Menghabiskan Sepotong Senja di Pulau Lingga


Senja di Pulau Lingga
Pantai Pasir Panjang

Sore itu, kami baru saja pulang dari Pantai Pasir Panjang Pulau Lingga. Matahari mulai bergulir ke ufuk barat. Mengibarkan cahaya keemasan dari balik Gunung Daik yang puncaknya bercabang tiga. Di sebuah jembatan kayu, anak-anak berlarian dan berlompatan ke arah sungai. Gelak tawa pecah saat air sungai terciprat ke wajah-wajah mereka yang sumringah. Wajah bahagia tanpa beban dan rekayasa. Begitulah seharusnya sebagai anak-anak, mereka menikmati masa kecil yang sempurna dengan bermain-main.

Tertarik dengan perilaku anak-anak ini, saya dan Rina (seorang teman blogger dari Batam), memilih menghentikan kendaraan kami untuk sekedar menyaksikan aksi akrobat mereka dari atas jembatan. Satu per satu anak-anak itu melompat dengan bersalto dan menjatuhkan kepala terlebih dahulu ke permukaan sungai. Tenggelam, lalu beberapa detik kemudian kepalanya muncul ke permukaan. Saya sedikit ngeri membayangkan kalau-kalau anak yang baru saja loncat, tidak muncul kembali ke permukaan sungai.

Asyik rasanya menonton anak-anak Pulau Lingga ini mandi-mandi di sungai. Tawa canda mereka pecah seiring pecahnya percikan air. Berenang berkejaran, menyelam dan saling siram. Menyaksikan hal ini, ingatan saya terbang ke puluhan tahun silam, saat saya dan teman-teman mandi di sungai. Bedanya kalau di kampung saya di Garut Jawa Barat, bebatuan sungainya besar-besar dan banyak. Sehingga kami bisa bermain petak umpet dan juga membuat kolam sendiri-sendiri.


Anak-anak Pulau Lingga
Anak-Anak yang Bahagia Mandi di Sungai
Sungai tempat anak-anak ini bermain hanyalah sungai kecil yang berpasir dengan bebatuan kecil. Namun airnya jernih. Air yang mengalir dari rimbunnya hutan yang berada di sisi kiri jalan yang tadi kami lewati. Sebenarnya Pulau Linga juga memiliki sungai-sungai yang cukup besar dengan bebatuan yang besar. Saya dan teman-teman pendaki dari Batam bahkan pernah ketiduran di bebatuan besar di sungai yang mengalir di jalur pendakian Gunung Daik. Saat tertidur di sana, segala lelah dan letih mendadak lenyap seketika. Sepertinya, bebatuan itu mengandung magnet yang menyerap segala capek dan letih kami.

Seorang anak laki-laki bermata belo yang hendak berenang tampak sedang asyik bermain gasing. Saya dan Rina mendekati dan memintanya untuk bermain gasing lagi. Ia pun beranjak untuk memilih tempat yang bagus untuk melempar gasing. Malang, kakinya terjerembab dan ia terjatuh. Kami jadi merasa bersalah. Kasihan tampaknya ia terluka karena jalannya jadi pincang.  Namun demi menyenangkan kami, dengan menahan rasa sakit ia pun melanjutkan bermain gasing. Saya dan Rina dengan perasaan kasihan mengarahkan kamera ke arahnya.

Sebelum melanjutkan perjalanan, kami meminta anak-anak untuk melompat lagi dari jembatan. Dan cekrek, kamera pun mengabadikan momen bahagia mereka.

Sore itu masih terbilang terang. Di sebuah kampung kami melewati sekumpulan lelaki yang sedang asyik bertanding permainan gasing. Karena menarik. Kami pun menghentikan laju motor dan mampir. Banyak di antara mereka mempersilahkan kami untuk menonton lebih dekat, bahkan disuruh masuk ke dalam arena permainan. Karena disuruh, kami pun tidak malu-malu untuk mengambil foto gasing yang sedang berputar-putar dari jarak dekat.

Permainan Gasing di Pulau Lingga
Warga Lingga, Tua Muda Berkumpul Bersama Bermain Gasing

Gasing Pulau Lingga
Menjaga Keseimbangan Gasing
Permainan Gasing di Lingga
Gasing Lingga
Berbagai ukuran, bentuk dan warna gasing sangat menarik perhatian saya. Ingin sekali bertanya banyak kepada mereka apa perbedaan gasing-gasing itu dan terbuat dari kayu apa saja. Namun melihat permainan yang seru, saya urung bertanya. Biarlah  pertanyaannya jadi PR saja. Agar ada alasan saya kembali ke sini. Mengulik tentang budaya masyarakat Melayu terutama tentang permainan gasing ini.

Matahari makin memerah. Masih ada satu tempat lagi yang hendak kami kunjungi. Yakni Bukit Cening. Seharian keluar dan menyambangi beberapa tempat, sebenarnya hari itu badan terasa lelah dan kepala pusing, namun saya berniat untuk tetap mengunjunginya. Padahal pusingnya bisa hilang kalau saya bawa stok obat sakit kepala seperti Mixagrip. Dengan berat hati kami memacu kendaraan kembali. Berlomba dengan pergerakan matahari yang makin menukik ke arah barat.

Saat tiba di tanjakan menuju Bukit Cening, matahari yang akan tenggelam tampak bulat sempurna. Namun sayang kami harus cepat-cepat sampai bukit agar pulang  tidak kemalaman.


Senja di Pulau Lingga
Sunset Segera Tiba
Benteng Bukit Cening
Benteng Bukit Cening


Selepas mengunjungi Bukit Cening dimana terdapat puluhan meriam bekas peninggalan zaman Belanda, kami pulang ke penginapan. Hari itu pengalaman kami sederhana, namun berbekas di hati. Kesederhanaan dalam hidup di Pulau Lingga ternyata begitu menenangkan dan menyenangkan.

Menyusuri pesona alam dan budaya Lingga ternyata membuat saya berkaca pada langkah-langkah yang telah lalu. Seberapa cintakah saya terhadap negeri ini? 



24 komentar :

  1. Haduuu...jadi ingat tulisan Lingga sampai 1 babak doang dan dibawahnya ada tulisan *bersambung*
    Sampai sekarang belum ada sambungannya. Lingga asyik, orangnya ramah-ramah dan nggak rese, beda dengan touring dumai - samosir

    BalasHapus
  2. Duh aku dulu pas kecil suka ke sungai lalu main gasing juga pernah. Sekarang udah lagi

    BalasHapus
  3. Asik ya main-main gasing. Gasingnya gede bener.

    BalasHapus
  4. Di jamanku kecil juga suka mainan gasing, bareng-bareng anak cowok.

    BalasHapus
  5. Pantainya...bikin pengen liburan :))

    BalasHapus
  6. Pulau Lingga ini sebesar apa ya? Sampai ada sungai-sungai berarti gede juga nih.
    Seneng lihat anak-anak masih seru main di sungai dan main gasing.

    BalasHapus
  7. Ya ampun hepi dan tentram banget ya kehidupannya, anak-anak berenang bebas..

    BalasHapus
  8. suka sedih kalau lagi jalan enak sakit kepala ya mba untung bawa stock obat seperti mixagrip, aku kalau lagi jalan2 terus sakit kepala bawaanya suka pengen marah2 wkwkwk

    BalasHapus
  9. Baru tahu tentang Pulau Lingga. Cantik dan indah, ya. Pasti pengalaman yang berkesan, ya, Mbak. Btw, gasingnya bagus ya...unik dan anti main stream 😁

    BalasHapus
  10. Saya seneng deh lihat anak-anak yang kehidupannya maish begini. Masih bermain di alam terbuka. Wajahnya juga ceria-ceria

    BalasHapus
  11. Airnya masyaAllah bikin pengen nyebur bund. Ajak aku main gasing bund, udah lupa caranya hahahaa

    BalasHapus
  12. Aku belum pernah mendengar nama pulau lingga mba. Penasaran juga buat mengunjunginya. Smoga slalu terjaga dengan baik ya. Amin

    BalasHapus
  13. Pulau Lingga dimana sih mba? Pasir di pantainya bagus bangeet.. lautnya juga tenang. Lucu yaa tradisi main gasingnya, sekarang udah jarang liat orang main gasing tradisional gini :)

    BalasHapus
  14. Aku baru tau ada daerah yang namanya Lingga, masih banyak ya keindahan alam Indonesia masih tersembunyi

    BalasHapus
  15. Duh, asyik banget tuh menikmati senja di sana. Aku bisa2 sedih dan nangis tuh. Hehehe... lihat senja di kota besar aja suka sedih. Apalagi di pulau indah kayak gitu. :D

    BalasHapus
  16. Oh itu meriam, aku pikir tadinya kuburan :D
    Seru banget anak2 bisa mandi di sungai gtu. Deket pantai ada sungai gtu ya mbak di sana?
    Aku lagi mbayangin bentuk aliran airnya nih :D

    BalasHapus
  17. Air sungainya jernih karena masih terjaga lingkungan nya ya mba Lina.

    BalasHapus
  18. Mba, aku jadi ingin membaca kisah Pulau Lingga yang lain. Yang ini saja menarik, tentunya masih banyak lagi kan lainnya? Ayo mbaaa ditulis lagi ;)
    Btw, bentuk gasingnya beda ya dengan yang ada di Jawa.

    BalasHapus
  19. Melihat foto anak2 itu seperti nostalgia. Aku pernah jeburan seperti mereka. Bahagiaa. :D

    BalasHapus
  20. Pasirnya putih banget ya. Lautnya juga biru. Mancing banget minta di ceburin. Hahaha..

    BalasHapus
  21. Mbak Lina, aku nih seneng banget deh bacain blog kamu karena ceritanya seru dan perjalanannya pun menginspirasi sekali.

    BalasHapus
  22. Bentuk gangsingx unik banget mba. Senang lihatnya masih ada anak yang memilih bermain langsung, tidak melulu game di hp.

    BalasHapus
  23. Sedia selalu obat-obatan saat bepergian ya Mbak kuncinya. :)

    BalasHapus
  24. kesederhanaan kehidupan masyarakat lokal memang kadang menyisakan rasa tersendiri buat kita yg hiruk pihuk sehari2 di kehidupan urban mba...kangen jalan2 dan menikmati sepi dan kesederhanaan

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita