Pokok kurma di bawah lembah
Tanam senduduk bercabang due
Tanjung Ume tanah bertuah
Semoga kekal selame-lamenye
Tanjung Uma atau Tanjung Ume seperti yang disebutkan pada pantun di atas adalah sebuah kelurahan di Kecamatan Lubuk Baja, Batam yang terletak di salah satu tanjung bagian utara Pulau Batam yang berhadapan langsung dengan perairan Selat Singapura. Tanjung Uma telah ditetapkan Pemerintah Kota Batam sebagai salah satu dari puluhan kampung tua yang bersejarah.
Dari sebuah bukit yang menghubungkan Tanjung Uma dari darat dengan wilayah Batam lainnya, pemandangan ke arah perairan Selat Singapura sebagai jalur lalu lintas perdagangan internasional, sangat jelas terlihat. Setiap harinya ada sekitar 2.000 unit kapal yang melintasi perairan ini. Dan dari Bukit Tanjung Uma, pemandangan lalu lalang kapal tersebut tampak bagai nokhta-nokhta yang bertebaran pada lukisan kanvas.
Pesona Ramadan di Tanjung Uma
Setiap Ramadan tiba, Tanjung Uma berdetak lebih dari biasanya. Detak yang semakin berirama tatkala menjelang senja, dimana ratusan orang berdatangan untuk berburu penganan berbuka puasa. Bagi para pecinta hidangan laut, Tanjung Uma bagaikan telaga yang akan memuaskan haus dan dahaga. Aneka hidangan laut purwa rupa dari beragam jenis ikan, siput, kerang, kepiting, sotong dan udang, terhidang menggoda di meja-meja yang menjadi lapak para pedagang.
Ibarat semut yang mengerubungi gula, setiap menjelang senja, jalan sepanjang kurang lebih 100 meter di Kampung Agas Tanjung Uma, tepatnya di jalan sekitar Mesjid Nurul Hikmah, selalu tampak sesak oleh warga Batam yang terus saja berdatangan. Membuat kemacetan terjadi tidak hanya pada kendaraan pribadi saja, namun bahkan para pejalan pun ikut macet tersendat-sendat. Ah, untung saja ini Ramadan. Dimana semua orang di jalan ini, terasa lebih santun dan sabar. Tidak saling sikut dan saling dorong. Tidak pula ada gerutu, celaan, atau omelan yang menjengkelkan.
Menjelang senja yang selalu menyapa seperti biasa, seperti tahun-tahun sebelumnya saya dan keluarga kembali mengunjungi Tanjung Uma yang hanya berjarak sekitar 35 menit berkendara dari rumah kami yang berada di sisi barat Pulau Batam.
Selain menjalankan ibadah puasa dan amalan lainnya, Ramadan kerap membuat saya merindukan suasana di Kampung Tua Tanjung Uma ini. Merasakan sensasi kesabaran saat berdesak-desakan di antara para pembeli dan pedagang. Atau menyimak riuh rendah warga yang sedang beradu tawar sambil menghirupi dua aroma - laut dan rempah - dalam kepulan asap pembakaran ikan. Saya juga merindukan suara ceramah dan qiro'ah yang keluar dari pengeras suara di Mesjid Nurul Hikmah. Kenapa? Karena hiruk-pikuk keadaan di Tanjung Uma ini senantiasa mengingatkan masa kecil saya saat menjalani Ramadan di kampung halaman.
![]() |
Tanjung Uma dan Selat Singapura yang Dipenuhi Kapal-Kapal Dagang Internasional |
Dari sebuah bukit yang menghubungkan Tanjung Uma dari darat dengan wilayah Batam lainnya, pemandangan ke arah perairan Selat Singapura sebagai jalur lalu lintas perdagangan internasional, sangat jelas terlihat. Setiap harinya ada sekitar 2.000 unit kapal yang melintasi perairan ini. Dan dari Bukit Tanjung Uma, pemandangan lalu lalang kapal tersebut tampak bagai nokhta-nokhta yang bertebaran pada lukisan kanvas.
![]() |
Hotel Pacific Palace di Kawasan Jodoh Batam |
![]() |
Kawasan Bisnis Nagoya Batam |
![]() |
Gapura Menuju Kampung Tua Tanjung Uma |
Setiap Ramadan tiba, Tanjung Uma berdetak lebih dari biasanya. Detak yang semakin berirama tatkala menjelang senja, dimana ratusan orang berdatangan untuk berburu penganan berbuka puasa. Bagi para pecinta hidangan laut, Tanjung Uma bagaikan telaga yang akan memuaskan haus dan dahaga. Aneka hidangan laut purwa rupa dari beragam jenis ikan, siput, kerang, kepiting, sotong dan udang, terhidang menggoda di meja-meja yang menjadi lapak para pedagang.
Menuju Tanjung Uma
![]() |
Tanjung Uma Padat Merayap |
Ibarat semut yang mengerubungi gula, setiap menjelang senja, jalan sepanjang kurang lebih 100 meter di Kampung Agas Tanjung Uma, tepatnya di jalan sekitar Mesjid Nurul Hikmah, selalu tampak sesak oleh warga Batam yang terus saja berdatangan. Membuat kemacetan terjadi tidak hanya pada kendaraan pribadi saja, namun bahkan para pejalan pun ikut macet tersendat-sendat. Ah, untung saja ini Ramadan. Dimana semua orang di jalan ini, terasa lebih santun dan sabar. Tidak saling sikut dan saling dorong. Tidak pula ada gerutu, celaan, atau omelan yang menjengkelkan.
![]() |
Kepadatan Pengunjung di Tanjung Uma |
Menjelang senja yang selalu menyapa seperti biasa, seperti tahun-tahun sebelumnya saya dan keluarga kembali mengunjungi Tanjung Uma yang hanya berjarak sekitar 35 menit berkendara dari rumah kami yang berada di sisi barat Pulau Batam.
Selain menjalankan ibadah puasa dan amalan lainnya, Ramadan kerap membuat saya merindukan suasana di Kampung Tua Tanjung Uma ini. Merasakan sensasi kesabaran saat berdesak-desakan di antara para pembeli dan pedagang. Atau menyimak riuh rendah warga yang sedang beradu tawar sambil menghirupi dua aroma - laut dan rempah - dalam kepulan asap pembakaran ikan. Saya juga merindukan suara ceramah dan qiro'ah yang keluar dari pengeras suara di Mesjid Nurul Hikmah. Kenapa? Karena hiruk-pikuk keadaan di Tanjung Uma ini senantiasa mengingatkan masa kecil saya saat menjalani Ramadan di kampung halaman.
Menurut cerita Kasiyanto, seorang teman yang tinggal di Tanjung Uma, setiap
Ramadan tiba, ada kebiasaan bagi warga Tanjung Uma untuk berjualan. Pagi-pagi warga berjualan barang-barang keperluan seperti biasa, sedangkan jika sore hari mereka menjual
takjil dan hidangan berbuka puasa lainnya. Dahulu tidak terlalu ramai, yang belanja hanya terbatas pada warga Tanjung Uma saja. Namun semenjak era media sosial merajalela, dimana informasi mengalir dan berkembang dengan liarnya, Tanjung Uma makin dikenal dan makin banyak dikunjungi oleh warga Batam lainnya sehingga makin crowded.
Beberapa hari yang lalu, Bagir, seorang teman yang baru saja berkunjung ke Tanjung Uma, membagi foto-foto ikan bakar, sotong, gonggong, kepiting dan hidangan berbuka puasa lainnya di akun facebooknya. Foto-foto tersebut direspon luar biasa oleh masyarakat dengan mendapatkan 900 komen dan 3000 lebih share dalam waktu kurang dari 5 hari.
Saya lupa untuk memberi tahu Bagir kalau ia sebenarnya bisa juga menggunakan platform di Genpi.co dimana para netizen dan pengguna media sosial bisa membagikan foto-foto tentang kuliner, destinasi, event, atau hal lainnya yang berhubungan dengan pariwisata.
Pesona Ramadan 2018 ini memang membawa berkah bagi sebagian besar umat Islam khususnya bagi masyarakat Tanjung Uma yang mampu mengais berkah dengan kedatangan pembeli yang berjubel berduyun-duyun ke tempat ini satu kali dalam setahun. Mungkin ini seperti sebuah sinyal bagi geliat pariwisata dan peningkatan ekonomi di Tanjung Uma. Jika saja daya tarik ini, tidak hanya terjadi pada Bulan Ramadan namun bulan-bulan di luar itu.
Beberapa hari yang lalu, Bagir, seorang teman yang baru saja berkunjung ke Tanjung Uma, membagi foto-foto ikan bakar, sotong, gonggong, kepiting dan hidangan berbuka puasa lainnya di akun facebooknya. Foto-foto tersebut direspon luar biasa oleh masyarakat dengan mendapatkan 900 komen dan 3000 lebih share dalam waktu kurang dari 5 hari.
Saya lupa untuk memberi tahu Bagir kalau ia sebenarnya bisa juga menggunakan platform di Genpi.co dimana para netizen dan pengguna media sosial bisa membagikan foto-foto tentang kuliner, destinasi, event, atau hal lainnya yang berhubungan dengan pariwisata.
Pesona Ramadan 2018 ini memang membawa berkah bagi sebagian besar umat Islam khususnya bagi masyarakat Tanjung Uma yang mampu mengais berkah dengan kedatangan pembeli yang berjubel berduyun-duyun ke tempat ini satu kali dalam setahun. Mungkin ini seperti sebuah sinyal bagi geliat pariwisata dan peningkatan ekonomi di Tanjung Uma. Jika saja daya tarik ini, tidak hanya terjadi pada Bulan Ramadan namun bulan-bulan di luar itu.
Apa Saja Hidangan Berbuka Puasa di Tanjung Uma?
Aroma semerbak ikan yang dibakar telah tercium beberapa puluh meter dari parkiran rumah warga. Membuat saya dan para pengunjung lainnya ingin segera mempercepat langkah menuju sumbernya. Betul saja, sepanjang kanan kiri jalan, asap mengepul dari pembakaran ikan lalu menyebar ke udara, menuntun para pengunjung untuk berkumpul dan mengerumuninya meskipun harus menahan perih mata dan sesak nafas.
Hal yang paling menarik pengunjung adalah beragam ikan yang dijual dan ditawarkan untuk dibakar yang rata-rata berukuran besar. Ikan-ikan seperti ikan pari, ikan selikur, ikan taci, ikan bawal, ikan baronang, dan ikan kerapu sukses membuat orang berpuasa semakin kelaparan dan menelan air liur. Tak hanya ikan saja, Sotong berukuran besar pun ikut dibakar dengan cara disate. Otak-otak dan telur ikan juga dibakar dalam bungkusan daun kelapa. Selain beragam ikan dan sotong, warga Batam sangat menyukai kepiting, rajungan, gonggong, dan kapis.
Harga ikan yang dijual di sini bervariasi tergantung besar kecilnya ukuran. Namun rata-rata ikan yang ditawarkan mulai dari harga 25 ribu rupiah ke atas. Harga ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan harga restoran bahkan rumah makan. Karena 1 porsinya bisa dimakan 2-4 orang sekaligus.
Hal yang paling menarik pengunjung adalah beragam ikan yang dijual dan ditawarkan untuk dibakar yang rata-rata berukuran besar. Ikan-ikan seperti ikan pari, ikan selikur, ikan taci, ikan bawal, ikan baronang, dan ikan kerapu sukses membuat orang berpuasa semakin kelaparan dan menelan air liur. Tak hanya ikan saja, Sotong berukuran besar pun ikut dibakar dengan cara disate. Otak-otak dan telur ikan juga dibakar dalam bungkusan daun kelapa. Selain beragam ikan dan sotong, warga Batam sangat menyukai kepiting, rajungan, gonggong, dan kapis.
![]() |
Kepiting |
![]() |
Makanan Laut Khas Kepri yang disebut Gonggong |
![]() |
Kerang |
![]() |
Sotong |
![]() |
Otak-Otak |
Harga ikan yang dijual di sini bervariasi tergantung besar kecilnya ukuran. Namun rata-rata ikan yang ditawarkan mulai dari harga 25 ribu rupiah ke atas. Harga ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan harga restoran bahkan rumah makan. Karena 1 porsinya bisa dimakan 2-4 orang sekaligus.
Hidangan berbuka puasa lainnya terhampar di meja-meja sepanjang jalan hingga tersambung dengan Pasar Tanjung Uma. Berbagai jenis kue-kue tradisional yang sudah jarang ditemui seperti putu piring, kole kacang, tepung gomak, kue keraban, sari muka, dan kue selat tersaji warna-warni menarik hati. Inilah yang sebenarnya menjadi salah satu alasan saya kembali mengunjungi Tanjung Uma. Kue-kue tradisional yang hampir hilang dari peredaran, muncul kembali saat bulan Ramadan.
Bagi yang mencari hidangan berbuka seperti biasanya atau secara mainstream, kue-kue basah seperti dadar gulung, risoles, bakwan, berbagai jenis bika, donat, roti-roti dan lainnya juga banyak dijual di tempat ini. Minuman-minuman penghilang dahaga seperti sirup, es kelapa, dawet, cendol, cingcau, dan air tebu pun tinggal beli dan ambil. Kue-kue basah itu dijual dengan harga Rp. 1.000 dan Rp. 2.000. Sementara minuman bervariasi rata-rata Rp. 5.000 dan Rp. 10.000 satu wadah.
Baca tulisan saya tentang mencari takjil di Tanjung Uma 3 tahun lalu di sini.
Sekilas Sejarah Tanjung Uma
Bicara suatu tempat, tidak sah rasanya jika tidak mengetahui seluk beluk sejarahnya. Saya yang amat menyukai sejarah tak lupa untuk bertanya kepada beberapa orang yang berkompeten yang mengetahui sejarah bagaimana Batam, khususnya Tanjung Uma dibangun sejak semula.
Saya menanyai kembali teman, warga Tanjung Uma yang bernama Kasiyanto, mengenai sejarah kampungnya ini. Beruntung dia mengetahuinya dengan baik. Menurut cerita para orang tua di sana, dahulu kala terdapat beberapa pelaut Bugis yang merapat ke sebuah
tanjung di utara Pulau Batam yang kelak menjadi cikal bakal kampung
bernama Tanjung Uma. Tempat pertama yang disinggahi berada di sekitaran
Mesjid Al Mu'minin, masjid yang pertama dibangun oleh orang-orang Bugis
tersebut. Dari situ, berkembanglah wilayah ini menjadi sebuah
perkampungan.
Menurut buku sejarah tentang Batam yang berjudul "Nong Isa, Tonggak Awal Pemerintahan Batam" karya Ahmad Dahlan, Aswandi Syahri dan Edi Sutrisno yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam, nama Tanjung Uma diambil dari frasa rumah yang disederhanakan pengucapannya menjadi Uma.
Di kawasan tanjung tersebut banyak dibangun rumah-rumah panggung yang bertiang kayu. Karena posisi kampung ini berada di dua tanjung yaitu Tanjung Lepu dan Tanjung Kubur, maka warga setempat menamai kampungnya dengan sebutan Tanjung Uma. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata uma berasal dari frasa Bahasa Inggris dari kata home. Yang diucapkan masyarakat dulu sebagai (h)ome lalu menjadi ume lalu kemudian berubah menjadi Tanjung Ume atau Tanjung Uma.
Tanjung Uma di masa awal-awal didiami orang-orang Melayu dan Bugis yang berasal dari keluarga diraja Riau-Lingga. Sebagian penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan dan sebagian lainnya petani yang bercocok tanam terutama tanaman kelapa.
Hasil tangkapan para nelayan sebagian besar diangkut untuk dijual ke Singapura menggunakan sampan layar sederhana. Biasanya mereka bertolak pagi dan pulang sore harinya.
Ada Apa Saja di Tanjung Uma?
Selain berburu kuliner laut dan kuliner melayu, masyarakat yang datang berkunjung ke Tanjung Uma biasanya bertujuan untuk berfoto, berburu sunset dan menyaksikan pemandangan kapal-kapal di perairan selat yang berbatasan langsung dengan Singapura.
Para fotografer Batam bahkan menjadikan lokasi Tanjung Uma ini sebagai lokasi memotret yang ideal terutama bagi fotografer landscape dan human interest. Beberapa jurnalis dan fotografer Batam pernah memenangkan berbagai ajang lomba foto dengan materi objek foto di Tanjung Uma.
Menyaksikan Singapura dari Bukit Tanjung Uma adalah hal menarik lainnya. Pada malam penghujung tahun, masyarakat Batam sering berdatangan ke bukit ini hanya untuk menyaksikan pertunjukkan kembang api yang sedang berlangsung di Marina Bay, Singapura.
Sementara itu bagi para pecinta kuliner, tidak hanya Ramadan saja ikan dengan mudah didapati di Tanjung Uma. Namun pada hari biasa, masyarakat bisa langsung membeli ikan kepada nelayan yang baru saja pulang melaut. Dan tentu ikan hasil tangkapan mereka masih dalam keadaan segar, sehat, dan lebih murah dibandingkan dengan di pasar atau supermarket.
Selain berburu kuliner laut dan kuliner melayu, masyarakat yang datang berkunjung ke Tanjung Uma biasanya bertujuan untuk berfoto, berburu sunset dan menyaksikan pemandangan kapal-kapal di perairan selat yang berbatasan langsung dengan Singapura.
Para fotografer Batam bahkan menjadikan lokasi Tanjung Uma ini sebagai lokasi memotret yang ideal terutama bagi fotografer landscape dan human interest. Beberapa jurnalis dan fotografer Batam pernah memenangkan berbagai ajang lomba foto dengan materi objek foto di Tanjung Uma.
Menyaksikan Singapura dari Bukit Tanjung Uma adalah hal menarik lainnya. Pada malam penghujung tahun, masyarakat Batam sering berdatangan ke bukit ini hanya untuk menyaksikan pertunjukkan kembang api yang sedang berlangsung di Marina Bay, Singapura.
Sementara itu bagi para pecinta kuliner, tidak hanya Ramadan saja ikan dengan mudah didapati di Tanjung Uma. Namun pada hari biasa, masyarakat bisa langsung membeli ikan kepada nelayan yang baru saja pulang melaut. Dan tentu ikan hasil tangkapan mereka masih dalam keadaan segar, sehat, dan lebih murah dibandingkan dengan di pasar atau supermarket.
3A Tanjung Uma
Semenjak geliat pariwisata makin berkibar di negeri ini, agaknya kampung-kampung tua di Batam layak dijadikan sebagai sebuah destinasi wisata baru. Menurut Menpar Arief Yahya, sebuah tempat atau wilayah, sudah dapat dikategorikan sebagai destinasi wisata jika memenuhi unsur 3A. Yakni Atraksi, Akses dan Amenitas.
Lalu, apakah Tanjung Uma sudah memenuhi unsur 3A yang kemudian dapat dikatakan sebagai sebuah Destinasi Wisata? Tentu saja bisa. Ketiga unsur 3A tersebut telah dipenuhi Tanjung Uma pada khususnya, dan Batam sebagai induk semang pada umumnya.
Terutama di saat Bulan Ramadan seperti ini, Atraksi yang bisa kita lihat di Tanjung Uma adalah keunikan kuliner yang dijual para pedagangnya. Baik hidangan sea food atau kuliner Melayu yang jarang muncul ke permukaan. Kelebihan ini merupakan suatu ketertarikan atau atraksi tersendiri bagi para pengunjung dan pecinta kuliner untuk datang lagi dan lagi ke Tanjung Uma.
Sementara Akses menuju Tanjung Uma sangat mudah dijangkau. Jalan sudah teraspal dengan baik dan jarak dari kota ke kampung tua ini tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 10 menit saja dengan kendaraan pribadi. Jalan di Tanjung Uma pun sangat menarik karena melewati sebuah bukit yang bahkan menjadi atraksi tersendiri dimana pemandangan ke arah Kota Batam dan perairan Selat Singapura sangat jelas terlihat.
Soal Amenitas, Tanjung Uma memiliki berbagai fasilitas seperti warung dan rumah makan, pasar untuk berbelanja cendera mata dan oleh-oleh, dan mesjid untuk sarana ibadah umat muslim. Selain itu ada layanan bank nasional, klinik, dan fasilitas umum yang bisa dimanfaatkan para pengunjung.
Untuk akomodasi, hotel-hotel di sekitar Pasar Jodoh dan Nagoya yang menjadi pintu masuk ke Tanjung Uma, sudah sangat banyak. Beberapa hotel berbintang bahkan letaknya sangat dekat. Seperti halnya Pacific Palace dengan desain uniknya, Swissbel Harbour Bay, Hotel Allium Batam, Novotel (Travelodge), Hotel BBC dan masih banyak lagi yang lainnya. Jarak dari hotel-hotel ini ke Tanjung Uma tidak lebih dari 30 menit saja.
Bagaimana cara menuju ke sana?
Semenjak geliat pariwisata makin berkibar di negeri ini, agaknya kampung-kampung tua di Batam layak dijadikan sebagai sebuah destinasi wisata baru. Menurut Menpar Arief Yahya, sebuah tempat atau wilayah, sudah dapat dikategorikan sebagai destinasi wisata jika memenuhi unsur 3A. Yakni Atraksi, Akses dan Amenitas.
Lalu, apakah Tanjung Uma sudah memenuhi unsur 3A yang kemudian dapat dikatakan sebagai sebuah Destinasi Wisata? Tentu saja bisa. Ketiga unsur 3A tersebut telah dipenuhi Tanjung Uma pada khususnya, dan Batam sebagai induk semang pada umumnya.
Terutama di saat Bulan Ramadan seperti ini, Atraksi yang bisa kita lihat di Tanjung Uma adalah keunikan kuliner yang dijual para pedagangnya. Baik hidangan sea food atau kuliner Melayu yang jarang muncul ke permukaan. Kelebihan ini merupakan suatu ketertarikan atau atraksi tersendiri bagi para pengunjung dan pecinta kuliner untuk datang lagi dan lagi ke Tanjung Uma.
Sementara Akses menuju Tanjung Uma sangat mudah dijangkau. Jalan sudah teraspal dengan baik dan jarak dari kota ke kampung tua ini tidak terlalu jauh. Hanya sekitar 10 menit saja dengan kendaraan pribadi. Jalan di Tanjung Uma pun sangat menarik karena melewati sebuah bukit yang bahkan menjadi atraksi tersendiri dimana pemandangan ke arah Kota Batam dan perairan Selat Singapura sangat jelas terlihat.
Soal Amenitas, Tanjung Uma memiliki berbagai fasilitas seperti warung dan rumah makan, pasar untuk berbelanja cendera mata dan oleh-oleh, dan mesjid untuk sarana ibadah umat muslim. Selain itu ada layanan bank nasional, klinik, dan fasilitas umum yang bisa dimanfaatkan para pengunjung.
Untuk akomodasi, hotel-hotel di sekitar Pasar Jodoh dan Nagoya yang menjadi pintu masuk ke Tanjung Uma, sudah sangat banyak. Beberapa hotel berbintang bahkan letaknya sangat dekat. Seperti halnya Pacific Palace dengan desain uniknya, Swissbel Harbour Bay, Hotel Allium Batam, Novotel (Travelodge), Hotel BBC dan masih banyak lagi yang lainnya. Jarak dari hotel-hotel ini ke Tanjung Uma tidak lebih dari 30 menit saja.
Bagaimana cara menuju ke sana?
Tanjung Uma letaknya sangat dekat dengan dua wilayah pusat bisnis Kota Batam yakni Pasar Jodoh dan Nagoya. Dari Pasar Jodoh atau DC (Diamond City Mall) pengunjung bisa berkendara ke arah Jalan Duyung dan akan menemui sebuah jalan yang berbelok ke arah kanan menuju Bukit Tanjung Uma.
Berkunjung ke sini sebaiknya membawa kendaraan pribadi karena tidak ada angkutan umum. Jika tidak ada kendaraan pribadi, Anda bisa naik Gojek atau Grab yang bisa dipesan secara online. Namun hati-hatilah jangan sampai memesan di area DC Mall karena akan memicu keributan dengan para sopir taksi konvensional yang sedang mangkal.
Jika takut tersesat, silahkan bertanya saja pada google map. Lokasi-lokasi di wilayah ini sudah cukup tepat dan akurat.
Selamat Berpuasa dan berbelanja di Tanjung Uma.
Selamat Berpuasa dan berbelanja di Tanjung Uma.
![]() |
Tanjung Uma dalam Peta Pulau Batam. Foto: Google |
![]() |
Kampung Tua Tanjung Uma Tampak Berpenduduk Sangat Padat . Foto: google |
Buah duku buah delima
Buah kelapa dengan markisa
Kami tunggu di Tanjung Uma
Untuk belanja hidangan buka puasa
sampai sekarang masih penasaran nih sama Batam. belum berkesempatan main kesana..
BalasHapusInsya Allah kalau ada rejeki pengennya sih bisa bersua sama mbak lina dan mas danan nih di sana..
btw, untung baca blognya pas malam, bukan siang2 bolong pas puasa.
*ngiler sama aneka seafoodnya*
Wahaha. Eh sinilah main ke Batam. Bertahun-tahun kenalnya di dunia maya doang.
HapusLokasi di perbatasan memang unik, ya. Walaupun begitu, dari tulisan ini, rasa "Indonesia" tetap terasa di sana.
BalasHapusIndonesianya kental banget malah. Bahkan bahasa di Johor aja agak-agak ke-Indonesia Indonesia-an
HapusSaya blom lagi sampai Tanjung Uma...tpi seafood nya dah pernah saya coba...ranjungan asam manis nya lumayan enak
BalasHapusCoba pergi deh ke san agak siangan sampai menjelang maghrib. Lihat apa perubahannya. Luar biasa.
HapusHaha...dibuka dan ditutup dengan pantun ya :D kemarin mau kesini sama ices suryani, kena hujan dijala, jadi batal deh. Mudah-mudahan sempat puasa tahun ini kesana
BalasHapusPantun pembuka itu pantun asli orang Tanjung Uma, kalau pantun penutup itu pantun buatanku hehe.
HapusBisa aja ya ngarang pantun
Hapusbuah mangga buah kedondong, aku mau belajar juga dong :D
Membaca semua ini saya ngebet pengen ke Batam ih...
BalasHapusKe batam katanya prosesnya susah ya? Katanya kalau mau ke batam harus ada keluarga yg KTP Batam? Eh gimana sih sebenarnya?
Sejak 2000an saya selalu dengar radio siaran Batam. Itu yg bikin saya betah kerja di Singapura saat itu
Nggak lagi Teh. Kayaknya kalau di Bandara gak ditanya² lagi deh. Nggak tahu nih kalau yang lewat pelabuhan. Dulu sih ditanya.
HapusWah liat makanan-makanan khasnya unik unik banget ya, mba. Pengen suatu saat bisa menikmati juga ramadan di kampung tua tanjung uma ini :)
BalasHapusIya Mbak Alida. Makanya aku suka berada di sini. Soalnya makanannya unik dan khas banget. Jarang dijumpai kalau di luar bulan Ramadan.
HapusAku juga jadi penasaran sama pasar ramadhan Tanjung Uma setelah lihat postingan Mas Bagir tempo hari. Tapi sayang, tahun ini udah gak di Batam jadi belum bisa dateng ke lolasinya. Tapi kelihatannya lebih unik ya pasarnya karena ada seafoodny segala..
BalasHapusDan ini udah berlangsung sejak lama. Kekonsistenan berjualan dengan menu unik seperti ini yang tetap membuat orang-orang tetap datang ke sana. Hanya pada bulan Ramadan saja.
HapusGagal fokus, lihat makanannya jadi ngebayangin tasanya deh.
BalasHapusBatam yg melekat di imaji saya itu bs beli barang elektronik dgn murah ya mbak.
Hehe itu ya branding Batam dari dulu. Tapi sekarang belum punya branding yang kuat sebagai kota apa. Kota industri gak banyak lagi industri yang survive, kota pariwisata? Semoga saja bisa, ini harapan walikota dan warga ke depan. Hanya saja butuh waktu membangun itu.
Hapusbulan puasa dengar kata tanjung uma langsung ingata ikan bakar besarnya, sotong bakar ah enaknya
BalasHapusIya Leh. Di fikiranku juga udah tertanam begitu. Bulan puasa di Tanjung Uma berarti ikan bakar yang bedar-besar, sotong bakar, kue-kue khas Melayu.
HapusJalan-jalan ke Tanjung Uma
BalasHapusMakan Gonggong sedap sekali
Ingin hati pergi ke sana
Cukup sekarang baca di sini
Eaaa #terpantun
Wakakak. Orang Bengkulu pandai berpantun pule lah tu.
HapusMba Linaa setiap berkunjung kemari aku selalu kagum sama totalitas tulisanmu. My favorit blog n Conten Writer. Apalagi dengan foto foto yang memukau aduhai seger bener dibuatnya. Sukses terus mba yu
BalasHapusAih ini mah masih jauh dari totalitas Mbak. Masih meraba-raba arah. Btw makasih banyak pada akhirnya ada yang memuji juga tulisan ini. Aku jadi senang sekaligus sedih. *Jawabnya antara pengen senyum dan nangis. 😂😭
Hapusaseeek dah pantunnya.
BalasHapusKalau ngomongin Tanjung Uma, yang pertama kuingat itu jalan menanjak yang aduhaaai tingginya. Kalau naik motor, siap-siap ganti gigi 1 pas lewat jalan itu. Tapi begitu menaklukkan jalan itu terpampanglah pemandangan selat Singapura yang sibuk. Terbayar deh perjalanan menanjak di bukit Tanjung Uma itu.
Awalnya aku malah nggak nyadar itu bukit loh Wen. Karena sibuk foto-foto haha.
HapusTanjung Uma tiap Ramadan pasti ramai banget sampai desak-desakan. Langsung ngebayangin, coba saja setiap saat Batam punya kayak pasar tradisional yang menawarkan aneka hidangan seafood fresh untuk memanjakan pecinta seafood terutama wisatawan dengan harga rakyat. Bisa jadi destinasi kuliner di Batam sekaligus menjadi ladang penghasilan bagi para nelayan juga masyarakat Melayu dengan olahan aneka panganan khasnya. Keren kali ya. Tak harus tunggu Ramadan untuk puas-puas makan hidangan seafood.
BalasHapusNah ini Mbak. Seandainya ada yang jeli mengambil peluang ini. Kenapa harus Ramadan sementara di bulan lainnya ikan dan makanan laut lainnya tetap melimpah. Semoga masyarakat dan pemerintah peka menangkap peluang ini.
HapusPhotonya buat mupeng lho teh... Enak banget... Andai di pinang juga ada
BalasHapusDi Tanjungpinang untuk sea food aku lihat kayaknya di daerah Potong Lembu itu ya Cit. Masih nggak sih? Dulu aku diajak turis-turis Malaysia ke sana. Dan makan ikan serta gonggong banyak banget.
HapusUdah lama banget gak berburu takjil ke sini. Godaan ikan bakarnya selalu kalah ama bayangan desak-desakannya. Gak tau, aku gak pernah nyaman berada di tempat yang rame sampe harus desak-desakan gitu..
BalasHapusBerangkatnya harus lebih awal lagi Dee. Jam 3 sore udah ada di sana. Jam segitu pengunjung belum membludak.
HapusKlo ke tj uma pengen ngincer makanan melayunya, apalagi putu piring sama tepung gomaknya
BalasHapusKemarin putu piringnya udah habis apa nggak ada gitu. Aku cariin gak ketemu.
HapusJajanannya menggiurkan hehehe.. btw apa aku ga salah lihat hotel pacific palace nya berbentuk kapal pesiar? Hhmm
BalasHapusBetul. Bentuk hotelnya memang sengaja dibuat seperti kapal pesiar. Namun sayang permanen di situ gak bisa berlayar dia. 😂 kalau kapal pesiar dijadikan hotel juga ada, sebentar lagi diresmikan di Bintan. Nama kapalnya Doulos Phos. Kapal tertua kedua setelah Titanic, usianya mencapai 103 tahun.
HapusBerbuka puasa di Tanjung Uma pastilah seruuu...
BalasHapusKarena banyak yang bisa dikunjungi sebelum berbuka dan saat berbukaaa...itulah kenikmatan yang dinanti dengan jajanan tradisional yang dirindukan.
Yuumm~~
Berbuka puasanya di rumah aja sih Kak. Kalau di sini gak ada tempat untuk berbuka, sesak oleh pengunjung. Jadi setelah beli harus cepat-cepat pulang takut macet dan telat berbuka.
HapusMasyaallah pasar ramadannya menggoda iman
BalasHapusKalap rasanya Mbak, semua pengen dibeli.😁
HapusDuh pengen ke sana, kampung tua Tanjung Uma BUn.
BalasHapusajak ke sana jalan0jalan
Sini Nyi, main ke Batam. Nanti aku ajak ke Tanjung Uma.
HapusWow tanjung Uma di batam keren ya... Banyak makanannya pula lagi... Seru banget ramadan disana
BalasHapusSeru banget Kak Citrap, Ramadan di Tanjung Uma itu.
HapusOtak-otaknya pasti enak nih, Sorong ya juga. Ah untung lagi nggak puasa jadi ga ngiler ngiler amat :'D
BalasHapusHahaha. Aku paling suka sama sotong. Digoreng enak, disate juga lebih enak.
HapusYaampun batam ini emang mempesona. Btw di sana kepitingnya gede" banget euy. Bisa puas tuh makannya
BalasHapusIya kepitingnya segede-gede mangkok malah.
HapusWah aku blm pernah nyobain gonggong, lenasaran deh...
BalasHapus