Kalau difikir-fikir oleh Vina, rasanya nggak masuk akal
sekali setiap dia dekat dengan cowok maka cowok tersebut seringkali bermasalah dengan sepeda
motornya. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Awalnya Vina menganggap hanya kebetulan
saja, tapi kalau sudah berulang hingga lima
kali apa masih pantas disebut kebetulan juga? Vina pusing sampai-sampai tiap
malam insomnia. Tidak itu saja, rambutnya pun ikut-ikutan protes pada rontok. Vina
cemas dan takut kepalanya jadi botak.
Adaaa… saja alasan para cowok untuk membatalkan rencana nge-date pertamanya dengan Vina. Sebut saja Aris,
cowok klimis berkumis berwajah manis, pertama
kali bertemu Vina saat gerimis di halte Cimanggis. Batal ketemuan sama Vina
gara-gara ia menderita kencing manis. Eh bukaaan. Tapi gara-gara Aris ditilang
polisi karena tidak mengenakan helm di kepala. Yaiyalah di kepala masa helm di
dengkul. Sepeda motor Aris diangkut dibawa ke pos polisi. So, rencana nge-date pertama Vina pun gagal berantakan.
Cowok kedua namanya Sultan. Seorang konsultan. Ngakunya keturunan
Pakistan .
Sukanya kebut-kebutan hingga mengalami kecelakaan. Bahkan Vina yang
diboncengnya pun ikut jadi korban, kaki dan tangan Vina lecet-lecet hingga
diperban. Cukup! Vina nggak mau berhubungan dengan Sultan lagi. Trauma. Bagaimana
Sultan mau menyayangi Vina sedangkan dia saja nggak sayang sama nyawanya sendiri.
Case close. Bye..bye.. Sultan.
Adalagi seorang cowok namanya Rizal. Kulitnya hitam mirip keturunan
Senegal .
Janjian sama Vina nonton festival. Sial, belum pun sampai di rumah Vina, Rizal sudah
kena begal. Ngedate bareng Vina jelas
batal. Adapun dua orang lainnya Vina lupa-lupa ingat entah apa detail kasusnya.
Yang jelas tak kalah apesnya dibanding Aris, Sultan atau Rizal. Bermasalah
dengan sepeda motor juga.
“Ma, kenapa ya Vina kok kayaknya nggak cocok deh sama cowok yang punya sepeda
motor. Ada saja
alasan mereka buat ngebatalin ajakan jalan-jalannya gara-gara sepeda motor.”
Akhirnya Vina curhat pada Mama.
“Itu tandanya kamu harus dekat-dekat dengan cowok yang punya
mobil Na!” Mama mengerlingkan mata.
“Idiiih Mama matrek, Vina serius ini. Jadi penasaran ada apa
ya hubungannya Vina dengan sepeda motor.
Apa dulu Vina dilahirkan saat papa mengalami kecelakaan motor itu Ma?” Vina duduk bertopang dagu. Mata bulatnya
memandang mama penuh rasa penasaran. Mama mendadak terdiam lantas menurunkan
koran yang sedang dibacanya secara perlahan-lahan. Mengingat-ingat peristiwa 20
tahun silam. Air mukanya berubah namun tetap tenang. Wajah cantiknya masih saja
memancarkan pesona meskipun kini mama sudah menginjak usia 40 tahun.
“Papa memang mengalami kecelakaan. Tapi kamu dilahirkan saat
mama menjenguk papa di rumah sakit Na. Sudahlah sayang, itu tidak ada
hubungannya dengan peristiwa kecelakaan papa. Mungkin kebetulan saja.” Mama beranjak dari kursi sambil mengacak-acak
rambut lebat anak kesayangan satu-satunya itu.
Vina kurang puas dengan jawaban mama, tapi sepertinya mama
sudah tidak berminat lagi meneruskan topik pembicaraan ini. Jadi Vina pun
segera beranjak untuk pergi kuliah.
“Vina berangkat ya Ma!” tidak menunggu jawaban mama, Vina
langsung menutup pintu, mengenakan helm, sarung tangan, jaket, dan menyalakan honda scoopy kesayangannya.
Beberapa meter dari halaman, sepeda
motornya mendadak berhenti. Vina lupa memeriksa surat-surat kendaraan bermotornya. Setelah dicek ada semua
ia pun melajukan scoopynya dengan kecepatan sedang.
Di sebuah pertigaan yang tidak ada lampu merahnya Vina
melambatkan laju sepeda motornya karena di depan tampak rombongan pesepeda yang
sedang melintas. Pesan mama kalau di jalan ada orang yang menyebrang atau
pesepeda melintas, dahulukan mereka. Jangan egois meskipun kita sedang
terburu-buru. Vina pun menghentikan sepeda motornya. Pesan mama masih tertanam
jelas di otaknya.
“Keren ya mereka,” celetuk seorang pengendara Honda New Mega
Pro yang tiba-tiba sudah ada di samping Vina. Vina terhenyak kaget. Ia menengok
ke kiri, ke kanan, dan ke belakang. Tidak ada siapa-siapa kecuali mereka
berdua. Vina menunjuk lehernya sendiri. Tadinya ia mau menunjuk dadanya.
Tapii…ah kalau nunjuk dada nanti fikiran cowok itu bisa macem-macam. Cowok di
samping Vina mengangguk tanda mengiyakan.
Vina mengamati pengendara itu dari ujung kepala hingga
kaki. Semula Vina curiga cowok Mega Pro itu
seorang begal tapi setelah diamati gerak-gerik dan tampangnya, hati Vina
berdesir. Jangan-jangan malah hatinya yang kini kena begal. Oo em ji. No..no..no..Ya Salaam ini cowok kok mirip banget dengan Marc
Marquez. Beralis tebal, hidung bangir dan deretan giginya yang rapi, serta
senyumnya itu. Vina mendadak salting. Poster-poster Marquez di kamarnya mendadak berseliweran di kepala. Bergantian
seperti gambar pada slide proyektor.
“Itu rombongan
pesepeda dari Bandung loh. Aku kemarin ketemu mereka di Cianjur. Hebat ya udah
sampai Jakarta. Aku yang pakai motor saja baru nyampai.” Celetuk si Marquez
memberi keterangan pers. Vina hanya
mengangguk-angguk sambil membulatkan bibirnya membentuk huruf O. Ia mendadak speechless padahal baru sebentar saja
berhadapan dengan Marc Marquez KW. Mama,
maafkan anakmu ini Ma. Aku lemah. Aku lemah. Vina nyeletuk dalam hati.
Rombongan pesepeda sudah berlalu. Vina melajukan sepeda
motornya pelan-pelan. Rasanya ada yang tertinggal di belakang. Iya sih memang. Marc
Marqueznya itu yang tertinggal di belakang.
Di belokan menuju kampus, Vina mengintip dari kaca spion.
Marquez pengendara Mega Pro masih sekitar sepuluh meter di belakangnya.
“Yaaah ….nggak mungkin juga aku tungguin.” Ya sudah dengan
berat hati Vina membelokkan sepeda motorrnya ke halaman kampus.
“Hai Vin, ada jam kuliah nggak entar siang?” Luluk tiba-tiba
muncul sambil menggandeng lengan Vina.
“Siang ya? Enggak ada.” Vina menggeleng lemah. Ia masih
menyesali diri kenapa tadi tidak bertanya siapa nama cowok di persimpangan
jalan itu. Minimal ia tahu akun twitter atau instagramnya. Vina juga menyesal
nggak ngajakin cowok tadi selfie atau
wefie mirip iklan di televisi. Itu loh iklan smartphone yang ngajakin foto bareng padahal nggak saling kenal.
Kan Vina bisa tunjukkin sama Luluk and
the gank kalau ia nggak jomblo lagi. Kalau ia bertemu dengan Marc Marquez pembalap
favoritnya. Meski pun yang ini Marc Marquez KW Super.
“Nanti ikut acara kampus yuk ada talk show bersama para Travel
Blogger.” Kata Luluk. Vina hanya mengangguk-angguk
saja.
“Vin! Vina…,” Luluk mengibas-ngibaskan tangannya di depan
wajah Vina.
“Aiiih kesambet nih
anak. Perlu gua sembur juga nih.” Luluk
mengambil air mineral dalam tasnya
dan berkumur-kumur. Namun sebelum
semburannya keluar, Vina sudah kabur
duluan ke kelas.
Suasana auditorium kampus siang itu sangat ramai. Seperti
biasa Vina dan Luluk selalu duduk paling depan. Tak ingin melewatkan
acara-acara berharga seperti itu dengan duduk di bangku belakang karena pasti berisik dan nggak kedengaran.
Acara talk show
baru saja dibuka oleh MC. Katanya ada seorang Travel Blogger terkenal yang akan membawakan acara. Memberikan tips
perjalanan yang aman keliling nusantara bahkan Indocina menggunakan sepeda
motor.
“Para hadirin sekalian, mari kita sambut dengan tepuk
tangan yang meriah untuk seorang adventurer, traveler, blogger, writer,
dan juga motor biker, yang sudah
menyusuri hampir seluruh pelosok tanah air Indonesia dari Aceh hingga Papua.
Mengunjungi negara-negara di daratan Indocina seperti Vietnam, Kamboja dan Laos
dengan menggunakan sepeda motor. Inilah dia Randi Pratamaaaa…”
Gemuruh tepuk tangan menggema di seluruh auditorium. Seorang
lelaki mengenakan celana cargo, kemeja flanel dengan rambut panjang sebahu dan
memakai topi Red Bull muncul dari arah penonton lantas duduk di kursi yang telah disediakan. Senyumnya yang
lebar memamerkan deretan gigi yang putih dan rapi. Deg, jantung Vina seakan
berhenti.
“Dia kaaan…Marc Marquez gue…” Vina menguncang-guncangkan bahu
Luluk.”
Sepanjang acara, Vina begitu menikmati setiap kisah yang disampaikan
oleh pembicara. Sesekali menunduk mencatat hal-hal yang menurutnya penting di booknote-nya. Meskipun yang ia tulis
malah diselingi oleh gambar-gambar sepeda motor dengan sketsa wajah Marc
Marquez.
Sedangkan Randi Pratama, Travel Blogger yang ternyata cowok yang bertemu Vina di Persimpangan jalan menuju kampus, begitu semangat berkisah tentang
petualangannya mengelilingi Indonesia. Sesekali mencuri pandang pada seorang
perempuan di barisan bangku paling depan. Tiba-tiba ia merasa ingin tampil
maksimal di hadapannya.
Satu hal yang Randi tekankan kepada audiensnya agar selalu
memperhatikan faktor keselamatan. Safety frist. Buat apa touring dan traveling
jauh-jauh kalau pulang hanya tinggal
nama saja. Untuk itu dia mengingatkan agar siapa saja yang hendak mengendarai
sepeda motor selalu memperhatikan dan menerapkan cara berkendara yang aman dan
selamat.
Ada beberapa tips dari Randi untuk berkendara yang aman dan
selamat. Mulai dari persiapan fisik, perlengkapan keamanan yang memenuhi
standar seperti mengenakan helm SNI, memeriksa surat-surat kelengkapan
kendaraan, serta teknik dan cara berkendara saat jarak jauh. Ia juga memberikan
masukan saat mengunjungi wilayah-wilayah yang dicurigai terjadi gangguan
keamanan.
Menurut Randi datang ke suatu tempat, berwisata melihat keindahannya tidak cukup hanya sebatas menikmati lalu pergi. Sebaliknya ia selalu merasa terpanggil untuk turut berinteraksi dengan penduduk sekitar sehingga ia kerap mendengar apa yang orang tidak mau dengar. Banyak melihat apa yang orang lain tidak mampu lihat. Merasakan apa yang orang lain tidak rasakan. Dan ini yang selalu membuatnya ingin selalu menolong orang lain. Yang menarik, pengalaman Randi membantu dan mendirikan berbagai taman baca di pedalaman Kalimantan membuat para hadirin tergugah dan bertekad untuk ikut membantunya.
Menurut Randi datang ke suatu tempat, berwisata melihat keindahannya tidak cukup hanya sebatas menikmati lalu pergi. Sebaliknya ia selalu merasa terpanggil untuk turut berinteraksi dengan penduduk sekitar sehingga ia kerap mendengar apa yang orang tidak mau dengar. Banyak melihat apa yang orang lain tidak mampu lihat. Merasakan apa yang orang lain tidak rasakan. Dan ini yang selalu membuatnya ingin selalu menolong orang lain. Yang menarik, pengalaman Randi membantu dan mendirikan berbagai taman baca di pedalaman Kalimantan membuat para hadirin tergugah dan bertekad untuk ikut membantunya.
Seorang audiens bertanya tentang pengalaman apa yang paling
berkesan baginya. Ia tampak termenung sejenak. Lantas meneruskan
pembicaraannya. Suatu waktu di jalan
raya sebuah kota, ada seorang kakek tua menyebrang dengan membawa cangkul.
Langkahnya gemetar dan pelan membuat para pengendara mendengus dan memaki-makinya. Saat melihat si kakek hampir terserempet mobil yang lewat, Randi berhenti dan menolong menyebrangkan si
kakek.
Randi memang selalu santun pada pejalan kaki, hal itu dilakukannya setelah
kecelakaan yang menimpa pada ayahnya 5tahun lalu, saat mengendarai sepeda motor. Kecelakaan
yang persis menimpa seseorang yang dulu pernah ditabrak oleh ayah Randi. Maka pada detik-detik menjelang kematiannya, Ayah Randi teringat hal itu dan berpesan untuk memintakan maaf kepada orang yang ditabraknya tersebut. Amanat yang harus ditunaikan Randi dengan susah payah.
“Kakek hanya ingin menanam pohon trembesi di antara dua jalan ini Nak." Jawab si Kakek ketika ditanya Randi kenapa menyebrang. Kakek itu bilang kalau sebelum meninggal ia ingin bersedekah dengan menanam pohon trembesi supaya setiap orang yang melewati jalan tersebut mendapatkan manfaat dan kebaikan pohon ini. Sehingga pahala kebaikan akan mengalir ke dalam kuburannya. Saat itu Randi menangis, terharu. Ia mencoba mulai merintis kebaikan-kebaikan kecil ke setiap tempat yang dikunjunginya semenjak peristiwa itu.
“Ingat Nak, kalau tidak waspada hukum rimba di jalan raya itu kalau tidak
menabrak, kamu akan ditabrak. Jadi waspadalah selalu.” Pesan kakek tua
terngiang terus di telinga Randi. Dan ia jadikan kalimat penutup dalam talk show bersama mahasiswa siang itu.
Selesai acara para peserta
berebut berfoto dengan Randi. Vina hanya terbengong-bengong di kursi depan.
Sebenarnya ia menunggu giliran namun apa daya dia mendadak malu. Setelah peserta bubar, Vina mendekat pada Randi. Tangannya erat menggenggam smartphone.
"Bo..boleh foto bareng nggak?" Vina tergeragap.
"Mas Mas masa kata Vina Mas mirip Marc Marquez loh, bedanya Mas gondrong. Lainnya sama," Luluk tiba-tiba sudah berada di tengah-tengah mereka berdua sambil cengengesan. Vina melotot sambil meninju pelan bahu Luluk. Randi hanya senyum-senyum bahagia. Pencarian selama beberapa tahun ini ternyata berhasil. Setelah bolak-balik Jakarta Bandung beberapa tahun terakhir ini, pesan Ayah sebentar lagi akan tertunaikan. Sebuah permintaan maaf untuk keluarga Vina terutama untuk Mama.
"Biar saya yang pegang," Randi mengulurkan tangannya ke arah smartphone Vina. Mengambilnya tanpa diminta. Keduanya berfoto dengan jarak yang hanya beberapa centi saja. Membuat Vina ketakutan kalau degup jantungnya kedengaran oleh Randi.
Cekrek, cekrek.
"Vina, boleh saya ketemu ibu kamu tidak, ada hal yang ingin saya bicarakan?" Randi menatap Vina serius. Duuh secepat itukah dia ingin dekat sama gue. tapi wait, darimana doi tau nama gue? Vina terheran-heran dalam hati.
"Ada perlu apa ya dengan mama saya?"
"Nanti saya bicarakan, tapi boleh nggak?"
"Bentar ya saya hubungi mama dulu"
"OK silahkan," Randi mengangguk.
Mama menatap Randi dengan wajah datar. Perasaannya campur aduk. Apakah mama akan mema'afkan ayahnya Randi yang telah menabrak suaminya hingga tewas karena kehabisan darah di rumah sakit? Jika orangnya masih hidup mungkin mama takkan sudi memafkan dia, namun si penabrak Papanya Vina juga sudah meninggal dan bahkan meninggal dengan kasus yang sama.
Di kamar, Vina meremas-remas rambutnya yang semakin rontok. Hatinya sesak oleh sedih dan emosi. Rasa suka kepada Randi kini bercampur dengan marah dan benci. Marc Marquez KWnya ini ternyata anak dari si penabrak papa 20 tahun yang lalu. Papa yang belum pernah ditemuinya sama sekali.
"Papa, kenapa ya Vina kok nggak cocok sama cowok yang punya sepeda motor?" Vina mengulang pertanyaan kemarin pagi tapi kali ini dia tujukan untuk papa.
***
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.’ #SafetyFirst Diselenggarakan oleh Yayasan Astra-Hoda Motor dan Nulisbuku.com
sukses ya mbakkk, daku give up kalo fiksiii
BalasHapusHaha ini juga baru belajar lagi Mbak Ev. Daku juga sebenarnya nggak bisa tapi maksa mudah-mudahan yang baca nggak muntah :D
Hapusteteh, cerpennya asyik, smg menang ya. oya, blog teteh sy follow....
BalasHapusAih dikomen penulis novel. Asyiiik. Mudah-mudahan dan semoga Mbak Wiek. Blog peyan naon ya? saya juga mau follow? Klo ngeklik foto mengarahnya ke Profile pan.
HapusSukses mbak Lina..
BalasHapusMbak sukses membegal hati saya. .
Haha emang Mbak lewat jalan mana dan bawa apa? Sini saya begal! wkwkwk
HapusWah, saya punya pengalaman seperti ini juga :)
BalasHapusIh serem Pak Ustadz. Fiksi yang jadi nyata apa kenyataan yang berubah jadi fiksi? :p
Hapus