Sunrise di perairan Labuan Bajo. Foto: @LinaSasmita |
Mentari
mulai menyinari pagi. Menunaikan tugasnya seperti sedia kala. Seperti kemarin,
minggu lalu, bulan dan tahun lalu. Seperti hari-hari biasa, mengiringi rentak
kehidupan di bumi yang luar biasa.
Seperti
pagi yang saya temui saat itu. Pagi pertama dimana saya dapat leluasa menyaksikan
mentari terbit di wilayah paling timur, sepanjang sejarah hidup ini. Pagi yang bertabur kehangatan di atas perairan tenang sebuah kota pelabuhan, Labuan Bajo,
di ujung barat Pulau Flores. Saya di sini karena sedang dalam penyebrangan dari Sumbawa menuju Flores.
Mentari
ini adalah mentari pertama yang saya saksikan dari sebuah hotel mengapung tak
berbintang. Kapal MV. Marina. Hotel yang sebenarnya hanya sebuah kapal ASDP, namun
kebaikan para awak kapal membuat kami turut menginap di salah satu kabinnya.
Setelah sebelumnya menurunkan penumpang di pelabuhan, kapal lantas melepas jangkar
semalaman di tengah laut. Menikmati tidur yang lelap sambil diayun gelombang perlahan-lahan seperti dalam buaian.
Pagi
semakin terang. Kecantikan kota pelabuhan Labuan Bajo mulai tersingkap. Bak
mutiara dari timur ia tampak berkilau dalam pandangan. Kapal-kapal yang lalu
lalang, bangunan-bangunan beraneka bentuk dan warna, kubah masjid yang khas,
serta pelabuhan beton dengan dua tiang penyangga dan dermaga apung yang biasa
digunakan untuk kegiatan naik turun kendaraan.
Saya larut dalam keheningan. Sambil sesekali mengarahkan kamera ke arah laut dan pelabuhan. Sungguh keindahan ini tak mampu saya rekam banyak dalam ingatan. Sehingga ada baiknya disimpan banyak-banyak dalam memori kamera.
Begitu
pun saat siang menjelang. Labuan Bajo seperti
gadis yang sedang bersolek riang. Dengan paduan biru langit dan laut yang menawan, ia seakan memancarkan harapan
bagi siapa saja yang datang meminang.
Labuan Bajo Foto: @LinaSasmita |
Saya
dan seorang teman baru saja turun dari kapal. Berjalan terseok-seok dengan
memanggul keril seberat 18 kg di punggung. Di usia lebih dari sepertiga abad
ini bukan lagi ingin pamer prestasi kekuatan otot. Namun lebih karena
keterpaksaan daripada sengsara di perjalanan. Kepala celingak-celinguk mencari
tukang ojek. Namun pengendara roda dua yang hilir mudik menuju dermaga tak satu
pun menoleh. Nasib...akhirnya jalan kaki menuju sebuah rumah makan.
Semula saya merasa takut memasuki pelabuhan. Teringat pengalaman buruk saat berada di
Tanjung Priuk Jakarta dan Kuala Tungkal Jambi. Namun beberapa puluh langkah ke
depan saya dibuat heran. Pelabuhan Labuan Bajo tidak seperti yang orang-orang
sangkakan. Hanya satu dua orang yang bertanya dan itu pun bertanya ala
kadarnya. Cenderung sopan dan tidak memaksa. Mereka ramah dan tahu sopan santun. Ah ya, ini Indonesia bagian
timur. Dimana mentari terbit lebih dulu, dimana senyuman pagi selalu bermula dari
sini.
Namun
keindahan pemandangan dari laut ternyata tak secantik dari apa yang dilihat di
darat. Bangunan-bangunan di jalan utama mendekati pelabuhan
terlihat tak beraturan, Jalan aspal pun bolong-bolong dengan trotoar yang rusak. Beberapa bangunan di
sepanjang jalan tidak tertata dengan rapi. Namun demikian, semua orang tentu berharap
agar kota kecil pelabuhan ini mampu berbenah, merapikan dan menata kotanya dengan baik
dan benar.
Labuan Bajo. Foto: @LinaSasmita |
Labuan
bajo adalah sebuah gerbang menuju salah satu dari 7 keajaiban dunia yang baru versi New Seven Wonder of the World. Ia
adalah Taman Nasional Komodo yang terbentang seluas 1.817 kilometer persegi. Terdiri dari 3 pulau utama yaitu Komodo, Rinca, dan Padar dengan 277 spesies binatang yang mendiaminya termasuk komodo.
Setelah
menitipkan barang bawaan di warung sebrang pintu pelabuhan, kami langsung
menuju ke pelabuhan tradisional yang melayani penyebrangan menuju ke Taman Nasional Komodo. Di sana
puluhan kapal menanti untuk segera digunakan. Setelah bertanya-tanya dan sepakat mengenai harga, Tak lama kemudian kami kembali mengambil keril yang dititip di warung.
Setelah
makan siang kami bergegas menuju pelabuhan. Pemilik kapal membelikan air
mineral dua boks untuk bekal dalam perjalanan nanti. Tak lupa kami pun membeli makan untuk nanti malam.
Satu keinginan yang telah lama perlahan mulai terwujud. Mengarungi perairan Taman Nasional Komodo. Alhamdulillah.
Allhamdulillah ikut senang impiannya Mbak Lina sudah terkabul. Tinggal aku nih belum pernah kesana :)
BalasHapusAlhamdulillah. Saya malah pengen ke sana lagi. Penasaran sama kehidupan bawah lautnya.
HapusAh indahnyaaaa, pengen deh balik lagi ke TN.Komodo dan road trip di Flores....Minal Aidin Lina!
BalasHapus* * *
Jalan2Liburan → Pesona Wisata Kota Athena di Yunani
Sama, aku juga pengen balik lagi. Terus roadtrip Flores dan nyebrang ke Sumba.
HapusOhya terima kasih. Sama-sama. Mohon maaf lahir dan batin.
HapusDuh, beruntungnya mba lina bisa melihat keindahan Labuan Bajo, panggil2 namaku mbaa hehe..maf lahir batiiin...
BalasHapushiks.. hiks.. cuma bisa cakar2 layar laptop :((
BalasHapusAku jatuh cinta dengan labuan bajo, pesona alam nya bener2 juara bikin teduh dan damai di hati. Dan bener juga kalo orang nya ngak rese2 alias sopan2
BalasHapus