lalu patungan untuk membayar tuktuk. Ya Salaaam, uang bath kami ternyata habis untuk belanja tadi. Adanya rupiah, dollar Singapura, dan ringgit Malaysia. Nggak mungkin kami bayar tuktuk menggunakan mata uang itu. Pasti ditolak. Kami kembali mengaduk-aduk dompet, mengeluarkan semua isinya termasuk receh-recehan koin.
“G*bl*k
banget kan
gua Lin.” Wkwkwk saya dan Reny tertawa bersama menertawakan kebodohan kami. Konyol banget rasanya. Belanja aja tapi nggak mikirin ongkos pulang.
"Aduh Ren gimana ini?" Saya mulai panik.
"Aduh Ren gimana ini?" Saya mulai panik.
“Tenang Lina duit mah banyak, tapi rupiah semua” Kata Reny.
Iya sih duitnya Reny mah banyak mau berapa juta juga, tapi tetap saja bikin ngeri-ngeri sedap. Masalahnya ini di negeri orang, dan rupiah nyaris nggak ada harganya kecuali sudah ditukar di money changer.
Kami lantas tertawa-tawa lagi. Kali ini tertawa getir sambil menghitung recehan koin bath di telapak tangan. Mudah-mudahan cukup hingga 200 bath kalau tidak bisa dimarahi suami Saibah habis-habisan :D
Ahahahaha borong borong
BalasHapusKrabi tuh emng murah berasa jd orang kaya deh hehehe
BalasHapusAhahhaha...yg.mborong.
BalasHapusUntunglah aku klo jalan2 ada satpamnya mbak.bojoku itu akuntan jd perhitungan bgt jd klo udah hampir mencapai budget perhari ufah disempritin aja...
Ish.... asli nyebelin kan.ga tau kalo belanja itu sungguh menyennagkan
Wkwkk... Tapi, spot nya lucu2 buat poto2 ya, Mak Lina
BalasHapusHahahahha kebayang paniknya pas liaat dompet di negeri orang..
BalasHapusLihat dompet kosong oleh Bath tepatnya sih mbak. Hahaha.
HapusSeruuu mba LIna jalan-jalannyaa. PAtung kepitingnya gede bangets, Thifa kalo lihat itu lari kali dia hihihi
BalasHapusHaha. Sini Thifa tante bawain kepiting besar di Belitung nanti.
Hapusternyata semua wanita sama, kalap kalo liat barang bagus, Eh tapi, koinnya cukup buat pulang kan mbak Lin?
BalasHapusHaha iya Mbak. Akhirnya koin-koin lah yang menyelamatkan kami :D
HapusTas etnik gambar gajah, ciri khasnya banget ya mbak
BalasHapusIya betul Mbak. Unik banget.
Hapusaku belum pernah lho ke thailand , tahun ini ah di jadwalkan
BalasHapus