Peta Situs Sejarah di Pulau Penyengat |
Salah satu tujuan dari pelaksanaan festival ini menurut saya persis tercapai seperti apa yang disampaikan pertama kali dalam press release panitia FPP pada Januari 2016 lalu yang menyatakan bahwa tujuan diadakan festival ini adalah untuk memajukan perekonomian warga Pulau Penyengat dan menjadikannya sebagai destinasi utama wisata di kota Tanjungpinang. Saya beruntung menjadi salah satu peliput dan dapat menangkap beberapa moment istimewa dari festival ini melalui lensa kamera. Meskipun hujan terus mengguyur sepanjang hari pertama festival, namun tak mengurangi minat warga untuk terus berpartisipasi mensukseskan perhelatan akbar ini.
Menjadi Fotografer Dadakan
Hujan rintik yang sempat terhenti pagi itu mulai menderas dan berubah menjadi hujan lebat. Saya dan dua orang teman fotografer yang cantik seperti model dan anggun seperti putri, Tyas dari Kendari dan Zakia dari Bogor, hanya mengobrol tanpa arah sambil menguntak-atik kamera DSLR masing-masing di dalam kamar. Belum bisa kemana-kemana karena terhalang hujan. Menunggu hujan berhenti ini rasanya lamaaaa sekali seperti saat-saat menunggu datangnya jodoh. Eh kok malah curhat haha.
Identitas kami mana tau ada yang mau zoom out :D |
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dan kami bertiga masih saja terkurung di dalam kamar homestay warga Penyengat yang jaraknya lumayan jauh dengan Balai Adat, tempat dimana pembukaan festival akan segera dimulai. Tak ingin melewatkan peristiwa penting itu, dengan dibantu oleh Esih salah seorang panitia FPP, kami segera menaiki becak motor menuju Balai Adat.
Halaman Balai Adat |
Hujan masih deras mengguyur. Namun warga sudah memenuhi tepi jalan dan halaman Balai Adat yang sudah terpasang tenda putih beraksen kuning. Saking derasnya hujan semalam ternyata mampu merobohkan salah satu tenda di sayap kanan Balai Adat yang tampaknya akan dijadikan salah satu panggung perayaan. Dari dalam Balai Adat jelas terdengar seorang pejabat sedang memberikan sambutan. Saya dan Zakia segera menuju ke dalam. Sedangkan Tyas duduk menunggu kami di halaman.
Sambutan-sambutan beberapa pejabat penting yang mewakili dari kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri dan Kementrian Pariwisata saling bergantian dan saling mengisi. Semua menyatakan mendukung dan berharap acara Festival Pulau Penyengat ini akan terselenggara secara sukses serta berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya.
Grup musik Melayu di acara pembukaan |
Saya mengenali beberapa wajah pejabat dan mantan pejabat yang duduk di barisan kursi paling depan. Ada Kepala Dinas Pariwisata (kadispar) kota Tanjungpinang Pak Juramadi Esram dan Kadispar provinsi Kepri Pak Guntur Sakti. Namun yang paling menarik perhatian saya adalah hadirnya Pak Huzrin Hood, tokoh masyarakat Kepri, mantan Bupati Kepri yang dulu memperjuangkan status Kepri dari kabupaten menjadi provinsi. Namun karena dianggap melanggar dalam pengalokasian anggaran atau mungkin juga karena alasan politis, beliau dipenjarakan di penjara Sukamiskin Bandung. Saya malah mempunyai salah satu buku tentang kisah hidupnya di Sukamiskin yang berjudul "Karena Aku Bukan Robin Hood". Sayang tidak terfikir untuk membawa bukunya dan minta tanda tangan langsung. Saya hanya minta berfoto saja. Itu pun sudah senang luar biasa.
Bersama Bapak Huzrin Hood |
Setelah sambutan dari deputi kementrian pariwisata, acara Festival Pulau Penyengat pun dibuka dengan cara menabuh marwas secara bersamaan oleh beberapa pejabat penting. Marwas adalah sejenis alat perkusi yang hampir mirip dengan kompang dan kental dengan pengaruh budaya Timur Tengah. Setelah marwas ditabuh berbagai acara di beberapa titik pun dimulai.
Pembukaan Festival Pulau Penyengat 2016 dengan menabuh marwas
|
Beberapa kegiatan perlombaan segera dimulai. Di halaman balai adat ada lomba kuliner Melayu. Di sebrang jalan telah semarak lomba perahu layar. Di tepi laut lainnya yang disebut Kampung Bulang, lomba jong pun dimulai. Tak ketinggalan di lapangan bola belakang balai adat segera dimulai lomba layangan.
Disebrang balai adat mulai terdengar keriuhan. Lomba perahu layar ternyata sudah dimulai. Saya dan Zakia segera berlari menuju tepi laut. Tyas sudah tidak ada di tempatnya lagi. Dan kami pun mulai sibuk menyiapkan dan melindungi kamera dari hujan yang tinggal rintik-rintik. Di tepi laut berbagai warna layar sangat semarak dan tampak kontras di tengah warna langit dan laut yang pucat pasi. Panitia sudah memberi aba-aba. Dan perahu layar mulai meluncur di permukaan air laut. Berbelok ke arah kanan lalu menghilang di balik pelantar.Menurut panitia perahu-perahu itu perlu waktu sekitar satu jam setengah mengelilingi pulau Penyengat hingga tiba kembali di titik awal ini.
Lomba Perahu Layar |
Karena awetnya hujan yang seharian turun, hari pertama pembukaan festival ini terasa serba nanggung. Apalagi saya yang penyuka langit biru dan menjadi salah satu peserta lomba foto mendadak kehilangan mood untuk hunting foto. Beruntung sempat mampir ke beberapa stand lomba kuliner ibu-ibu PKK dari berbagai kecamatan dan desa di Tanjungpinang. Sajian dan penampilannya masakan ibu-ibu ini sungguh menggugah selera makan dan selera hunting foto. Mendadak galau pengen berubah haluan menjadi Food Blogger.
Aneka makanan dan minuman khas Melayu yang berbahan utama ikan, sotong, gonggong, dan berbagai variasi air kelapa, sungguh membuat saya tak mau beranjak dari halaman balai adat. Yang paling ingin saya icip-icip adalah sotong bumbu hitam dan olahan gonggong. Iya gonggong bukan menggonggong. Bedanya kalau gonggong adalah sejenis siput laut khas Kepri yang tidak ditemui di daerah manapun di Indonesia.Teksturnya kenyal dan rasanya gurih seperti daging. Masaknya pun simpel. Cukup dibersihkan, direbus dengan garam lalu angkat dan makan deh. Cangkangnya sih nggak usah dimakan, keras dan gak enak kecuali ada yang ingin unjuk kekuatan gigi ya silahkan dicoba haha.
Olahan Gonggong |
Pais Ikan |
Bisa dimakan langsung dengan wadahnya :D |
Variasi Air Kelapa |
Nah pernah punya kejadian lucu sih dengan gongong ini. Seorang kenalan dari salah satu operator seluler di Jakarta yang akan membuat sebuah event ingin memesan menu makan di salah satu restoran di Batam. Resepsionisnya bilang ada menu gonggong. Si Abang kenalan ini langsung kaget dan hendak membatalkan pesanannya karena ia mengira menu gonggong adalah sejenis olahan daging anj**g. Dan saya ngikik tertawa saat ia menceritakannya kepada saya. Hahaha.
Setelah merasa cukup hunting foto perahu layar dan kuliner namun tak puas dengan hasil hunting foto lomba layangan, saya dan Zakia menuju ke Mesjid pulau Penyengat untuk sholat Dzuhur. Dan malah mendadak mood mem-foto mulai meningkat setelah beberapa anak kecil yang lucu dan imut terus menatap kami dan menggoda ingin difoto.
Baiklah adik-adik sini kami foto dulu cekrek-cekrek puluhan foto kami layangkan ke wajah anak-anak polos ini.
Anak ini disuruh foto pose apapun nurut termasuk pose begini :D |
Genit banget si Ade ini :D |
Simak keseruan lainnya di tulisan berikutnya ya.
makanannya unik2 :D tempatnya bisa dimakan, mba Lina? hehe
BalasHapusDuh itu gonggongnya bikin laperrrr ah.....
BalasHapushehehe...aku dulu juga sempat ngira gonggong itu makanan dari daging an***g,ternyata hehehe..seru acaranya ya mbak
BalasHapusLucu soal gonggong dikira daging anjing wahahaha
BalasHapusKemaren saya pas pulang ke pinangnya satu pompong sama ibu2 pkk-nya... Mereka rame orangnya, riweuh dalam pompong euy. :-D
BalasHapusSeru acaranya, bikin ngiler makanannya hehehe..
BalasHapusngupas kelapanya uniik....susah lo bisa ngupas kelapa kaya gitu...gonggongnya bisa dicoba kayanya enak hihihi
BalasHapusSayang gak ketemu lina. Itu adek yg jilbab ungu expresif yak difoto. 😀
BalasHapusseru sekali spertinya ya mbak. yg bkin tmbah seru lg bnyak mknan pastinya...hahahha..
BalasHapusimut bnget tu si adek, gak malu2 di foto...
wih, seru banget tuh yak. bukan cuma acara budaya, ada juga waktu buat kulinernya. dan yang paling asyik, jadi fotografer dadakan :)
BalasHapusnamanya unik, mirip bekicot tapi tanpa cangkakng gitu ya
BalasHapusIni festivalnya rutin ya?
BalasHapus