Dengan menyewa mobil hotel
seharga 800 Bath atau setara dengan 400 ribu
rupiah, pagi itu dengan agak malas-malasan kami berangkat ke Wat Tham Sua atau
para turis mengenalnya dengan sebutan Tiger Temple .
Selain Phi
Phi Island
dan pulau-pulau cantik di sekitarnya, Tiger
Cave adalah salah satu destinasi
wisata utama para turis di Provinsi Krabi ,
Thailand .
Karena berangkat telat, maka
jam setengah dua belas kami baru tiba di Tiger Temple .
Ini gara-gara anak-anak nggak mau naik dari kolam renang hotel. Masih betah dan
pengen berlama-lama. Malah sempat pula mereka ngasih ide agar mereka ditinggal
di hotel terus para mama kece, saya dan Reny saja yang pergi keliling kota . Tentu saja kami
menolak mentah-mentah usul itu. Anak-anak tetap harus pergi bersama kami. Entah
apa yang terjadi jika mereka ditinggal di hotel.
Mungkin karena ada yang
perlu dijemput lagi, Pak Le sopir kami memberi waktu satu jam saja untuk saya
dan anak-anak mendaki bukit Tiger Temple . Karena kami mengira
mobil tersebut kami booking seharian dan juga karena kendala bahasa yang
roamingnya minta ampun, terjadilah miskomunikasi. Pak Le tidak bilang juga kalau
dia harus jemput tamu hotel atau ada perlu lainnya. Lagian seharian itu kan mobil kami carter,
berarti dia harus menunggu kami. Ah sudahlah. Pokoknya gara-gara ini seturunnya
dari bukit saya dimarahin habis-habisan sama si Pak Le. Hikss.
Turun dari mobil kami
langsung tertarik berfoto di depan patung harimau yang berada di halaman sebuah
pagoda. Pagoda ini tampak masih belum sempurna dibangun. Dinding bangunannya
baru selesai diaci semen dan belum dicat.
Selain kami, ada beberapa
pengunjung yang ikut berfoto. Kebanyakan berwajah bule dan satu diantara
bule-bule itu seorang pria muda berkulit sawo matang. Saya menduga-duga dia
berasal dari Asia Tenggara. Mungkin Malaysia ,
Philipina, Singapura, atau mungkin saja dari Indonesia .
Ketika mereka sedang membahas
perubahan kulit pada dua bule Prancis, mereka tersenyum pada saya. Dan senyuman
tersebut menjadi momen perkenalan kami selanjutnya. Salah satunya gadis beliau berumur 21 tahun bernama Lilou. Seperti yang saya duga, pria muda yang bernama Anto itu ternyata berasal dari Indonesia . Tepatnya berasal dari
Palu Sulawesi Tengah.
Entah nyambung darimana saya
dan Anto tiba-tiba membahas komunitas para pejalan di Facebook yaitu Backpacker
Dunia (BD) dimana kami berdua sama-sama menjadi anggotanya. Anto pun mengenali beberapa teman BD Batam seperti Mukhlis, Hanna dan Choty. Walaupun baru pertama kali berjumpa, kami jadi seperti bertemu teman lama, terlibat percakapan yang seru. Sesekali diinterupsi Chila yang sebel dan kesel bundanya
bicara terus sama orang asing. Haha.
Gilanya, semenjak pertemuan kami tanggal 4 November 2015 hingga tulisan ini dibuat hari ini, Anto masih berkelana menjelajah negara-negara ASEAN. Kabar terakhir yang saya lihat di facebooknya ia masih berada di Laos . Sebulan lebih menjelajah Asia Tenggara. Ya salam. Entah harus berkata apa. Kalau sebulan di negeri orang buat jalan-jalan doang bisa-bisa saya mah miskin mendadak. Hihi.
Di kaki bukit, terdapat pagoda/kuil lainnya yang terlihat sudah berdiri sejak lama. Kuil inilah yang disebut Kuil Tiger karena ada anak macan yang dipelihara di belakang kuil. Kami lantas beramai-ramai beriringan memasukinya. Kuil ini letaknya bersebrangan dengan pagoda yang baru dibangun tadi.
Seorang biarawan menunjuk kotak sumbangan di meja di depannya untuk kami isi seikhlasnya. Sebagai imbalan, ia akan mengikatkan sebuah gelang kepada pengunjung sambil membacakan doa-doa. Saya tidak antri untuk diberi gelang tapi menanyakan apakah di dalam sana boleh foto-foto. Dan ia pun mengangguk tanda membolehkan.
Di tengah-tengah kuil, tampak seorang perempuan mengenakan celanan jeans pendek memulai ritual berdoa dengan menyalakan lilin dan dupa. Di sudut lainnya dua orang biarawan sedang menyantap makan siangnya dengan duduk bersila seraya bertopang dagu.
Seusai dari Kuil Tiger, kami menuju ke jalan menuju bukit dengan melewati sebuah gerbang bernuansa China. Rumbai-rumbai Lampion berwarna merah tampak bergelantungan di pintu gerbang.
Tak jauh dari situ kami mulai meniti menaiki anak tangga menuju puncak bukit. Reny tidak ikut naik melainkan menunggu kami di bawah. Anak-anak antusias ikut mendaki. Namun baru beberapa puluh anak tangga, Desti dan Shera minta turun. Dan di tangga kedua ratus, Chila juga minta turun.
Di tengah-tengah kuil, tampak seorang perempuan mengenakan celanan jeans pendek memulai ritual berdoa dengan menyalakan lilin dan dupa. Di sudut lainnya dua orang biarawan sedang menyantap makan siangnya dengan duduk bersila seraya bertopang dagu.
Worshipper |
Monks (Biarawan) |
Tak jauh dari situ kami mulai meniti menaiki anak tangga menuju puncak bukit. Reny tidak ikut naik melainkan menunggu kami di bawah. Anak-anak antusias ikut mendaki. Namun baru beberapa puluh anak tangga, Desti dan Shera minta turun. Dan di tangga kedua ratus, Chila juga minta turun.
Setelah mengantarkan Chila turun, saya naik kembali. Huhu rasanya nggak nyampe-nyampe. Untung setiap sekitar 50-60 anak tangga atau setiap perhentian ada tulisan anak tangga nomor berapa. Berdasarkan papan signboard di dekat tangga pertama, total yang harus didaki untuk sampai di puncak bukit adalah 1.237
anak tangga. Dan meskipun tidak setinggi gunung, bukit kapur yang terjal ini sangat menguras energi. Rasanya seperti mendaki gunung berkali-kali lipat.
Di beberapa anak tangga ada bagian yang kanan kirinya langsung berhadapan dengan jurang. Jadi langkah kaki benar-benar harus hati-hati agar tidak terpeleset. Meskipun di tepi-tepi tangga sudah diberi pegangan tetap saja rasa ngeri terjatuh tetap ada.
Di beberapa anak tangga ada bagian yang kanan kirinya langsung berhadapan dengan jurang. Jadi langkah kaki benar-benar harus hati-hati agar tidak terpeleset. Meskipun di tepi-tepi tangga sudah diberi pegangan tetap saja rasa ngeri terjatuh tetap ada.
Actualnya 1260 Anak Tangga |
Selangkah demi selangkah, puluhan, ratusan, hingga seribu tangga saya lewati. Selang setengah jam saya tiba di tangga ke 1.260 di dekat puncak bukit. Di dekat tangga ke 1.260 terdapat air minum yang dapat dikonsumi oleh seluruh pengunjung. Kenyataannya terdapat perbedaan sekitar 23 anak tangga.
Saya terus melangkahkan kaki ke bagian atas lagi. Di sana terdapat sebuah kuil dengan langit-langit yang terbuka. Di tengah-tengahnya terdapat patung Budha keemasan setinggi kurang lebih 5 meter sedang terduduk di atas bunga teratai. Seperti pendatang lainnya lantas saya pun membuka sendal dan masuk ke dalam pagoda hanya sekedar untuk melihat dan berfoto-foto.
Pemandangan dari puncak bukit dapat disaksikan dengan jelas ke semua arah secara 360 derajat. Hamparan hijau tampak subur terbentang. Bukit dan tebing-tebing batuan kapur yang mencuat di kejauhan semakin menambah indah pemandangan.
Di dalam kuil, saya bertemu kembali dengan Anto, Lilou dan pasangannya. Anto sedang bercerita dengan seorang rekan bulenya sedangkan Lilou tampak khusuk bermeditasi. Meresapi angin yang berhembus perlahan ke arah puncak.
Tak hanya Lilou saja, beberapa wanita bule lainnya pun tampak duduk bersila menyilangkan kedua kaki untuk bermeditasi juga. Tak ingin mengganggu mereka, saya pun berlalu sambil berjingkat-jingkat.
Seorang biarawan datang mendekati patung Budha. Lantas ia menyembahnya dengan cara bersujud berulang kali.
Setelah puas memfoto pemandangan, saya pun segera meluncur turun. Di tengah jalan saat berpapasan dengan penduduk yang hendak naik saya menanyakan jam. Dia jawab jam satu. Ya ampuuun. Saya pun ngebut turun setengah berlari. Sementara si Pak Le sopir kami di bawah uring-uringan marah karena menurutnya saya harus turun jam setengah satu. Weew. Naiknya aja jam dua belas, nggak mungkin banget setengah jam saya bolak-balik dari bawah puncak ke bawah lagi. Duuh.
Tak hanya Lilou saja, beberapa wanita bule lainnya pun tampak duduk bersila menyilangkan kedua kaki untuk bermeditasi juga. Tak ingin mengganggu mereka, saya pun berlalu sambil berjingkat-jingkat.
Seorang biarawan datang mendekati patung Budha. Lantas ia menyembahnya dengan cara bersujud berulang kali.
Setelah puas memfoto pemandangan, saya pun segera meluncur turun. Di tengah jalan saat berpapasan dengan penduduk yang hendak naik saya menanyakan jam. Dia jawab jam satu. Ya ampuuun. Saya pun ngebut turun setengah berlari. Sementara si Pak Le sopir kami di bawah uring-uringan marah karena menurutnya saya harus turun jam setengah satu. Weew. Naiknya aja jam dua belas, nggak mungkin banget setengah jam saya bolak-balik dari bawah puncak ke bawah lagi. Duuh.
The Budha |
Benar saja, tiba di bawah si Pak Le menyongsong saya dan bilang "*&%#@$#@ #$%& *^% ....." entahlah. Saya hanya terdiam membisu sambil mengikutinya ke mobil. Sesekali melirik ke pipinya yang merah menahan amarah. Entah harus berkata apa. Hanya saja kenapa si Pak Le ini nggak punya perhitungan banget. Harusnya dia tau kalau naik bukit itu paling cepet satu jam setengah. Sudahlah! Saya pun terdiam kesal. Lebih kesal lagi saat masuk mobil Chila nangis kencang karena menyangka saya nggak bakal kembali.
How to get There?
Kuil Tiger cave berada kurang lebih 3 kilometer dari pusat Kota Krabi dan mudah dijangkau dengan menaiki mini bus, taksi, tuktuk, atau sepeda motor sewaan. Ada juga bis umum yang disebut songthaew yang dapat diperoleh dari Krabi atau Aonang. Bis ini berhenti di jalan sebelah Wat Tham Sua (Tiger Cave). Kemudian anda dapat berjalan kaki kurang lebih 20 menit ke arah kuil. Namun jika dirasa sangat menghabiskan waktu, lebih baik menyewa sepeda motor. Tarif sekitar 200 hingga 250 Bath atau sekitar 100 sampai 125 ribu rupiah.
Setelah dari Tiger Temple kami pun belanja oleh-oleh di pusat Kota Krabi.
arrrrrrrrrrrrrrrrggg... dirimu sampai ke puncak teh......luar biasa yah....
BalasHapusIyaaa, Alhamdulillah. Turun gempor haha.
HapusEmang hanna anggota BD?? :D
BalasHapusTepatnya mantan anggota BD eh mungkin aja dia sekarang join lagi. Who know?
Hapusoh ada komunitasnya ya mbak ternyata backpacker dunia. kalau aku mau jalan2 bisa baca blognya mbak lina nih atau tanay2 langsung ya :)
BalasHapusIya Mbak anggotanya puluhan ribu loh.
HapusAnak2 dmn2 Sama ya mbak, klo di hotel lsg began, ndak msh kemana2, berenang ssmpe kedinginan
BalasHapusHaha iya Mbak sama aja sukanya main air.
HapusDulu waktu ke Krabi gak sempat main ke sini...
BalasHapusWaah sayang banget Dee padahal udah dekat banget.
HapusOalah gara-gara roaming jadi dimarahin gitu ya Mbak. Emang Pak Le ga bisa bahasa Inggris tha?
BalasHapusSelalu ada drama di setiap travelling he3 *ngaca*
haha iya dia nggak bisa bahasa Inggris sedikit pun.
HapusAduh.. Emang dasar maknya Chila suka urusan mendaki yak.. Kasian Chila nangis.. *sodorin potato
BalasHapusSayang kan Chay udah nyampe situ nggak daki sekalian, mumpung-mumpung :D
Hapus1260? Wow! Diwakili mba lina aja deh... Makasih mbaa sudah berbagi ceritanya, hahhahahahaha...
BalasHapushaha seret Mbak Ima ke tangga. Ayo naik sini Mbak :D
HapusNaik-naik tangganya tinggi banget ya mbak. Tapi pas udah di atas pemandangannya luar biasa. Jadi ga ingat turun :D
BalasHapusItulah sampai aku dimarahin drivernya Mbak :D
Hapustangganya banyak banget mbak :)
BalasHapusIya buanyaaak
Hapusdi mana pun, destinasi wisata rohani tetap jadi nomor satu, diakui atau tidak!
BalasHapusIya ya Teh, leres pisan.
Hapusbuddhnya emas ya kak tp gk sanggup dhe naik tangga
BalasHapusDuh gempor naiknya. Banyak yang ambruk pas udah turun.
HapusKeren.. Kereen... Udah nyampe Thailand aja sih mbaaak..
BalasHapusMaksa demi keinginan masa lalu haha.
HapusBabang trip kemaren gak sempat kesini 😅
BalasHapus