Area Kemping dengan Latar Gunung Pakuwaja |
Dengan riang gembira si bocah gimbal tadi berlarian, berkejaran dengan temannya. Tawanya lepas, khas anak-anak. Ia lantas mendekati seorang bapak-bapak yang sedang merapikan tenda. Bermain petak umpet dengan bersembunyi di balik tenda yang sedang dirobohkan.
Semakin mendekat, semakin jelas siapa bapak itu. Ternyata dia bapak ojek yang akan mengantarkan kami keliling Dieng, yang tadi pamit sebentar karena hendak merapikan tenda yang disewakannya kepada para pengunjung.
“Loh, ini anak bapak ya?”
Saya bertanya pada si Bapak sambil menunjuk bocah gimbal itu.
“Iya Bu.” Jawabnya.
“Namanya siapa Pak?” Si Bapak
langsung menyebutkan nama lengkap anaknya. Sekejap saja saya sudah lupa siapa
nama bocah itu, termasuk nama bapaknya juga. Haha, duuh. Memanglah, semakin hari daya ingat semakin memudar dengan
cepat. Faktor U sepertinya.
“Panggilannya siapa Dek?”
Saya berjongkok menghadap bocah gimbal.
“Aris,’ Jawabnya malu-malu.
Pipinya yang tembem mengembang mengempis, menggemaskan.
“Tante foto ya?” Saya lantas
membidikkan kamera ke arahnya. Ceklek, ceklek. Yang tampak di layar hanya
rambut gimbalnya saja. Aris mendadak membuang muka saat difoto.
“Nggak mau, nggak mau.” Katanya
sambil sembunyi masuk ke dalam tenda. Namun ternyata ia penasaran kepada saya, ia mengintip dari balik pintu tenda. Saya lantas mengajaknya mengobrol.
Baiknya, Aris mulai berani dan tidak malu seperti awal-awal tadi. Sekarang mau diajak berkomunikasi. Mungkin karena
terbiasa banyak pendatang ke kampungnya, bahasa Indonesianya pun sangat lancar.
Selesai merapikan tenda, kami segera beranjak ke parkiran depan mushola. Suami saya dan seorang pengojek lainnya sudah menunggu di
Sepanjang perjalanan Bapaknya Aris bercerita, kalau ia harus
menuruti semua kemauan anaknya. Apa pun itu. Kalau tidak, akan ada saja hal-hal aneh yang
tidak dikehendaki menimpa Aris. Seperti mendadak sakit dan lainnya. Keinginan-keinginan Aris itu termasuk
salah satunya keinginan untuk merokok.
"Kalau dilarang Pak?"
"Ya nggak bisa dilarang, menuruti kemauan yang mengikutinya."
"Yang mengikuti?" saya mengernyitkan dahi.
Menurut legenda masyarakat Dieng, ada dua versi tentang asal muasal rambut gimbal ini. Yang pertama karena sumpah yang diucapkan Pangeran Kidang Garungan yang ditimbun dalam sumur oleh pengawal-pengawal Putri Sinta Dewi yang menyumpahi bahwa keturunan Sinta Dewi akan berambut gimbal.
Nggak mau difoto lagi :( |
Versi kedua menyebutkan bahwa pada jaman dahulu hiduplah seorang bernama Kyai Kolodete yang berambut gimbal yang bersumpah bahwa tidak akan mencukur rambutnya sebelum wilayahnya, Dataran Tinggi Dieng, makmur. Jika tidak, ia akan menitiskan ruhnya kepada anak-anak di wilayah Dieng.
Hingga kini, secara acak kerap ditemui anak berambut gimbal di wilayah Dieng.
rambutnya unik ya mbak, tapi sayang sekali ya sekecil itu harus merokok
BalasHapusIya, kadang orang tua juga susah melarang. Apalagi terbentur dengan adat dan kebiasaan untuk menuruti apa saja keinginan dan kehendak anak berambut gimbal. Jadi susah untuk dicegah.
Hapusteh, jadi mereka itu gimbalnya bukan karena turunan??hmm
BalasHapusKeturunan iya juga sih. Tapi yang kubaca di beberapa blog katanya random juga, gak semua keturunan kyai Kolodete atau Putri Sinta Dewi yang berambut gimbal.
HapusJadi harus di turuti meskipun itu ngak baik yaaa ??? macam anak kecil merokok gitu, kan ngak OK banget. Masak sial juga ??? #MasihBingung
BalasHapusBegitulah kenyataannya Kak Cumi
Hapusaduh nyesek jg ya ngelihat anak kecil begitu diijinin ngerokok, antara kurangnya pendidikan dan faktor kepercayaan setempat juga ya ini....
BalasHapusJalan2Liburan → Stasiun Kereta Cantik Milik Antwerpen
Iya aku aja sampe bengong lihat Aris dengan Santai merokok layaknya orang dewasa :(
Hapuswaaaaaksss satu jam sebungkus :((((
BalasHapusIya Mbak, itu ayahnya yang cerita
Hapus