Apa jadinya jika sebuah peradaban tidak mempunyai bukti yang bisa dijadikan dasar kekuatan argumen tentang keberadaan peradaban itu sendiri? Maka pastilah peradaban itu disebut sebagai cerita atau dongeng belaka.
Sejarah dikenang karena ada bukti baik secara tulisan maupun penemuan benda-benda bersejarah. Maka keberadaan suatu museum di satu kota atau daerah dalam usaha melestarikan benda-benda cagar budaya sungguh patut diapresiasi sebagai bentuk pelestarian sebuah peradaban.
Sejarah dikenang karena ada bukti baik secara tulisan maupun penemuan benda-benda bersejarah. Maka keberadaan suatu museum di satu kota atau daerah dalam usaha melestarikan benda-benda cagar budaya sungguh patut diapresiasi sebagai bentuk pelestarian sebuah peradaban.
Salah satu museum yang patut dibanggakan yang berada di Provinsi Kepri adalah Museum Linggam Cahaya yang berada di Kota Daik, Ibukota Kabupaten Lingga. Ide pembangunan Museum Linggam Cahaya diilhami oleh banyaknya benda-benda sejarah dan budaya yang tersebar di rumah-rumah penduduk Pulau Lingga yang notabene sangat berharga dan mengandung nilai sejarah yang tinggi.
Adalah Muhammad Ishak Thaib, seorang pemerhati budaya dan sejarah Lingga yang mulai berusaha mengumpulkan benda-benda budaya dan bersejarah yang ditawarkan oleh masyarakat kepadanya. Ia kemudian menginisiasi berdirinya sebuah museum untuk dijadikan tempat menyimpan dan mengumpulkan benda-benda sejarah tersebut sehingga tidak raib dijual atau dilelang hingga ke luar Lingga. Sebagaimana kita ketahui, bahwa di wilayah perairan dan kepulauan ini pernah berdiri sebuah kerajaan yang dinamakan Kesultanan Riau Lingga yang kental dengan adat budaya Melayu.
Pada tanggal 27 April 2002 dilaksanakan pertemuan dengan tokoh masyarakat dan LSM guna menentukan pemilihan lokasi pembangunan museum. Salah satu pilihan yang dimufakati adalah di tanah milik Pak Sualiman Atan, seorang budayawan Lingga yang menghibahkan tanah miliknya untuk pembangunan museum ini.
Tahun 2006 saat saya mengunjungi Lingga guna melakukan pendakian ke Gunung Daik, Pak Sulaiman Atan dengan ramah menyambut saya dan teman-teman. Hari-hari Kakek berambut gondrong ini diisi dengan mengajari anak-anak muda Lingga bermain kompang atau rebana.
Tahun 2006 saat saya mengunjungi Lingga guna melakukan pendakian ke Gunung Daik, Pak Sulaiman Atan dengan ramah menyambut saya dan teman-teman. Hari-hari Kakek berambut gondrong ini diisi dengan mengajari anak-anak muda Lingga bermain kompang atau rebana.
Museum Mini lantas dibangun pada Agustus 2002 melalui proyek dinas kebudayaan seni dan pariwisata dengan pengeluaran dana sebesar 412.000.000. Pada 7 Mei 2003 diadakan syukuran doa selamat atas pmbangunan museum mini dan di sela-sela syukuran beberapa pejabat dan masyarakat satu per satu menyerahkan sumbangan benda-benda bersejarah untuk menambah koleksi museum.
Nama-nama benda budaya dan bersejarah seperti paha, senjong, embat-embat, kain telepok yang kesemuanya diproduksi di Daik Lingga satu per satu dikumpulkan ke dalam museum.
Tahun 2015 Museum Linggam Cahaya dipindahkan ke gedung baru yang lebih representatif sehingga lebih luas dan leluasa. Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur kepri Alm. HM. Sani Pada 22 Mei 2015.
Nama-nama benda budaya dan bersejarah seperti paha, senjong, embat-embat, kain telepok yang kesemuanya diproduksi di Daik Lingga satu per satu dikumpulkan ke dalam museum.
Tahun 2015 Museum Linggam Cahaya dipindahkan ke gedung baru yang lebih representatif sehingga lebih luas dan leluasa. Peresmiannya dilakukan oleh Gubernur kepri Alm. HM. Sani Pada 22 Mei 2015.
Apa saja benda bersejarah yang ada di museum Linggam Cahaya? Beberapa diantaranya yang saya amati adalah beragam keramik, guci, kerajinan dari tembaga dan perak, perlengkapan keseharian seperti gelas, piring, sendok, tempat lilin, yang semuanya unik dan mengandung nilai sejarah yang tinggi. Selain itu ada juga perlengkapan acara-acara adat, perlengkapan menangkap ikan, perlengkapan membuat sagu, bahkan terdapat kerangka hewan laut langka yang pernah terdampar di perairan sekitar Lingga.
Berikut beberapa benda sejarah yang sempat saya amati.
1. Keto
Keto adalah sejenis gelas mirip piala-piala yang dipergunakan untuk perlengkapan hidup sehari-hari masyarakat kelas bangsawan. Diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syah (1832 – 1841) dan diproduksi di Kampung Tembaga Daik.
Keto |
2. Ikat Pinggang Berantai
Ikat pinggang ini berbahan uang sen dari perak. Merupakan ikat pinggang wanita bangsawan pada masa kesultanan Lingga. Diperkirakan digunakan pada masa kesultanan Abdurrahman Muazzam Syah (1885 – 1913).
3. Bunga Tajuk (Kembang Goyang)
Terbuat dari perak dan permata delima, digunakan sebagai hiasan kelengkapan di atas kepala. Dipakai pada acara-acara adat istiadat seperti perkawinan adat Melayu.
3. Mahkota
Mahkota ini terbuat dari perak dan bertahtakan batu yakut dan selon digunakan sebagai salah satu perhiasan di atas kepala, biasanya dikenakan oleh pengantin.
Mahkota dan tusuk konde |
4. Kalang
Merupakan salah satu hasil kerajinan suku laut/komunitas adat terpencil (Kat) yang terbuat dari rotan semut dan bambu. Hingga kini kalang masih digunakan oleh masyarakat suku laut Dapur Arang, Desa Kelumu. Pengrajin di Desa Kelumu bernama Mak Halimah. Keterampilan membuat Kalang ia peroleh secara turun temurun dari nenek moyang suku laut.
6. Miniatur gancu ikan.
Gancu ikan terbuat dari besi, digunakan oleh nelayan sebagai alat tradisional untuk mengangkat ikan yang besar ke sampan sebagai pembantu kail (pancing). Gancu ikan sudah dipergunakan oleh para nelayan sejak zaman kesultanan Lingga Riau, dan masih dipakai hingga kini di kalangan nelayan tradisional di Kabupaten Lingga.
7. Miniatur alat proses sagu
Alat ini mulai dipergunakan oleh masyarakat Lingga semenjak masa Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah (1857 – 1883) Sultan Lingga ke-4. Alat ini terdiri dari rumah sagu tradisional dan parut sagu. Pada bentuk aslinya rumah sagu terbuat dari bahan kayu, beratap daun, dll. Berfungsi sebagai tempat memproses sagu menjadi saripati sagu.
8. Kandil
Kandil adalah jenis pelita yang terbuat dari bahan tembaga, porselin dan lainnya yang berfungsi sebagai alat tradisional untuk penerangan tempo dulu semasa Sultan Mahmud Riayat Syah (1761 – 1812) dan dikembangkan semasa Sultan Muhammad Syah (1832 -1841) pada Kesultanan Lingga Riau.
9. Kaki Dian
Terbuat dari bahan tembaga. Berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan lilin yang biasa dipakai di rumah pada majelis adar, seperti khatam Al Qur’an, tepuk tepung tawar, ijab qobul, dan sebagainya. Di Lingga Kaki Dian ini sudah digunakkan sejak zaman dahulu secara turun temurun sejak masa pemerintahan Sultan Abdurrahman Muazzam Syah (1885 – 1911) hingga saat ini.
10. Perlengkapan Tradisional Mandi syafar dan mandi-mandi pengantin
Perlengkapan adat ini sudah digunakan semasa Sultan Abdurrahman Muazzam Syah (1883 -1911).
Penemuan Satwa Laut Langka
Hewan laut yang ditemukan ini belum memiliki nama ilmiah atau tepatnya belum diidentifikasi. Nama perkiraan sementara adalah Trunko atau Gajah Mina. Julukan masyarakat berdasarkan fisik saat ditemukan dan masih berdaging.
Ukuran panjang pangkal ekor hingga kepala kepala 12.40 meter, panjang gading/taring 2.40 meter, tebal kulit 10 cm, panjang sirip bawah 78 cm, lebar sayap 47 cm. Ciri-ciri lain memiliki rambut, belalai berukuran sejengkal laki-laki, dan memiliki ekor seperti ikan.
Ukuran panjang pangkal ekor hingga kepala kepala 12.40 meter, panjang gading/taring 2.40 meter, tebal kulit 10 cm, panjang sirip bawah 78 cm, lebar sayap 47 cm. Ciri-ciri lain memiliki rambut, belalai berukuran sejengkal laki-laki, dan memiliki ekor seperti ikan.
Sejarah penemuan hewan langka ini pertama kali ditemukan oleh seorang warga bernama Umar Senen asal Dungun, Desa Teluk, Kecamatan Lingga Utara pada 13 Januari 2005 dengan kondisi hewan tersebut sudah membusuk dan menjadi bangkai. Namun anehnya bangkai ini tidak dihinggapi lalat atau hewan pemakan bangkai lainnya.
Hewan yang diduga Gajah Mina ini, kemudian dikeringkan di pantai tersebut kurang lebih 1 tahun lamanya dan dikumpulkan tulang belulangnya oleh keluarga si penemu.
Pada tanggal 16 Januari 2006 kerangka diserahkan kepada pengelola museum untuk dibawa dari pantai Dungun ke Museum Mini Lingga dan kemudian dipindahkan lagi ke museum yang baru pada tanggal 13 Februari 2015.
Pada tanggal 16 Januari 2006 kerangka diserahkan kepada pengelola museum untuk dibawa dari pantai Dungun ke Museum Mini Lingga dan kemudian dipindahkan lagi ke museum yang baru pada tanggal 13 Februari 2015.
Menurut penjaga museum, sebenarnya ada peraturan dilarang foto-foto di dalam museum. Saya mengerti tentang pelarangan ini karena dulu saat di museum Linggam Cahaya yang pertama, memang dilarang untuk berfoto.
Namun setelah saya menjelaskan bahwa bagaimana orang mau tahu dan datang ke sini, jika tidak ada yang membuat mereka tertarik datang. Yakni foto. Penjaga pun memberikan izin meskipun dengan berbagai konsekuensi. Mungkin ada yang melaporkan atau mengadukan.
Adapun saya sengaja mencantumkan sebagian foto-foto di atas guna memperjelas tulisan dan untuk lebih menarik pembaca agar datang berkunjung ke museum ini. Tidak ada maksud lain.
Museum Linggam Cahaya
Jl. Muhammad yusuf - Damnah
Daik, Kabupaten Lingga, Kepri
Buka setiap hari jam 8.00 - 16.00 WIB
Tiket masuk: Rp. 3000
Suka banget ke museum gini..
BalasHapusIya Mbak ini aku juga nggak puas loh, banyak yang ingin aku catat dan ingat-ingat.
HapusWah lingga ini bener-bener Bunda Tanah Melayu ya teh, banyak peninggalan sejarah dan budaya melayu berasal dari sini. Jadi penasaran dan pengen ke Lingga dan mengunjungi Museum Linggam Cahaya
BalasHapusIya Sad, masih banyak banget yang bisa diselamatkan dari sisa-sisa peradaban Melayu masa lampau.
HapusAku juga suka banget dateng ke museum, rasanya tuh kaya di bawa berlarian ke masa lalu lewat barang"/ tulisannya.
BalasHapusMungkin kalo ke Lingga boleh kak ku di bawa ke sini :))
Lah bukannya bulan-bulan lalu dirimu pernah ke sini bareng Bang Edi Mel?
HapusMuseum ini menarik karena banyak sejarah disana, sayangnya, banyak barang tanpa keterangan tahunnya, jadi kurang lengkap infonya, dijelaskan penjaga memang soal asal barang yang diturun temurunkan, makanya sipemilik barang yang mendapatkan barang dari orang tua jadi kurang tahu, tapi mudah-mudahan sejarawan, pemda juga bisa kerjasama untuk meneliti sejarah lengkap barang-barang yang ditampilkan supaya museum ini lebih kaya informasi
BalasHapusIya, beberapa dari orang tua kita nggak mencatat kapan dan bagaimana benda-benda berharga itu dibuat dan bahkan sampai ke tangan dia.
Hapuspengen ke lingga teh. pengen lihat langsung Museum Lingga Cahaya
BalasHapusKe sanalah Zack, dekat kok.
HapusWuah keramiknya banyak, yang ukuran kecil mungil juga ada.
BalasHapusKalo mau foto2 mesti izin dulu ya mba. Betul juga, dari foto2 siapa tau ada yang tertarik untuk datang ke museum.
Waktu aku ke Museum HM Sampoerna di Surabaya, boleh foto2 kecuali para pekerjanya nggak boleh difoto.
Iya Mbak, kalau mau foto harus izin dan nggak boleh sembarangan.
Hapusikat pinggang berantai
BalasHapusingat waktu kecil masih ada yang make
biasanya orang orang kaya dan bertitel hajjah
dipake dgn baju gamis putih..
bagus banget
Iya di tempat aku juga. Biasanya dipakai jadi ikat pinggang pengantin.
HapusSaya baru sekali ke Lingga itupun bareng rombongan Gubernur jadi nggak sempat jalan-jalan. Ternyata di Lingga ada juga ya museum penyimpan benda bersejarah. Dulu paling nggak suka dengan pelajaran sejarah karena sangat membosankan. Tapi ke sininya jadi makin tertarik apalagi kalau liat-liat barang-barang peninggalan sejarah sambil ngebayangin kehidupan orang-orang zaman dulu kayak apa ya...
BalasHapusIya Mbak, aku juga makin hari semakin suka mendalami sejarah. bagaimana orang-orang zaman dulu bisa mempunyai peradaban yang mapan.
HapusBanyak juga benda-benda peninggalan sejarah di Museum Linggam Cahaya ini ya mbak. Tapi herannya, kok tidak diperbolehkan memfotonya sih? Kan hanya foto.
BalasHapusIya Mbak banyak banget. Masalah foto ini pro dan kontra. Mungkin ada ketakutan tersendiri yang hanya mereka saja yang tahu.
HapusPenasaran sama Gajah Mina, besarnya gitu! Semoga tetap terawat ya!
BalasHapusIya luar biasa besarnya Bang Uma. aku dari dulu tertarik banget lihat kerangkanya. sayang dulu nggak boleh difoto. Pas kemarin aku izin foto dibolehkan tapi aku cek lagi di kaemra kok nggak ada. mungkin di action cam buat video.
HapusItu perlengkapan tradisional mandi syafar, daun yang ditulis dengan bacaan berbahasa arab mbak?
BalasHapusIya Mbak. Dahulu memang begitu. Di tempat saya juga di Jawa Barat.
HapusKapan saya bisa kesana ymba? Tiket masuknya murmer banget, semoga bnyk yg mngunjunginya y mba, akupun klo k daerah sana mau mampir
BalasHapusIya ini murah banget tiketnya Mbak Utie. Tapi manfaatnya besar.
HapusWah, Mba Lina bener2 petualang sejati yah! Kapan2 ajakin ngebolang dong mbaa :)
BalasHapusAyo Mbak Henee barengan kemana kita.
Hapuspengalaman dulu di jakarta, waktu tour sd, selalu ke museum
BalasHapusbaik di jakarta, bogor, dan sekitar nya
museum adalah mempelajari peninggalan nenek moyang
sehingga kita bisa mempelajari kebudayaan zaman dahulu
dan melestarikan nya
pengen banget ke museum linggam cahaya juga
tinggal menanti kapan museum di batam
Iya aku waktu SMA di Jakarta juga berkunjungnya ke museum-museum. Seru banyak ilmu yang didapat.
HapusMuseum linggam cahaya. Take me there please??? baca ini jd pengen kesanaaaa.. #SukaSejarah
BalasHapusIni wisata sejarah banget Chay kalau main ke Lingga.
HapusAku suka ke museum kayak gini.. Seneng aja ngeliatin benda-benda kuno yang dipajang di sana.
BalasHapusBtw, aku jadi penasaran ama Kaki Dian. Hehehe.. Ada apa dengan kakiku? Segitu perlunya kah disimpan di museum? Hahaha
Wakakak. Pas aku baca juga aku ketawa dan ingat sama dirimu. Kaki Dian :D
HapusPenasaran dengan Gajah Mina. Sayangnya, nggak ada foto, ya. Mungkin harus ke sana.
BalasHapusGajah Mina ini luar biasa besar. Aku ngebayangin seperti apa jika dibuat animasinya pasti keren banget.
HapusMuseum in mank kece... Pengen balik lagi kesana deh. Dua tingkat dan banyak barang kunonya hihi
BalasHapusIya Cit, tapi dibalik semua benda itu aku masih takjub sama Gajah Mina itu. Laur biasa besarnya.
HapusLingga ini memang luar biasa menyimpan cerita peradaban... Setuju bangets, kalau gak dijaga maka peradaban itu hanya tinggal dongeng belaka tanpa bukti... Dan di beberapa rumah masyarakat di Lingga masih banyak tersimpan benda-benda luar biasa bernilai sejarah.... Saya pernah ke rumah seorang warga menyimpan banyak uang kuno dan keramik...
BalasHapusIya, Alhamdulillah warga Lingga melek sejarah. Meskipun ada beberapa yang menjual benda sejarah itu namun dengan adanya museum ini membuktikan bahwa masyarakat Lingga memang peduli terhadap sejarahnya sendiri.
HapusIya sih, ada sebagian museum yang tidak diijinkan untuk foto. Benar juga, kalau gak ada yang promosi gak ada yang datang.
BalasHapusIya Mbak, aku juga udah jelasin sama penjaganya dan dia mengerti banget.
Hapusselalu suak dengan isi dari museum ya, banyak hal yang bisa kita ketahui dan membayangkan peristiwa yang terjadi dulu
BalasHapus