Pohon Cita-Cita |
Suasana Pelabuhan Jembatan 2 Barelang pagi itu mendadak
ramai oleh sekelompok anak muda yang mengenakan berbagai macam pakaian kerja
seperti wearpack, kemeja, setelan jas,
blazer, dan sebagainya. Pakaian yang mempresentasikan apa dan bagaimana
pekerjaan mereka. Pakaian yang barangkali akan menginspirasi anak-anak Sekolah
Dasar Negeri 009 di Pulau Panjang, Batam untuk mengejar cita-citanya di kemudian hari.
Mentari pagi sebenarnya belum beranjak tinggi. Sinarnya pun hampir
tak tampak sama sekali. Pupus, terhapus oleh kabut asap yang sudah sebulan
menggantung di langit Batam dan sekitarnya. Hanya menyisakan samar sebuah
lingkaran berwarna oranye yang menggantung di atas langit. Namun, semangat
paramuda yang menjadi relawan Kelas Inspirasi Batam Hinterland (KIBH) yang akan berangkat
mengajar, memancarkan mentari lain yang cukup terang pada pagi hari itu. Sebuah
harapan.
Senyum, tawa bahagia, dan celoteh serta canda para relawan
seakan menghapus duka kabut asap yang menggantung di atas langit sana . Semangat mereka laksana
riak ombak yang mendorong optimisme dan rasa percaya diri pada anak-anak yang
akan dibimbingnya nanti. Meskipun hanya riak, tetap saja mereka adalah ombak.
Yang menghanyutkan apa yang ada di atasnya. Yang perlahan merubah bentuk karang
yang keras di tepi lautan.
Perahu telah melepas sauh, terguncang-guncang oleh
sekumpulan ombak kecil yang menghantam haluan. Kami berduabelas orang duduk
tenang sambil melempar canda pada seorang relawan muda kelahiran Batam, Puri,
yang tampak pucat dan muntah-muntah karena mabuk laut. Mem-bully-nya karena ia tidak kuat menahan terjangan ombak yang tak
seberapa besar di wilayah perairan, tempat dimana ia lahir dan dibesarkan. Beruntung
Puri bukan tipe gadis yang ambekan.
Ia tetap slow dan pandai membalikkan setiap kata-kata bullying yang diarahkan kepadanya.
“Puri, jadi siapa laki-laki yang harus bertangung jawab
sampai kau muntah-muntah begitu?” Tanya Riki.
Sepuluh menit berlalu. Perahu pompong yang kami tumpangi
mendekat ke sebuah dermaga kayu yang sempit dan tinggi. Namun karena air laut
sedang surut, perahu hampir saja kandas. Kami pun batal berlabuh di situ dan mencari dermaga
lain yang airnya cukup dalam untuk merapatkan perahu sehingga dapat segera menurunkan para penumpang.
Anak-anak kecil berseragam olahraga berlarian menyongsong
kami. Lantas berbaris menyalami dengan takzim sambil mengulum senyum yang
paling manis. Mas Andhi, menggiring mereka untuk kembali ke halaman sekolah. Ucapannya
bak suara seorang guru yang paling dikagumi, serentak anak-anak segera
berlarian kembali ke halaman sekolah. Antusias menunggu apa yang akan terjadi
pada mereka nanti.
Murid-murid berkumpul dan dibariskan di halaman sekolah.
Seluruh relawan KIBH kemudian memperkenalkan diri satu-persatu secara singkat.
Setelah itu anak-anak masuk ke kelas masing-masing dengan penuh semangat. Tak
kalah antusias dibandingkan dengan murid-murid, para relawan segera mengambil
perlengkapan dan alat peraga masing-masing lantas menuju kelas yang telah
ditunjuk.
Saya meminta mengajar di kelas 5. Dalam fikiran saya,
anak-anak kelas 5 sepertinya mudah diarahkan dan tidak terlalu cuek bebek
seperti anak-anak kelas 1 dan 2. Dalam hal pemikiran pun mereka akan lebih
terbuka dan nyambung. Betul saja saat keluar dari kelas 5 saya merasa telah
mengajar di kelas yang tepat sasaran.
“Assalamualaikuuum,” saya memberi salam lantas memasuki
ruang kelas V yang senyap. Meskipun di sana
belasan pasang mata tengah mengawasi dengan seksama. Berdiri di depan kelas, membuat
saya sedikit gugup namun tetap berusaha untuk bersikap santai dan memulai kelas
hari itu dengan perkenalan.
Hampir 50 menit mengajar sambil memperlihatkan alat peraga
diselingi menyanyi, menari, tebak-tebakan, dan berpantun ria, saya kemudian mengakhiri
kelas hari itu. Cukup terkesan dengan anak-anak yang sangat patuh dan mudah
menurut. Tidak berisik namun tetap
responsif terhadap apa yang saya tanyakan.
Bulan sebelumnya saya juga mengajar di kelas 5 di sebuah SD
Negeri di Kota Batam. Namun karakter dan sikap anak-anak kedua sekolah ini
sungguh berbeda jauh. Anak-anak Batam cenderung hiperaktif, lasak, dan selalu menyela di setiap
pembicaraan. Berkali-kali siswa mengadu karena dijailin temannya. Sepertinya sebagian besar anak-anak ini kurang
perhatian orang tuanya sehingga mencari perhatian lebih dari orang lain.
Berbanding terbalik dengan siswa kelas 5 di SD Negeri 009 PulauPanjang. Siswa-siswa di kelas sangat tenang, kalem, dan menyimak apa yang saya utarakan. Saya jadi bertanya-tanya dalam hati apa yang menyebabkan perbedaan sikap & perilaku anak-anak di kedua pulau yang berdekatan ini? Apakah anak
Waktu mengajar telah habis. Saya berpamitan kepada siswa. Sesi
kedua di kelas 5 diisi oleh Mas Wahyu, koordinator kelompok kami, seorang pemuda yang sangat bersemangat
dalam setiap event KIB.
Setelah para relawan selesai mengajar, acara dilanjutkan
dengan game berupa lomba kekompakan
dan teamwork dipandu oleh Mas Andhi
dan Mas Iswan. Setelah itu diteruskan ke acara pembagian hadiah yang membuat
anak-anak melompat kegirangan.
Menjelang tengah hari, Kepala sekolah menjamu kami dengan
makan siang. Aneh, makan siang hari itu terasa nikmat sekali. Padahal lauknya
hanya dua jenis ikan. Ikan gulai dan ikan sambal hijau. Mungkin karena makannya
secara bersama-sama dan sehabis capek mengajar maka kenikmatan makan siang
hari itu terasa sangat berlipat-lipat.
Tidak lama setelah makan siang, kami pun berpamitan kepada
kepala sekolah dan majelis guru di sana .
Kembali ke Batam dengan penuh keceriaan. Tunai sudah satu bakti untuk berbagi
dan menginspirasi. Semoga apa yang kami tanam di sana akan berbuah di kemudian hari. “Sehari mengajar,
selamanya menginspirasi.”
Jadi puri akhirnya di nikahi siapa ..? Atau dia main nya rame2 hahaha #GagalFokus
BalasHapusHaha nggak ada yang mau bertanggung jawab :D
HapusPengalaman 3 kali mengajar di KI di 3 tempat yang berbeda, saya juga ngerasain apa yang teteh rasa... Anak-anak pulau cenderung lebih manis dan lebih mudah diarahkan. Mungkin faktor lingkungan juga yaa...
BalasHapusIya bisa jadi. Anak Pulau disuruh diam saja langsung diam tapi kalau anak Batam jangan harap deh :D
Hapuswah seru ya mbak pengalaman mengajar anak-anak SD. Mbak Lina apa kabar? maaf aku baru bisa berkunjung lagi nih. Ombaknya besar ya mbak, Puri sampai mabok gitu
BalasHapusIya Mbak, Alhamdulillah baik saya juga dah lama nggak berkunjung ke blognya Mbak :D
Hapusbtw, ombaknya mah tenang tapi Emang Puri lagi kurang sehat saja
Gaya nulis teh Lina ini beneran deh kayak nulis novel biografi.
BalasHapusMungkin krn yg di pulau gak terlalu terkontaminasi gadget jadi lebih anteng
BalasHapus