Kemping di Pulau Lampu Part-3

Tadaaaa..... I'm back! I'm back! Senangnya bisa nulis kelanjutan bagian ini walau sebenarnya riweuh alias rempong sama urusan rumah, deadline nulis, kerjaan, setrikaan, hihihi... alasan basi. Cukuplah basa-basinya, mari kita lanjutkan catper kita kali ini, sepertinya gak tamat di seri ini tapi masih bersambung ke part-4 kawan mengingat emak yang nulis ini sedikit lola kalau harus nulis di blog. *Pakai mikir sih :)

Pulau Lampu Batam
Pulau Lampu


Ini dia kelanjutannya : Kapal motor yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan penuh. Mesin tempel 40 PK yang berjejer sebanyak tiga unit di buritan kapal bekerja maksimal dengan mengeluarkan suara bising yang memekakkan telinga. Obrolan para penumpang tampak tidak nyaman karena harus berteriak-teriak untuk mengimbangi suara bising mesin.


Nun jauh di sebelah kanan tampak dua pulau bersisian. Pulau Mubut Darat dan Pulau Mubut Laut. Salah satu pulau itu tidak berpenghuni dan pernah dijadikan tempat kemping oleh Saya dan beberapa teman pada tahun 2006 lampau.


Celoteh riang tampak dari wajah-wajah kami. Manusia-manusia yang haus akan serunya petualangan ke alam bebas . Walau langit sedikit mendung dan awan hitam masih menggantung, keceriaan itu tetap ada di wajah kami.


Setengah jam kemudian, kami tiba di pelabuhan Pulau Karas. Sebagian besar penumpang naik ke dermaga dan menyisakan rombongan kami ber-15 orang. Kami tidak ikut naik ke darat karena kapal Sri Galang ini akan melanjutkan perjalanan eh pelayarannya ke Pulau Lampu.


Ombak terlihat tenang, dari kejauhan tampak beberapa nelayan di atas sampan-sampan kecilnya sedang tekun melempar pancing dan menunggui ikan-ikan menyambut mata kailnya. Kapal kami mendekat, sang Tekong perlahan menghengtikan kapal lalu bertanya kepada nelayan apakah sudah mendapatkan ikan atau belum. Ia hanya menggeleng. Sudah 2 nelayan yang kami temui hanya menggelengkan kepala seperti itu. Yaaah mungkin belum rejeki mereka cepat-cepat mendapatkan pembeli, atau memang belum rejeki kami yang berencana makan malam dengan ikan bakar. Ya sudahlah setidaknya masih ada harapan sore nanti kami bisa mendapatkan ikan dari hasil pancingan sendiri. Kalau gak dapat juga itu namanya sudah nasib.


Lamat-lamat tampak dari jauh sebuah pulau yang kecil mungil, berpasir putih, dan berhiaskan pohon kelapa. Kami seperti histeris dibuatnya, tak sabar ingin segera sampai. Sebagian langsung deh mengeluarkan kamera. Jeprat-jepret memotret pulau Lampu dari berbagai sudut. Sudut kapal tentunya :)

Gozi yang duduk di depan nampaknya sudah tak sabaran lagi, iapun segera berdiri di haluan kapal, gayanya mirip si Jack (Leonardo DiCaprio) dalam film Titanic. Maaf ya cuma gayanya doang, kalau orangnya sih angkat tangan beuuuh... Jauuuuuh! Gozi meski mandi madu dulu buat memutihkan badan hingga seperti si Jack Leonardo itu. sekali lagi entah ini ucapan yang ke berapa kali kalau Gozi tuh sebenarnya lebih mirip si Jack Sparrow Sang Kapten di Film Pirate from Carribean. Iiih dia lagi nih yang dibahas. Kalau Gozi mendadak terkenal tentu dia hutang budi sama Saya. Perlu pasang tarif nih :).

Baiklah kita lanjutkan petualangan ini.


Yes, air laut masih pasang jadi kapal bisa merapat tepat di tepi pasir. Perlahan kami turun sambil kerja bakti nurunin barang bawaan yang Astagfirullah layaknya orang mau pindah rumah. Hehe biar kata jauh dari peradaban juga tetap pengen terasa nyaman. Jadi barang bawaanlah yang sebenarnya begitu berperan membuat kemping di Pulau ini berasa piknik ke Ancol. Jauh dari kata survival yang selalu diagung-agungkan anak pecinta alam. Pecinta? No no no big no, kami malu dibilang begitu katakanlah kami hanya penikmat alam agar pundak ini tidak terlalu terbebani oleh gelar dan sebutan Pencinta Alam yang jauh dari perilaku dan tindak-tanduk kami dalm memperlakukan alam sekitar layaknya seorang Pecinta terhadap yang dicinta. Ealaaah :)


Pyaaar...pasir putih terjejaki, rombongan berjalan menyusuri tepi pulau, sedangkan Chila krucil Saya yang imut itu sejak langkah pertama menginjakkan kaki di pasir dia sudah kabur duluan. Asyik dengan dunianya sendiri,berlarian meng-explore sekitaran dengan penuh antusias. Ia tampak sedang mengamati pasir dan cangkang-cangkang kerang yang terserak ketika Saya mengajaknya untuk berjalan lagi ke arah pesisir pulau. Sungguh senang bisa mengajaknya ke tempat-tempat seperti ini. Dia akan menikmati semuanya. Bermain pasir, mandi air laut, mengumpulkan cangkang kerang, dan bermain umang-umang.


Chila main di pantai


Karena lapar melanda, rombongan berhenti dan menggelar fly sheet sebagai karpet darurat, lalu digelarlah hidangan makanan yang woooow.... mewah banget kalau buat ukuran survivor mah.


Terima kasih kepada Pitri, Kus dan yang lainnya yang sudah bersusah-susah payah memasak untuk bekal perjalanan ini. Masakannya lumayanlah bisa buat modal catering-an kalau udah nggak kerja di Muka Kuning lagi:)

Nah kalau perut udah terisi penuh, tenang deh mau ngapa-ngapain selanjutnya juga :)


Kemping di Pulau Lampu
Menu mewah kami

Setelah acara makan-makan selesai, rombongan mulai deh hilang satu per satu termasuk Ayahnya Chila. Padahal tenda belum dipasang sementara langit mulai tampak gelap. Angin menderu semakin kencang membawa segumpalan awan hitam yang sepertinya akan menurunkan titik-titik hujan. Ya rintik-rintik hujan pun mulai jatuh ke pasir. Sempat panik namun tiba-tiba saja mata melihat sesuatu yang sangat luar biasa. Ketika angin menderu dan membawa gumpalan awan hitam di atas langit, laut bergerak ke arah kiri, berombak mengikuti arah angin namun airnya berwarna hijau tosca. Warna air lautnya "Hijau" bukan biru atau abu-abu teman. Unik banget. Subhanallah indah deh.


Rintik-rintik hujan yang dibawa awan gelap mulai menderas kami semua panik lalu dengan buru-buru mendirikan tenda. Aduh dimana tenda yang dibawa si Ayah ya? Saya sibuk ngomel-ngomel sendiri.


"Uuuuh suami mana suami?" Halaah yang lain pun belum datang juga hanya beberapa orang teman perempuan dan Doedy saja yang masih tertinggal di lokasi. Akhirnya mereka pun segera mendirikan tenda secepatnya.


Setelah mengobrak-abrik kerilnya si Ayah Alhamdulillah tendanya ketemu juga. Langsung pakai jurus seribu bayangan ciaaat....sret..sret...ngeluarin tenda nyusun tiang-tiang fiber dan baru setengah jadi Si Ayah akhirnya datang.


"Iiiih...Ayah nih darimana sih?" Bibir Saya masih maju bersenti-senti. Biasalah para emak ini kalau ditinggal suami kan worried mulu bawaannya gituuuuh :) *Hehe worry apa ngiri?


15 menit kemudian 3 buah tenda telah berdiri manis di lapangan rumput di antara pohon-pohon kelapa. Untung saja agak berjarak dengan pohonnya, walau sebetulnya agak ngeri juga ketimpa pelepahnya yang sudah berkali-kali jatuh terbawa angin.


Kemping di Pulau Lampu Batam
Barisan tenda kami


Hujan yang kami takutkan tidak sempat membesar hanya rintik-rintik saja. Sore itu kami menikmati senja dengan berenang, mancing, dan mengumpulkan ranting-ranting untuk membuat api unggun. Sementara Riki menjadi pemanjat pohon kelapa satu-satunya yang berhasil memetik sekitar 7 hingga 10 biji buah kelapa. Ketika mencoba meminumnya wuiiih segernya. Fresh from nature. Tapi ngomong-ngomong ini pohon kelapa ada yang punya ngak ya? Aduuh jadi kefikiran. Apa air kelapa yang masuk ke perut ini halal atau haram ya?

Bersambung...


Jangan lupa baca cerita sebelumnya :

1. Catatan Perjalanan Pulau Lampu Part-1
2. Catatan Perjalanan ke Pulau Lampu Part-2



2 komentar :

  1. ayo kemping kemping.. kapan kita ke mana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beneran nih Dee, sabtu besok gimana jadi tak? Pulau Mubut. *Nyalain kompor :)

      Hapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita