[Catatan Perjalanan Gunung Semeru] Ranu Kumbolo

Ranu Kumbolo (view  dari Tanjakan Cinta)

Rasa lelah dan capek setelah 6 jam perjalanan jalan kaki dari Desa Ranupani mendadak sirna saat kami bertiga menyaksikan danau indah terbentang di hadapan. Ranu Kumbolo. Sesungguhnya jalur ini bisa ditempuh dalam waktu 3 jam. Namun karena mengikuti kecepatan anak kami Chila, maka kecepatan berjalan berkurang hampir 50%.

Ranu Kumbolo adalah danau seluas 15 hektar yang terletak di ketinggian 2400 meter di atas permukaal laut (mdpl). Terhampar di antara perbukitan yang melingkupi kawasan Gunung Semeru. Semakin berjalan menyisir gigiran perbukitan yang mengelilingi danau ini, semakin jelas terlihat segala pesona dan keindahannya.

Woow bahagianya udah sampai Ranu Kumbolo

Rumput-rumput yang menghijau kekuningan serta perbukitan yang disepuh sinar keperakan dari matahari senja, membuat suasana damai semakin pekat melekat mengusir penat. Tenda-tenda beragam warna,  mejikuhibiniu bergradasi seperti warna pelangi.

Ranu Kumbolo
Kompleks Rumah Alam

Setumpuk sampah menyambut di turunan menuju area camping. Segunduk botol-botol air mineral ukuran 750 ml serta berbagai sampah plastik mie instant dan snack lainnya sungguh membuat hati meringis miris. Pendaki gunung, porter, atau pihak Taman Nasionalkah yang harus bertanggung jawab terhadap sampah-sampah itu? Tanyakan saja pada hati masing-masing. Bahkan Chila, anak kecil berumur 4 tahun 8 bulan saja begitu emosi melihat tumpukan sampah-sampah mengotori kawasan ini. Jadi apakah perlu kita bertanya pada anak kecil siapa yang harus bertanggung jawab? Sungguh memalukan.(Catatan: Mohon diperhatikan bahwa peraturan TNBTS yang baru melarang anak usia di bawah 10 tahun mendaki gunung Semeru).

Ranu Kumbolo
Peraturan Tertulis Jelas

Untuk kebersihan di sepanjang jalur saya acungi jempol. Bersih dan sangat jarang ditemukan sampah. Walau ratusan pendaki sedang bergerak naik. Mungkin banyak juga pendaki yang baik budi, rendah hati, berjiwa luhur, rajin menabung dan tidak sombong :D yang memunguti dan membersihkan sampah di sepanjang jalur Ranu Pani - Ranu Kumbolo. Sayang, ternyata oh ternyata sampah di Ranu Kumbolo yang dikumpulkan belum semuanya dibawa turun. Syukurnya, di Rakum banyak volunteer yang rajin beberes, menyapu sampah-sampah dan mengumpulkannya di satu titik.


Ranu Kumbolo
Bayangannya Sempurna

Para porter pun kini aktif menjaga dan mengawasi kebersihan. Seperti saat itu mereka menghukum beberapa pendaki yang ketahuan menceburkan diri ke danau. Padahal peraturan tertulis jelas seperti foto di atas, bahwa dilarang berenang dan mandi di danau. Selain merusak ekosistem danau karena kandungan zat-zat yang terdapat dalam sabun mandi, pasta gigi, atau detergen juga karena airnya merupakan sumber air bersih yang digunakan para pendaki untuk keperluan minum dan memasak.

Mas Yanto, porter kami menceritakan bahwa ia baru saja menghukum seorang pendaki dengan menyuruhnya memunguti sampah. "Tadi siang malah ada yang diusir turun dan disuruh telanjang dada" ceritanya kepada kami.

2 buah tenda telah kami dirikan saling berhadapan. Menyempil diantara ratusan tenda lainnya. Terlihat sesak hampir tak berjarak. Namun sungguh saya menyukai suasana seperti ini. Suasana keramaian dan hiruk-pikuk di tengah-tengah tempaan alam. Sewaktu remaja, saya tidak pernah menyukai pendakian massal dan keriuhan di gunung. Sukanya menyendiri, merenung melihat awan, mengamati bintang, atau menatap bulan. Idiih...untung saja tidak mendadak keluar taring mirip serigala :D

Beberapa tahun terakhir ini saya mulai melihat pendakian gunung dari sisi lain. Saya mulai suka membaur, berkenalan, mengobrol dengan orang-orang yang baru ditemui. Menyerap ilmu dan pengetahuan yang bisa datang dari siapa saja. Mengenal lebih banyak lagi orang-orang Indonesia dari berbagai suku dan daerah. Dan berdiskusi tentang dunia pendakian yang penuh dinamika dan kontroversi.

Seperti senja itu, saat kami sedang sibuk mempersiapkan menu makan malam. Beberapa orang langsung menyapa dan bertanya-tanya. Mereka tertarik dengan gadis kecil kami yang sedang sibuk membenahi tendanya. Mereka adalah sekelompok traveler yang sedang keliling Indonesia dan rupanya tak melewatkan danau di tengah gunung ini. Dari obrolan kami, mereka tidak akan muncak ke Mahameru, namun cukup sampai di danau lalu turun dan melanjutkan petualangan ke tempat lainnya.


Ranu Kumbolo
Bersama Bang Rudi Becak (Jersey Hijau), volunteer,  dan Pendaki Semeru

Sekelompok pendaki yang tampaknya sudah senior mendirikan tenda tak jauh dari tenda kami. Dengan ramah mereka menawarkan coklat dan permen kepada Chila. Suami saya berbisik bahwa ia kenal salah satu diantaranya. Dialah Bang Rudi Becak. Begitu mendengar namanya saya langsung dapat mengenali. Saya mengetahui namanya ini dari berita, buku dan artikel-artikel tentang pendakian gunung yang pernah saya baca. Yup, ia adalah salah seorang anggota Tim Pendaki Indonesia yang menyertai Asmujiono - yang secara resmi didaulat sebagai orang Indonesia pertama yang menggapai puncak Gunung Everest, Gunung tertinggi di dunia. Saya seakan menemukan berkah tak terkira bertemu dengan senior-senior di pendakian gunung ini.

Bang Rudi Becak ternyata sedang reunian bersama rekan-rekan seangkatannya dari Mapala UI. Jadilah saya bisa bertemu, berkenalan dan menanyakan beberapa hal tentang survival juga kisah-kisah pendakian di Everest kepada beliau ini. Saya dulu berharap banget bisa jadi anggota Mapala UI, apa daya kuliahnya bukan di UI :(

Aktivitas di Tepi Danau

Senja mulai beranjak. Sepuhan sinar keperakan yang membias di perbukitan mulai berganti warna jingga. Riuh rendah suara pendaki yang sedang memasak, mengambil air di danau, berfoto ria, Selfie & groupie dengan tongsis teracung-acung ke langit atau sekedar mengobrol ngalor-ngidul, semakin padu menyatu dengan suasana alam yang syahdu.

Lampu-lampu mulai dinyalakan. Bias cahaya di kejauhan tampak seperti bintang-bintang yang berjatuhan. Berkelipan, bertaburan di tepian. Pendar cahaya dari tenda-tenda di Ranu Kumbolo seakan sebuah galaksi di luasnya alam raya ini.  Saya bergumam dalam hati sungguh saya menyukai suasana seperti ini.Saat tubuh dan jiwa saya berada sepenuhnya di dalam pangkuan alam bebas.

Tenda dan Pendaki

Menikmati malam dengan bercengkrama, bercanda, sambil menghidu secangkir teh hangat adalah saat-saat terbaik menikmati hidup. Meski udara dingin semakin menggigit, menyusup hingga ke tulang belulang.

Saya dan Chila menutup tenda lebih awal. Berkali-kali Chila mengeluhkan hawa dingin. Baginya yang terbayang saat itu adalah kemping di sebuah pulau di tepi pantai dengan pasir putih, deburan ombak dan udara hangat. Seperti 2 tahun lalu saat kemping di Pulau Lampu, Batam.

Lari Pagi

"Chila gak suka dingin, Chila sukanya panas!" rengeknya sambil meringkuk di sisi tenda. Baju dua lapis, jaket bulu angsa, rompi hello kitty dari bahan polar, dan sleeping bag dua lapis tak mempan membuatnya hangat. Sungguh ini merupakan ujian fisik baginya. Saya hanya bisa memeluk dan menyuruhnya bersabar. Dilahirkan dan dibesarkan di wilayah kepulauan yang datarannya rendah dan berudara panas sungguh merupakan hal yang berat baginya mendadak berada di ketinggian sebuah gunung.

Bun...ikannya mati

"Kenapa sih ayah bunda suka gunung?" Tanyanya.
"Sayan, ayah bunda dilahirkan dan dibesarkan di kampung yang banyak gunungnya, makanya suka gunung. Di Garut banyak Gunung. Di Bogor juga banyak gunung." Jawab saya.
"Chila gak suka gunung, Chila sukanya laut!" Rengeknya.
"Iya iya, baiklah Nak, beberapa hari lagi kita akan pulang ke Batam. Kita kemping di laut."

Bersama Ayah Menikmati Indahnya Ranu Kumbolo

Obrolan makin gak menentu. Balita saya akhirnya tertidur. Sesekali terbangun sambil mengeluhkan dingin. Namun keesokan harinya taraaaa.....dia teramat menyukai tempat ini. Berlari-lari dan memunguti ikan-ikan kecil yang mati di tepi danau.

"Bund, kasihan ikannya pada mati. Ayo kita kubur!" Kami pun menguburkan ikan-ikan kecil itu di lumpur.

Langitnya Biru :D

Suasana pagi itu sungguh luar biasa. Angin berhembus tenang, langit membiru, dan matahari mulai menampakkan diri. Meninggi di antara kedua bukit sebelah timur. Setelah sarapan dan mempersiapkan kepergian saya ke Kalimati yang berada kurang lebih dua jam perjalanan dari Ranu Kumbolo, kami berkeliling danau dan memasang hammock. Menikmati suasana dengan cara lain. Tepat jam sebelas siang saya meninggalkan Chila dan ayahnya. Tertatih-tatih di Tanjakan Cinta yang kemiringannya hampir 60 derajat. Kabarnya di tanjakan ini setiap pendaki dilarang menengok ke belakang karena cintanya akan putus. Halaaah saya mah berkali-kali menengok ke belakang dan Subhanalloh, tak bisa berkata-kata lagi melihat hamparan lukisan nyata di hadapan.

Tanjakan Cinta

Catatan:

Untuk menuju danau Ranu Kumbolo berangkatlah dari kota Malang, Jawa Timur menuju Tumpang dengan menaiki angkutan kota. Dari kota Kecamatan Tumpang inilah kemudian naik mobil Jeep menuju Desa Ranu Pani di kaki gunung Semeru. Kalau carter sendiri mahal lebih bagusnya lagi bergabung dengan para pendaki lain. Rata-rata 700 ribu  hingga satu juta rupiah per jeepnya. Tergantung musim pendakian. Kalau satu jeep muat  hingga 14 orang maka harga bisa ditekan sekitar 50 ribu per orang.

Tarif  masuk kawasan Taman Nasional Gunung Semeru:

Pendaki lokal: Rp. 17.500 hari biasa dan Rp. 22.500 hari libur
Pendaki manca negara: Rp. 207.500 hari biasa dan Rp. 307.500 hari libur



32 komentar :

  1. Subhanalooh Mba, pemandangannya cantik banget.Cocok buat kemping. Jadi ingat jaman pramuka dulu. Nggak terasa udah lama nggak pernah kemping lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya cocok banget buat kemping Mak. Air berlimpah jadi gak khawatir dehidrasi.

      Hapus
  2. wow,,baru aja tadi lihat my trip my adenrure jalan ke semeru,ke sini juga,salut banget bawa anak mbk...^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini juga udah nunggu lama mbak Han. Tadinya rencana pas Chila umur dua tahun mau diajak daki tapi kami masih khawatir Chila belum kuat.

      Hapus
  3. cantik banget ya pemandangannya mba...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Dewi, ini lokasi favorit para pendaki.

      Hapus
  4. Makkkk, Mahameru adalah impian saya mak, maret rencananya mau kesana, tapi katanya udah ditutup yaaa, sedih dengernya, bangga sama chila bisa ikut mamah dan papahnya hiking, semeru itu lumayan menguras tenaga lho, kayanya Alfi blm bisa krn pasti meinta gendong terus sementara mamaknya bawa carrier, mak doakan aku bisa kesana tahun ini ya, aamiin, eh salam kenal mak ehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maret masih musim hujan mak, iya lagian ditutup. Mending Mei hingga Juli. Alfi berapa tahun?

      Hapus
  5. pemandangan yang sangat menggoda.... udah lama pengen ke semeru, mudah2n in sya Allah kesampaian... foto-fotonya bagus mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo semangat. Kalo udah niat tinggal planning berangkatnya :)

      Hapus
  6. seru ya perjalanannya , jadi mupeng deh

    BalasHapus
  7. Jadi kangen Ranu Kumbolo.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pulkam nanti ke sana Dee, melepas kangen. Ajak Reva.

      Hapus
  8. Piknik yang menyehatkan dan menyenangkan
    Panoramanya apik
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kembali. Makasih Pakde sudah berkenan mampir. Duh maaf baru ngeh ada komen di postingan yang ini.

      Hapus
  9. Waaah aku sama suami harus ke sini nih...dia suka banget yang ginian. Ajiiib.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang Semeru sudah dibuka kembali, ayo ke sana ajak suaminya Mbak.

      Hapus
  10. Asyik mbak Ngajak si kecil nanjak juga. Aku kalau Nanjak sama teman teman, nggak prnah sama keluarga. Paling dikomentari gini ..... Capek naik gunung. hehehe . Ajarin aku merangkum kata kata puitis dalam kalimat. *sodorinkertas*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku kelewat balas komen ini haha. Mbak aku kini belajar banyak darimu untuk menulis di media. Dan kata-kata puitisku sudah hilang lenyap entah kemana. Kini aku mengorek-ngorek dari apapun yang tersisa. halaah :D

      Hapus
  11. Semoga saya bisa mengajak anak saya kelak kesini, seperti mbak mengajak chila.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga Mas Imam. Anaknya usia berapa? kalau balita jangan dulu deh. Peraturan di sana ketat bgt.

      Hapus
  12. Seru baca tulisan mba lina.
    Mba mau tanya... Saya ada rencana kemping ke ranu kumbolo bawa swami dan 2 anak balita.
    Kira2 persiapannya gmn ya... Katanya harus ada surat keterangan sehat dr dokter kalau mau naik kesana?
    Oia... Rutenya gmn sih kalau dari stasiun malang ke ranu kumbolo?
    Soal sewa jeep, kita bisa dadakan ya... Cari rombongan lain untuk berangkat bareng?
    Terima kasih mb lina :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak udah sejak dua tahun lalu peraturan Taman Nasional ketat banget anak-anak balita dilarang masuk cuma sampai kemping di Ranupani aja. Ini pun Chila dikasih boleh sampai Ranu Kumbolo karena bawa surat keterangan dokter dan foto Copy akte lahir serta pertimbangan lainnya. Sebenarnya Chila juga dilarang masuk. Jadi daripada kecewa mendingan ditanya dulu ke sana melalui telpon.

      Untuk rute dari stasiun malang naik angkot menuju Tumpang. Dari Tumpang sewa jeep menuju desa Ranupani. Jeep ini banyak bgt kok di tepi-tepi jalan di Tumpang kapan pun bisa didapat. Jadi kalau go show atau langsung datang gitu aja bisa kok. Untuk menghemat, share cost caranya bergabung dengan beberapa pendaki lainnya yang mau ke (Ranupani) Semeru.Kalau belum ada orang lain tunggu aja biasanya selalu ada saja orang yang mendaki ke Semeru terutama weekend.

      Hapus
  13. Mba mau nanya rute dari stasiun malang ke ranu kumbolo gmn sih? Trs kalo untuk sewa jeep disana, bisa dadakan ikut rombongan yg lain ya... Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak Eti sudah saya balas di atas ya. Maaf komennya dimoderasi jadi tidak langsung muncul.

      Hapus
  14. Seru baca tulisan mba lina.
    Mba mau tanya... Saya ada rencana kemping ke ranu kumbolo bawa swami dan 2 anak balita.
    Kira2 persiapannya gmn ya... Katanya harus ada surat keterangan sehat dr dokter kalau mau naik kesana?
    Oia... Rutenya gmn sih kalau dari stasiun malang ke ranu kumbolo?
    Soal sewa jeep, kita bisa dadakan ya... Cari rombongan lain untuk berangkat bareng?
    Terima kasih mb lina :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. idem dengan jawaban di atas ya Mbak Eti. Maaf komennya gak langsung muncul karena dimoderasi.

      Hapus
  15. Wow.. Rame banget tendanya jadi kayak di komplek perumahan. Kemarin waktu ke Pameungpeuk, mau foto di kebun teh juga geli, banyak sampah dan lalat. Hadeeuh...

    BalasHapus
  16. Alo Mbak Lina....salam kenal ya :))

    BalasHapus
  17. Mb lina, bisa minta no telp kantor semerunya ga? Ada yang mau saya tanyain, terima kasih :)

    BalasHapus
  18. Keindahan alam, variasi trek pendakian yang memanjakan mata. Ditambah indahnya danau Ranu Kumbolo yang menghilangkan lelah setelah cukup jauh perjalanan. Belum pernah sampai kepuncak, karena cuaca yang kurang mendukung.

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita