Belajar Kehidupan di Pulau Karas

Pulau Karas
Pelantar Beton Menuju Pulau Karas

Pulau Karas adalah sebuah pulau kecil yang terletak di wilayah selatan perairan Batam. Secara administratif termasuk ke dalam Kelurahan Karas, Kecamatan Galang, Batam, Provinsi Kepri. Luas wilayahnya sekitar 487, 6 hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 2.260 jiwa atau sekitar 663 Kepala Keluarga (Tahun 2014). *Data dari Ditjen KP3K.

Saya pertama kali mendengar Pulau Karas dari teman kuliah yang memang asli sana. Pernah diajak berkali-kali namun belum kesampaian juga bahkan hingga lulus kuliah. Keinginan mengunjungi pulau ini terusik kembali saat mengetahui Sri, tetangga sebelah rumah menikah dengan penduduk asli Pulau Karas.

Dengan modus bersilaturahim kepada mertua Sri, saya pun memberanikan diri untuk berangkat sendiri ke Pulau Karas. Alhamdulillah pada kunjungan tersebut, saya mendapat sambutan hangat dari  ibu mertua Sri beserta keluarga besarnya.

Saat baru menginjakkan kaki beberapa langkah di Pulau Karas, saya bertemu Putri anak dari Sri, tetangga saya. Putri sengaja disekolahkan di Pulau Karas karena usianya  masih 6 tahun. Sementara di Batam batas awal usia anak masuk SD negeri harus 7 tahun. Jadi rencananya setelah Putri kelas dua ia akan  dipindahkan ke Batam.

Saat itu Putri baru saja pulang sekolah dan langsung mengenali saya. “Mama Sierra, Mama Sierra, mana Sierranya?” tanya Putri sumringah. “Oooh… Sierra gak ikut. Eh, mana rumah neneknya Putri?” Saya balik bertanya. Putri langsung mengajak saya ke rumah neneknya sambil berlari. Tas sekolah yang tadi dijinjing, langsung  dicangklongkannya. Sepatu pun ditenteng dengan tangan sebelah.


Pulau Karas
Lapangan Rumput Berbariskan Pohon Kelapa


Rumah Nenek Putri cukup besar dan terletak  di daratan. Jaraknya sekitar sepuluh meteran dari bibir pulau. Karena rumahnya menghadap ke laut, maka angin laut dengan bebas berhembus menembus ruang-ruang dan penjuru rumah. Terasa segar meskipun agak lengket di kulit. Tidak seperti warga pulau-pulau yang senang membangun rumahnya di pesisir, nenek dan Atok, suaminya, memilih membangun rumah yang sedikit berbeda dari warga kebanyakan.  

Nenek menyambut saya dengan ramah disertai senyuman yang selalu merekah. Tak henti-henti saya memperhatikan wajahnya yang putih bersih. Masih tampak aura kecantikannya hingga ia di usia senja seperti ini. Beda dengan kebanyakan orang pulau yang kulitnya cenderung hitam karena limpahan sinar matahari, Nenek sepertinya putih sendiri.

Sambil mengobrol ngalor-ngidul dengan seorang dokter muda yang sedang mengikuti program internship di Pulau Karas, yang secara kebetulan tinggal di rumah nenek, saya dan Putri bermain bola bekel dengan cangkang-cangkang kerang yang mudah dijumpai di pulau. Seru seakan kembali ke masa kecil dulu. Sementara itu nenek tengah sibuk di dapur entah menyiapkan apa. Tahu-tahu ia langsung membimbing saya ke ruang makan dan menyuruh makan siang. Duh jadi enak nih :D

Setelah makan siang, Nenek  dan Putri mengajak saya keliling Pulau Karas. Tentu saja dengan berjalan kaki karena tidak ada kendaraan apa pun di pulau ini. Kami berjalan melalui kebun sayur dan lapangan rumput yang menghijau. Di lapangan rumput banyak terdapat sapi-sapi yang diikat. Tak jauh dari sapi-sapi itu terdapat sumur-sumur untuk memberi minum sapi dengan beberapa ember besar yang terisi air. 

Kata nenek, sapi-sapi tersebut merupakan pemberian Pemerintah Kota Batam untuk masyarakat pulau. Baru kali ini saya merasa pemerintah benar-benar memperhatikan rakyatnya. Namun sayang program pemerintah seperti ini kurang terekspos ke media, yang ada hanyalah berita-berita mengenai kejelekan-kejelekan mereka tentang korupsi.

Sapi Pulau Karas
Nenek Memberi Minum Sapi-Sapi

Selepas lapangan rumput kami tiba di rumah-rumah penduduk dan berjalan terus lurus hingga tiba di tepi pantai. Pantai Pulau Karas berpasir putih dengan kemiringan yang lumayan landai. Cocok untuk berenang-renang. Namun di beberapa titik agak kotor oleh tonggak-tonggak kayu yang entah sengaja atau tidak terpasang di sana. Sepertinya tonggak untuk mengikat perahu-perahu agar tidak terbawa arus ombak. 
 
Pulau Karas
Pantai di Pulau Karas


Belum puas mengunjungi pantai, saya harus terburu-buru mengejar kapal untuk kembali ke Batam. Meskipun ditinggal kapal, akhirnya bisa pulang dengan menumpang pada nelayan yang hendak mancing ke tengah laut. 

Alhamdulillah tidak terdampar di sana meskipun masih banyak hal yang ingin saya gali dari para penduduk Pulau Karas. Tentang budaya, bahasa, dan keseharian mereka. Barangkali saya harus kembali lagi ke sana suatu hari nanti untuk lebih banyak belajar tentang kehidupan. 


Bagaimana CaraMenuju ke Pulau Karas?

Pulau Karas dapat ditempuh dari Batam melalui daratan terlebih dahulu yakni dengan mengendarai kendaraan atau naik bis Damri ke Desa Sembulang di Barelang (Pulau Rempang belok kiri). Lama tempuh sekitar 1 jam. Dari Sembulang kemudian naik perahu motor dengan jarak tempuh kurang lebih setengah jam. Biaya Damri sebesar 17 ribu rupiah dan perahu motor 20 ribu rupiah. (Tahun 2014)

Damri menuju Pulau Karas
Bis Damri Jurusan (Pasar Jodoh) Batam - Sembulang

Perahu Motor ke Pulau Karas
Perahu Motor Menuju Pulau Karas



8 komentar :

  1. Hidup ini memang keras ya mbak 😐

    BalasHapus
  2. Kasih minum sapi dengan ember? hmmmm nggak takut diseruduk ya, maklum banyak sapi di India hobi nyeruduk :)

    BalasHapus
  3. Masyaallah, langitnya cakeppp

    BalasHapus
  4. Sepertinya asyiiik sekali ya, bisa memandang lautan biru yang lepas dengan berperahu. Maklum, saya terlahir sebagai anak gunung, kurang bergaul dengan laut :-)

    BalasHapus
  5. Bulu sapinya cakep. Sayang kalo disembelih

    BalasHapus
  6. Alhamdullilah, pemerintah peduli banget ya sama program kemajuan di pedesaan.
    Semoga sapi sapi bisa beranak dan memajukan ekonomi setempat. Aamiin

    BalasHapus
  7. Yuk Yang Penasaran mau berwisata ke Pulau Karas , bisa kunjungi website kami

    https://amanahtransporter.com/paket-wisata-batam-bintan-3d2n/

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita