Mengunjungi Pasar Mangrove Batam Salah Satu Destinasi Digital Anak Milenial


Hari Minggu siang itu (04/11) mendung menggelayut di atas langit, berteman angin yang mulai mengantarkannya ke titik-titik yang ia kehendaki untuk berhenti. Di sebagian wilayah yang saya lewati, gerimis mulai menderas. Menyisakan waswas pada para pengendara roda dua yang tidak siaga dengan jas hujan ataupun ponco. Seperti yang terjadi pada saya dan supir ojek online yang saat itu tengah melaju menuju sebuah kawasan di ujung utara Pulau Batam. Beruntungnya, saat tiba di lokasi, hujan belum lagi sampai di sana.

Gapura berwarna kuning dengan aksen hijau dan bertuliskan "Kampung Tua Kampung Terih" baru saja saya lewati. Itu artinya, saya sudah tiba di Pasar Mangrove Batam, salah satu "Destinasi Digital" yang terletak di kawasan Kampung Terih, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Satu dari sekian destinasi digital yang kini tengah digandrungi para pemburu foto terutama anak-anak milenial Batam pengguna media sosial seperti youtube, instagram, facebook dan twitter.



Sebenarnya, lokasi Pasar Mangrove di Kampung Terih Kecamatan Nongsa ini, terbilang jauh dari rumah saya yang terletak di Kecamatan Batu Aji, Batam. Perlu waktu 1,5 jam berkendara hingga tiba di sana. Jika hendak membandingkan, masih lebih jauh perjalanan Batu Aji - Kampung Terih daripada perjalanan Batu Aji - Singapura yang hanya membutuhkan waktu 1 jam saja. Namun, rasa penasaran telah mampu mengalahkan rasa lelah dan malas yang kerap mendera.

See? Kekuatan media sosial memang luar biasa. Saya yang biasa malesan orangnya, kini datang bertandang membawa rasa penasaran yang bertumpuk-tumpuk hampir setahun belakangan. Sejak keberadaan Pasar Mangrove ini terendus oleh lensa-lensa kamera dan smartphone yang lantas menyebar viral di media sosial, saya telah berniat untuk menyambanginya.


Sambutan di Kampung Terih

Kokokan ayam betina dan lambaian bunga bogenvil di pekarangan rumah warga, menyambut kedatangan saya siang itu. Jalan aspal menurun yang saya lalui, telah buntu bersambung tanah bauksit berkerikil merah yang melebar hingga ke tepi laut. Saya celingukan mencari dimana penjaga tiket masuk berada. Karena tidak ada penanda atau palang yang membatasi antara rumah-rumah warga dengan lokasi Pasar Mangrove yang sedang saya tuju.


Seorang pria berpakaian hitam dan berambut gondrong, berteriak menyapa saya dari kejauhan. Dengan gestur dan anggukan kepalanya, ia tampak mengizinkan saya masuk ke area Pasar Mangrove. Lalu ia pun menghilang di balik mobil-mobil pengunjung. Baiklah, saya akan membayarnya nanti, gumam saya dalam hati.

Dengan berjalan perlahan, saya mulai menyisir titik demi titik kawasan Pasar Mangrove Kampung Terih ini. Belum jauh berjalan, pandangan tertuju pada seekor kucing yang sedang tertidur pulas di sebuah pondok di tepi pantai. Saya beringsut sambil membidikkan kamera ke arahnya. Namun ia tetap tenang dan damai dalam tidurnya. Seakan terlelap oleh buaian angin laut yang bertiup lembut. 

Pulasnya 😍

Di tepi pantai, terdapat satu pelantar sepanjang 75 meter yang menjorok ke tengah laut. Pelantar ini digunakan warga sebagai tempat turun naik ke laut dan tempat menambatkan perahu-perahunya. Menurut pengakuan Bu Ana Darwis salah seorang warga yang berjualan di tepi jalan Kampung Terih, hampir seratus persen mata pencaharian penduduk Kampung Terih adalah sebagai nelayan. Maka tak heran jika banyak perahu tertambat di sana.

Pelantar 

Saya di Pelantar

Dua orang bapak dan anak tampak sedang asyik membuat vlog di atas pelantar berlatarkan anyaman-anyaman serupa tudung saji yang digantung di dahan-dahan pohon. Sementara sang istri dan anak lainnya menunggu dengan sabar di tepi pelantar. Seakan ia sudah faham hobby sang suami yang sedang sibuk berceloteh di depan kamera.

Bapak dan Anak sedang Nge-vlog

Azan Asar berkumandang dari pengeras suara Musola Asshifa Ussakirin yang tak jauh dari ujung aspal. Mengalahkan ego untuk terus berfoto-foto, saya beranjak menuju musola dimana tiga pria dan tiga anak perempuan tampak bersiap-siap melaksanakan salat berjamaah, sementara saya masih disibukkan oleh kamera, tas dan tripod yang harus disimpan rapi saat mengambil air wudu. Syukurnya, saya masih bisa mendapatkan salat berjama'ah dengan masbuk di raka'at ketiga.

Musola Asshifa Ussakirin

Selepas salat Asar, saya menyapa anak-anak perempuan tadi. Bertanya apakah di musola ini mereka mengaji setiap hari atau tidak. Tanpa diduga, Si gadis kecil berwajah cantik bernama Sakira langsung berceloteh panjang lebar bahwa benar mereka kerap mengaji di musola ini. Saat saya bertanya apakah mereka tahu dimana membeli kepiting, Sakira menjawab kalau nelayan yang menjual kepiting biasanya jam 10 pagi. Kalau sore seperti ini, kepiting segar sudah habis terjual. Ah ya, baiklah mungkin saya akan membeli kepiting masaknya saja. Semoga di kedai Bu Ana Darwis masih tersedia. Dengan menjinjing kamera dan tripod, saya pun berpamitan pada Sakira dan temannya.

Sakira

Spot Unik dan Menarik untuk Berswafoto di Pasar Mangrove 

Sambil melangkahkan kaki kembali ke Pasar Mangrove, saya membidikkan kamera ke sebuah papan ucapan selamat datang bertuliskan "Welcome to Digital Destination Pasar Mangrove Kampung Terih" yang terletak di ujung aspal. Sebelum melangkah jauh saya mampir di Warung Bu Ana Darwis dan memesan kepiting yang telah dimasaknya untuk dibawa pulang nanti. 


Ada banyak tempat menarik yang instagenic untuk melakukan swafoto di Pasar Mangrove. Tak jauh dari papan ucapan selamat datang, terdapat bingkai-bingkai kayu bertuliskan Pesona Indonesia berdampingan dengah dua tampah bertuliskan Generasi Pesona Indonesia dan Pasar Mangrove. Di sisi lain terdapat sebuah pondok bertuliskan Pondok "Janji Manismoe" Mantan "Kembang Desa." Tulisan-tulisan yang membuat saya sempat mengulum senyum.

Tak jauh dari parkiran terdapat dinding mural yang dicat warna-warni dengan pola geometris. Karena warnanya yang menarik pandangan mata, tak heran banyak pengunjung langsung berfoto di sana sesaat mereka turun dari kendaraan.

Mengikuti jalan setapak, saya tiba di sebuah perahu nelayan yang tidak digunakan lagi dimana di dekatnya terdapat puluhan papan bertuliskan nama-nama tempat yang ada di wilayah Batam. Ah, saya lega saat membaca ada nama Batu Aji di sana. Sebagai warga Batu Aji, rasanya senang tempat tinggal saya sudah masuk ke dalam daftar ini.

Mural dekat Parkiran


Nama-Nama tempat di Batam


Ada juga dinding dengan lapisan rumbia yang ditempeli papan-papan kecil bertuliskan kata-kata dalam Bahasa Inggris. Karena paduan warnanya yang menarik, titik ini pun kerap digunakan pengunjung untuk berpose di depan kamera.

Dinding dari Rumbia


Di dekatnya, terdapat area untuk panahan dan juga tenda Suku Apache serta bingkai-bingkai kayu kosong, sepeda, bendera warna-warni yang menunjukkan identitas Suku Melayu seperti kuning, merah, dan hijau.

Pasar Zaman Now, Pasar Mangrove.

Warna-Warni Paduan Benda 


Mangrove dan Manfa'atnya

Dari sekian spot atau titik yang saya kunjungi, saya paling menyukai berjalan di jembatan yang membelah kawasan hutan mangrove. Dimana di kanan kiri jembatan, saya bisa menyaksikan beragam pohon mangrove dari ukuran kecil hingga besar tumbuh subur memenuhi hampir seluruh pesisir Kampung Terih yang diperkirakan mempunyai laus 12 hektar.

Seorang pengusaha di Pulau Bintan yang kerap menjelajah hutan mangrove mengatakan kepada saya bahwa mangrove merupakan biotank terbesar di muka bumi. Keberadaannya sangatlah penting untuk menjaga kelestarian air laut dari berbagai racun kimia dan polutan yang terkandung di dalamnya. Karena mangrove sebagai pencegah dan penyaring alami. Akar pohonnya yang mencuat ke permukaan dan berlumpur, dapat mempercepat penguraian limbah organik yang terbawa ke wilayah pantai. Sehingga penguraian limbah organik ini dapat membantu mempercepat proses penguraian bahan kimia yang mencemari laut seperti minyak dan diterjen. Mangrove juga merupakan benteng  pertahanan alami terhadap abrasi  karena ombak dan juga angin kencang.

Jembatan di Hutan Mangrove

Pengunjung di Hutan Mangrove

Senja beranjak menua. Matahari sudah tergelincir ke arah barat. Saya berhati-hati meniti menyusuri jembatan kayu di antara rimbunnya pepohonan mangrove yang menjadi ciri khas kawasan ini. Berbagai jenis mangrove tumbuh subur di sini. Sebut saja seperti  Bakau Minyak yang mempunyai nama latin Rhizopora apiculata, Tumu atau Tongke yang bernama latin Bruguiera gymnorhiza, Dungun Laut dengan nama latin  Heritiera littoralis, Teruntum Merah dengan nama latin Lumnitzera littorea dan Perepat yang mempunyai nama latin Sonneratia alba. Selain mangrove, spesies lainnya yang tumbuh di sini ada Waru Laut atau yang bernama latin Thespesia populnea. Bentuk daun Waru Laut ini  sama dengan pohon waru biasa yang sering saya jumpai di darat. 

Guna melestarikan hutan mangrove, pengelola Pasar Mangrove giat melakukan aksi penanaman mangrove di lokasi ini. Selain itu ada juga aksi bersih pantai dan pelepasan penyu. Hal ini dilakukan dengan menggandeng institusi pemerintah seperti Bank Indonesia. 


Berbagai Fasilitas yang Dimiliki Pasar Mangrove Batam

Jika Anda tertarik berkunjung ke Pasar Mangrove, maka tak perlu bingung untuk memarkir kendaraan dimana, karena telah tersedia parkir di sana dengan biaya Rp 1.000 untuk roda dua, Rp 2.000 untuk roda empat, Rp 5.000 untuk minibus dan Rp 10.000 untuk bis besar. Tiket masuk pun terbilang sangat murah yakni sebesar Rp 5.000 saja.  Demi kenyamanan pengunjung disediakan juga toilet di beberapa titik. Dan bagi yang hendak melaksanakan solat, terdapat musola yang terletak hanya beberapa meter saja dari kawasan Pasar Mangrove.

Setiap hari Minggu, sering dipertontonkan berbagai aksi dan kesenian seperti tari-tarian daerah, angklung, calung, dan beragam kesenian daerah lainnya. Namun ketika saya berkunjung, tidak ada aksi kesenian karena para pengelola sedang terlibat dalam pentas Kenduri Seni Melayu Batam yang akan berakhir hari itu di kawasan Engku Putir Batam Center.

Jika pengunjung kelaparan, ada banyak warung dan kedai yang menjual aneka makanan ringan maupun berat. Salah satunya kedai Pondok Singgah Selalu milik Bu Anna Darwis. Ia menjual nasi dan kuliner khas Melayu berbahan dasar seafood. Ada kepiting, gonggong, dan udang yang siap saji.

Kuliner di Warung Bu Ana darwis Pasar Mangrove Kampung Terih

Sebelum pulang, tak lupa saya kembali ke warung Bu Ana untuk mengambil pesanan kepiting dan gonggong. Tak lupa saya juga menjumpai Alim, si gondrong yang tadi awal saya masuk Pasar Mangrove, melambaikan tangannya. Namun ketika saya hendak membayar tiket masuk yang belum dibayar, dia menolak mentah-mentah.

Saat tiba di rumah, suami dan anak saya ternyata sangat menyukai masakan kepiting dari warung Bu Ana ini. Suami  bilang kepitingnya enak banget dan bumbunya sangat pas di lidah. Alhamdulillah.


Destinasi Digital

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan bahwa suatu lokasi sudah bisa dikatakan sebagai "destinasi" jika sudah memiliki unsur 3A. Yakni Atraksi, Amenitas, dan Akses. Maka ketika ketiganya sudah dimiliki maka suatu tempat layak dikatakan sebagai sebuah destinasi. Begitu juga dengan Pasar Mangrove dan pasar-pasar lainnya yang dikelola oleh teman-teman Generasi Pesona Indonesia atau populer disebut Genpi.

Pada Rakornas Kemenpar I yang diselenggarakan pada hari Kamis, 22 Maret 2018 di Bali, Menteri Pariwisata menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "Destinasi Digital" adalah destinasi yang heboh di dunia maya, viral di media sosial, dan nge-hits di instagram. Dari pengertian ini, tentu bukan hanya Pasar Mangrove dan pasar-pasar digital lainnya saja yang patut mengantongi julukan destinasi digital, karena jika kriteria Pak Mentri Arief ini yang menjadi standar, maka beberapa lokasi lainnya telah banyak yang mengantongi prestasi seperti itu. 

Sebut saja Gurun Pasir Busung di Pulau Bintan. Sebelum nge-hits di instagram dan facebook, gurun pasir ini hanyalah tanah kosong dengan onggokan pasir tanpa ada yang memperdulikan. Namun kamera-kamera smartphone menangkap keeksotisannya, lalu para pemiliknya melakukan share dan upload ke media sosial. Kini lokasi gurun pasir di Bintan ini sudah menjadi lokasi yang wajib dikunjungi oleh para wisatawan yang berkunjung ke sana. Apalagi kalau bukan untuk berfoto ala-ala gurun pasir layaknya di Arab sana. 


Gurun Pasir Busung Pulau Bintan

Pengunjung Sedang Berfoto

Kreatifnya Warga Busung Bintan, Memasang Gambar Unta Untuk Berfoto.

Saya sendiri punya pengalaman menyenangkan tentang destinasi digital yang dimaksudkan oleh Pak Menteri. Yakni ketika saya membagikan 30 frame foto-foto pengalaman menginap di Desa Wisata Ekang Bintan ke facebook. Efeknya tanpa diduga dalam waktu 3 hari saja postingan tersebut telah di-share lebih dari seribu akun facebook. Bahkan hingga tulisan ini diketik, postingan tersebut terus di-share dan di-share ulang oleh warga Kepri bahkan luar provinsi. Ketika saya menyampaikan kejadian ini kepada pihak pengelola, berkali-kali ia mengucapkan terima kasih dan mengabarkan bahwa ia sedang diserang banjir pertanyaan dari para netizen yang penasaran.

Gazebo Unik di Desa Wisata Ekang

Kolam Pancing dan Gazebo Desa Wisata Ekang

Deretan Gazebo Unik di Desa Wisata Ekang

Maraknya beberapa destinasi digital di berbagai provinsi di Indonesia yang digagas oleh Kementrian Pariwisata, hendaknya menjadi trigger bagi berkembangnya destinasi-destinasi baru lainnya yang dikelola masyarakat ataupun swasta. Destinasi yang lebih unik, menarik, dan instagenic. Yang menyajikan ide-ide kreatif ke dalam wujud karya yang bisa digunakan untuk memajukan pariwisata di negara kita tercinta.

Berkaca pada kreatifitas anak bangsa, sungguh tak diragukan lagi betapa besar potensinya. Dan dengan sarana promosi yang mudah di media sosial, maka setiap orang punya kesempatan yang sama untuk mendukung dan mewujudkan program pemerintah yang menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 20 juta di tahun 2019 mendatang.



76 komentar :

  1. Karena belum pernah ke hutan mangrove apalagk yg udah dijadikan destinasi wisata gitu, aku ngeliatnya dg berbinar-binar hehhee.
    Trus makin takjub ternyata di daerah Batam sana ada gurun Pasir juga Waaaah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sendiri saat menjelajah hutan mangrove itu perasaannya sungguh luar biasa. Seperti menyusuri lorong waktu ke masa lalu. Ke zaman dimana dunia hanya dipenuhi hutan belantara.

      Hapus
  2. Mbaaa, keren banget jalan2 sendirian, kalau saya seumur2an belum pernah jalan2 sendirian hehehe.

    Keren banget ya wisata mangrove nya.
    Kulinernya juga bikin ngiler :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ini kebetulan suami dan anak saya nggak mau ikut. Jauh banget katanya. Jadilah mereka memilih jalan-jalan berdua di sekitar rumah dan saya sendirian jaan ke sini.

      Hapus
  3. Mbaa, gurun pasirnya indah sekali. Kayak beneran ya. Hehhee. Mereka kreatif sekali ya. Smoga bisa selalu terjaga kebersihan dan keindahan destinasi wisata digitalnya ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Kalau pengambilan angle-nya pas gurun ini kayak beneran gurun pasir yang di Arab sana.

      Hapus
  4. Wah keren nih pasar mangrove teh, selalu berinovasi ada aja spot2 baru yang kekinian dan instagramable, itu gurun pasir bintan juga cakepp euy jadi kangen sama Bintan. Dan yang paling menarik itu Desa Ekang duh cakep ya teh bentuk penginapannya serasa dimana gitu, yg ini belom kesampaian nih kesini hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya selalu ada yang baru di Pasar Mangrove ini. Saya aja kaget kok berubah ada yang baru lagi.

      Hapus
  5. Kok aku jd pgn ke busung bintan teh... Huhu keren bgt. Pgn ke pasar mangrove juga :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ini aku aja pas lewat sepedaan ke Busung Bintan selalu pengen mampir dan mampir. Pengen menelisik lebih jauh lagi. Tapi sayang kalau sama anakku pas nyampe sini malah disuruh burur-buru pergi lagi.

      Hapus
  6. Wah kak Lina fix udah hits nih udah main ke Mangrove. Dan beberapa tempat yg kakak ulas ku belum pernah ke sana, pengen huhuuu :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah dua kali kelesss. Tapi yang pertama nggak bawa kamera jadi nggak ada bukti hehe.

      Hapus
  7. indonesia emang selalu top masalah tempat wisata ya mbak. semoga akses akomodasi dan transportasinya juga mulai dipadani. jadi yang berkunjung makin enak dan nyaman.

    itu desa magrovenya keren banget warna warni gitu ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Alhamdulillah makin hari pariwisata di negara kita makin menggeliat.

      Hapus
  8. Banyak yang kurang paham daru kegunaan mangrove. Semoga dengan adanya tulisan ini, masyarakat paham akan manfaatnya.

    Alfie belum pernah datang ke tempat ini kak. Kelihatannya keren deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Fie. Karena nggak faham itu jadi banyak masyarakat yang rela membabat hutan mangrove dan mengalihfungsikannya menjadi kawasan hunian. Padahal banyak banget manfaatnya.

      Hapus
  9. Sejak baca pesona kampung terih di Instagram pengen banget kesana. Tapi belum kesampaian. Semoga sebelum akhir tahun bisa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gih segerakan ke sana Mbak Eka. Tingal di Tiban kan ya? 1 jam saja sampai kok :D

      Hapus
  10. Aku kepo sm gurun pasirnya. Selama ini taunya gurun cm ad di luar negeri antah berantah sana.. Sama pasir basah dipantai. Wkwk. Kece mba fotonya, senang ya bs mengabadikan setiap perjalanan di blog begini. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya gurun pasirnya kece banget kalau langitnya biru. Masih ada lagi spot sebelah sonoan dikit yang gurunnya lebih keren dari ini Mbak.

      Hapus
  11. Aku belum pernah ke Batam, btw mbak itu yang gazebonya bagus ya jadi bikin menarik tempatnya. Apalagi tempat yang ada gambar untanya itu, berasa banget kayak beneran ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ini gazebo yang bikin orang pada ingin datang ke desa wisata ini. Dan foto-foto gazebo ini pun viral di facebook. Udah 1300an orang yang share. Banyak yang suka ternyata dengan konsep destinasi seperti ini. Karena itu instagramable.

      Hapus
  12. Dr dulu mau ke pasar mangrove belum jadi2..

    BalasHapus
  13. Saya juga penasaran ke sini teh
    blm kesampaian
    apalagi tak ada kendaraan umum ke sini
    moga kesampaian suatu saat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah ada loh Mbak kendaraan. Tapi ya gitu deh harus jalan kaki ke dalamnya. Aku aja naik ojol ini dari area bandara.

      Hapus
  14. Sekarang dimana-mana emang lagi musim ya tempat wisata yang dicat warna-warni gini. Destinasi yang benar-benar memuaskan kaum milenial. Aku penasaran ama hutan mangrovenya keliatan teduh banget ya.. Kulinernya juga bikin ngilerrrr...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya dicat warna-warni karena menarik dan cantik kalau sudah terlihat di kamera Dee.

      Hapus
  15. Waw mangrovenya cakep banget MashaAllah :D cocok banget buat wisata alam sama anak kesini. Baca bahasa tulisan mba Lina serasa berada disana deh, keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di sini mangrovenya tidak terlalu luas tapi aku puas bisa jalan cukup lama diantara rimbunnya dedaunan mangrove ini.

      Hapus
  16. Saya suka sama semua foto destinasinya. Paling suka liat gurun nya kayak berasa di mesir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ini foto gurunnya malah jadi idola haha

      Hapus
  17. Selama ini baru bisa ke hutan bakau mangrove di Karangsong Indramayu. Kedepannya semoga bisa ke Batam juga. Amin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiiin diduakeun ku saya Teteh. Enggal ka Batam amengan hehe.

      Hapus
  18. jadi itu Unta nya cuma gambar? kukira beneran.. duuh, bagus banget ya.. jadi pengen ke Batam juga nih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe iya. Ini unta palsu. Cuma gambar daoang.

      Hapus
  19. Aku senang deh, ddi mana-mana hutan magrove mulai digarap serius. Benar-benar ditata dan dipelihara sebagai destinasi wisata. Semoga disertai kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan yang hanya akan nyangkut di akar-akar mangrove (pernah lihat ini di salah satu hutan mangrove - sediiiiih)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak, semoga hutannya tetap terjaga karena kalau banyak sampah tentu akan merusak kelestarian hutannya.

      Hapus
  20. Cantiknya Pasar Mangrove ini. Terlihat ditata untuk menyambut wisatawan ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Lumayan udah terkelola dengan baik. Tinggal penambahan beebrapa fasilitas lagi seperti jalur pejalan bagusnya ditembok atau dipaving block.

      Hapus
  21. gak nyangka lho gurun pasir busung ada di batam...
    beneran eksotis mba...dan untanya memang pas banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Pulau Bintan Mbak. Tapi dekat Batam juga sih. Nyebrang cuma satu jam saja dari sini ke Bintan. Kalau naik speed boat cuma 15 menit. Ke Busungnya 15 menitan juga. Udah sampai.

      Hapus
  22. Daku melihat ini kok langsung membayangkan banyak banget ini spot yang instagrambale, dan eksplorasi lebih lanjut harus banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nggak bosan untuk pepfotoan kalau banyak spot begini ya Mbak.

      Hapus
  23. Di Jakarta juga ada hutan mangrove. Tetapi, entah karena alasan apa ada larangan membawa kamera selain kamera hp. Jadi agak malas kalau mau ke sana. Padahal kalau kayak di sini kan jadinya bagus, ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. hah kok dilarangn ya. Padahal hutan mangrove itu ya umum saja bisa difoto pakai kamera apa aja.

      Hapus
  24. Mbak...kenapa pakai nama Pasar ya? Pasar Mangrove..Apa ini sama dengan bahasa Melayu pasar artinya jalan?
    Untuk destinasi digital..memang membantu sekali para calon traveler untuk menentukan pilihan. Terlebih untuk pengelola tempat wisata, tentu akan diuntungkan.
    Cuma seringkali karena ada serbuan pengunjung jadi ramai dan enggak lagi bisa dibikmati saat sepi hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dinamakan pasar karena sepertinya mengambil filosofi pasar sebagai tempat bertemu, berkumpul, dan bertransaksi. Kurang lebih destinasi digital yang diistilahkan Menpar Arief Yahya sebagai pasar ini pasar itu ya begitulah.

      Hapus
  25. Di Makassar juga ada destinasi digital, Pasar Lontara namanya. Buka tiap hari minggu lokasinya di benteng somba opu. Dari genpi juga. Sayangnyaa Saya telat Tau info lombanya, gak ikutan deh. Good luck ya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah ternyata di Makassar sudah buka juga ya. Selamat.

      Hapus
  26. Serunya. Kupikir Batam itu kota padat ternyata ada wisata seseru ini di sana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kotanya padat sih Mbak. Tapi di bagian pinggiran pulaunya banyak lahan kosong seperti hutan mangrove.

      Hapus
  27. Batam.. ya ampu ternyata ada wisata Mangrove nya juga. Dna emang millenials banget, sevara instagenic hehe. Noted banget kalo nexy time ke Batam. Semoga di Jakarta juga ada yg kayak gini. Soon.

    BalasHapus
  28. Tujuan wisata jaman sekarang memang yang cocok dijadikan tempat foto-foto ya Mba. Dan semoga bisa diimbangi dengan usaha menjaga lingkungannya. Kapan-kapan jadi mau mampir ke batam deh.

    BalasHapus
  29. Pagi2 udah diajak halan-halan seru, ,dan langsung ingin narsis disana. Btw itu murah banget ya mBa Lin htmnya, beneran 5rb sama dengan bayar parkir mobilnya.
    Ah,,lagi2 nambah wisata digital yang menjamur di setiap daerah.Moga aja parwisata Indonesia makin rameee taon daepan

    BalasHapus
  30. Pas masku upload foto di gurun pasir aku kaget, ternyata itu di Batam ada ya BUnd. Keren ini Batam banyak destinasi wisata. Di tambah pasar digital, meski jauh dari perkotaan, emang kekuatan media sosial sangat kuat sekarang. Di tempatku Kendal, menuju Boja Pasar Karetan juga sejaman. Tapi di sana juga ramai sekali Bund.

    BalasHapus
  31. foto-fotonya saya suka, seru banget yaaa, btw saya jadi penasaran makan gonggong itu deh belum pernah coba soalnya, terlihat enak mbak.hehe

    BalasHapus
  32. Belum pernah ke sini. Tempatnya bagus sekali dan banyak spot instagramable juga lagi.
    Terima kasih untuk sharingnya ya, jadi aku tau informasi baru :)

    BalasHapus
  33. Suka banget sama foto-fotonya kak, yang paling menarik menurutku adalah mushola aku jadi teringat di kampung halamanku namanya surau, surau adalah tempat mengaji dan sembayang kami disurau diajarkan banyak pelajaran tentang agama dan akhlak duhhh musholanya jadi ingat kampung halamanku

    BalasHapus
  34. Oh ternyata program nasional ya Destinasi Digital ini? Di Makassar juga ada. Btw, saya suka sekali jembatan mangrovenya. Kereen..!

    BalasHapus
  35. Saya belum pernah ke Pasar Mangrove teh, pengen kesana tapi jauhnya itu lo.Aji stone-Nongsa, beuh pegal pinggang pastinya. Tapi saya makin penasaran ama tempat ini.Next la.

    BalasHapus
  36. Saya belum pernah ke Pasar Mangrove teh, pengen kesana tapi jauhnya itu lo.Aji stone-Nongsa, beuh pegal pinggang pastinya. Tapi saya makin penasaran ama tempat ini.Next la.

    BalasHapus
  37. Yang namanya destinasi digital emang selalu instagramble yaaa. Di Makassar juga Ada destinasi digital

    BalasHapus
  38. Udah banyak destinasi digital, ya, Kak, di Batam?

    BalasHapus
  39. Aduh, jadi kangen Batam . Udah makin kece aja Batam, dulu kayaknya belum ada tuh. Dua tahun disana, menyisakan banyak kenangan. Uihh, jadi makin kangen beneran setelah baca tulisan mbak Lina.

    BalasHapus
  40. Semoga aku bisa kesampean bisa ke Batam, pengen deh berkunjung ke Pasar Mangrove mba

    BalasHapus
  41. Keren-keren gambarnya. Kreatif juga pengelolanya.

    BalasHapus
  42. Pengen juga ke hutan mangrove tapi ada ga yah hutan mangrove di sekitar Sumsel yang mudah di akses? Lewat bidikan kamera para pemburu wisata bisa menjadikan kawasan destinasi digital.

    BalasHapus
  43. Ada gurun pasirnya juga ternyata 😀😀 Mangrove sama Gurun sudah jadi hal yang menarik tuh

    BalasHapus
  44. Kayu-kayu yang bertulis ini kreatif ya mba, warna-warnanya cakep banget. Penasaran sama gurun pasirnya, pingin lah ke sana.. Wkwk

    BalasHapus
  45. Jadi indah dan elok buat pefotoan ya Mba Lina. Apalagi pasti suasana nyaman. Jauh dari kebisingan .Palingan ada nyamuk :)

    BalasHapus
  46. Wah gurun pasirnya itu bikin penasaran deh mba..

    BalasHapus
  47. Kreatif ya pengelolahnya, wisata mangrovenya jadi keren gitu. kalo di Bengkulu masih belum banyak tambahan karya untuk spot foto.

    BalasHapus
  48. Destinasi wisata yang perlu dicoba...

    BalasHapus
  49. Selamattt ya mbaaaa untuk kemenangannya! Tulisannya sangat layakkkk! Detail dan seolah membaca pembaca ada di lokasi yang mbk ceritakan! Salam kenal ❤️

    BalasHapus
  50. Belum kesampaian nak kemping di pasar mangrove ni..padahal pengen menikmati sunsetnya juga

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita