Batu Sindu Sebuah Legenda Bujang dan Dara yang Saling Merindu

Batu Sindu Natuna
Batu Sindu, Natuna

Lihat aku sayang
Yang sudah berjuang
Menunggumu datang
Menjemputmu pulang


Ingat slalu sayang
Hatiku kau genggam
Aku tak kan pergi
Menunggu kamu di sini
Tetap di sini



Penggalan bait-bait lagu Menunggu Kamu yang dinyanyikan Anji untuk sound track Film Jelita Sejuba di atas, mendadak bermunculan seketika di kepala tatkala mata saya menyaksikan hamparan bebatuan yang tersebar indah di bawah sana. Kompleks bebatuan raksasa yang seakan disebar dan dijatuhkan begitu saja dari atas langit. Bebatuan ini membentuk sebuah formasi yang rapat seakan-akan sedang melindungi daratan Natuna dari hempasan Laut Cina Selatan yang ganas. Saya justru membayangkannya seperti sepasukan tentara yang sedang berjuang menjaga kedaulatan NKRI. Layaknya Jaka dan teman-temannya, para prajurit TNI di Film Jelita Sejuba.


Penduduk sekitar menyebut lokasi bebatuan megalitik ini dengan sebutan Batu Sindu. Meskipun belum pernah ke tempat ini sebelumnya, pemandangan Batu Sindu terasa akrab dalam ingatan saya. Hal ini disebabkan foto-foto Batu Sindu selalu wara-wiri di media sosial tertutama di linimasa instagram. Selain itu, baru-baru ini Batu Sindu dijadikan sebagai salah satu lokasi syuting Film Jelita Sejuba dan sekaligus lokasi pembuatan video clip Menunggu Kamu yang dinyanyikan Anji di atas. Maka makin familiarlah Batu Sindu  di kalangan para netizen.


Di sore yang sedikit mendung di awal-awal Agustus 2018 ini, saya bersama teman-teman dari media nasional dan Dinas Pariwisata Provinsi Kepri berkendara menuju Batu Sindu yang terletak di kawasan Bukit Senubing, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Masyarakat di sini  (Batam, Bintan, Tanjungpinang, dll) lebih suka menyebut Kepulauan Riau dengan nama Kepri saja, sebagai pembeda dengan Provinsi Riau yang terletak di daratan Sumatera.


Kendaraan yang kami tumpangi berjalan perlahan menyusuri jalan sempit menanjak yang di kanan kirinya dihiasi oleh jejeran pohon kelapa. Namun tak berapa lama, kami sudah tiba di kawasan puncak Bukit Senubing dimana pemandangan ke arah Batu Sindu, Pulau Senoa, dan Masjid Agung Natuna tampak sangat jelas. Batu Sindu jaraknya kurang lebih 3 kilometer dari Ranai, Ibukota Kabupaten Natuna.  Jadi hanya diperlukan waktu kira-kira 5 hingga 10 menit untuk kami sampai di sana.

Masjid Agung Natuna
Masjid Agung Natuna dari Bukit Senubing

Bersama Welly dan Nina dari Disparprov, saya tergesa-gesa menuruni Bukit Senubing untuk menuju lokasi terbaik menyaksikan pemandangan Batu Sindu. Di sebuah hamparan batu yang cukup lebar, Welly menawarkan kami untuk berfoto dan berpose menirukan adegan Syarifah dan Jaka di cerita Film Jelita Sejuba. Aaah saya jadi baper. Membayangkan seorang gadis muda duduk di sini sambil menatap laut di kejauhan. Menanti kedatangan sang pujaan. Hati yang pilu dalam balutan rindu yang menggebu-gebu. Barangkali itulah yang dirasakan Syarifah, gadis Jelita yang jatuh cinta kepada Jaka, seorang tentara.


Selesai berfoto, kami tergesa menuruni bukit menuju lokasi yang lebih rendah lagi. Kemudian melompat dan memanjat dari satu batu ke batu lainnya. Batu-batu raksasa ini sungguh membuat takjub. Tersusun dan tertanam begitu saja di tanah perbukitan hingga menyebar ke tepi pantai. Bahkan terdapat beberapa batu yang menumpuk bertindihan membentuk sebuah goa. 

Bebatuan raksasa di sepanjang pesisir Pulau Bunguran (Natuna)

Di batu ini Syarifah dan Jaka duduk berdua memandang ke lautan lepas
Bebatuan di memenuhi Bukit Senubing

Dari informasi brosur dan buku pariwisata tentang Natuna, diceritakan bahwa goa ini pernah dijadikan tempat tinggal manusia di zaman purba. Hal ini dikuatkan dengan beberapa bukti peninggalan zaman pra sejarah yang ditemui di sana berupa tembikar, beliung batu, serta sisa arang bekas aktivitas manusia purba.


Jika menilik berapa usia bebatuan di Batu Sindu ini, diperkirakan telah ada sejak ratusan juta tahun yang lalu karena menurut informasi tersebut, ada kesamaan dengan bebatuan zaman purba yang terdapat di India. Dan dari yang saya amati dengan seksana, bebatuan di Natuna ini memang berbeda dengan bebatuan lainnya di Indonesia. Mungkin yang lebih dekat kesamaannya adalah dengan Belitung.


Menurut pengakuan Pak Erson Gempa Afriadi, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Natuna yang kami temui saat makan malam bersama, Natuna telah diusulkan oleh negara, dalam hal ini Kementrian Luar Negeri untuk dijadikan Geopark UNESCO. Dengan status geopark ini maka akan terjaganya kelestarian situs yang berada di dalam kawasan Geopark dan meningkatnya kunjungan wisata ke situs tersebut. Selain itu dapat menaikkan pendapatan daerah.


Kementerian Luar Negeri telah  menggandeng tim ESDM dan pakar-pakar dari Universitas Padjajaran, untuk melakukan kajian awal mengenai potensi Natuna sebagai Geopark, baik untuk tingkat nasional, maupun kedepannya untuk menjadikan Natuna sebagai bagian dari Global Geopark Network of UNESCO. Dimana terdapat bebatuan granit yang berusia lebih dari 100 juta tahun dan sekaligus melindungi situs-situs laut lainnya seperti shipwreck  untuk nantinya menjadi  maritime geopark.

Batu Sindu Natuna
Bebatuan yang memesona

Beragam bentuk.


Legenda Batu Sindu


Sindu namenye ade di Natuna, Senubing kote awal mulenye
Terukir pule jadi cerite, dikias jadi suatu legende
Berkisah crite Bujang dan Dare, berpadu kaseh seakan ese
Restu dinanti tak kunjung tibe, terlerai kaseh hampe di dade
 

Pilu di hati merasuk jiwe, sembilu menyayat membelah due
Tak kuase diri berbuat murke, tertulis sudah wasiat Bujang Dare
Ini legenda hai Batu Sindu, tertoreh di hati anak Melayu
Kisahnye terus jadi tauladan, buruk baeknye jadi acuan 


Tanjung Samak tak jauh bersulang, lautnye dalam bersurah pantai
Kate orang tue jangan ditentang, balak di jauh petuah dipegang
Pulau Sahi memanjang kaku, Pantai Tanjung bak betatap muke
Berkaseh baek berperilaku, serahkan diri pade Yang Kuase


Petikan bait-bait yang menggambarkan kisah dua orang muda-mudi yang saling mencintai di atas, adalah lagu melayu ciptaan Pak Zukhrin (pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Anambas) dan dinyanyikan oleh Pak Erson Gempa Afriadi yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Natuna.


Cerita legenda di masyarakat mengatakan bahwa dahulu kala ada seorang bujang dan dara yang saling mencinta. Si Bujang berasal dari Bukit Senubing sedangkan Sang Dara berasal dari Tanjung Datuk. Saat hari pernikahan mereka, rombongan keluarga Bujang tiba di rumah Dara dan dijamu makan. Namun saat makanan terhidang, ada seorang dari keluarga Bujang yang menghina makanan yang dihidangkan dan memicu kemarahan pihak tuan rumah.


Maka terjadilah pertengkaran antara kedua belah pihak keluarga sehingga pernikahan itu pun batal dilakukan. Dari pertengkaran itu terucap sumpah serapah dari pihak laki-laki yang menyatakan pantangan untuk orang Senubing menyebut Tanjung Datuk di tanahnya kalau tidak, maka ia akan mendapat kesialan. Begitu pun sebaliknya dibalas oleh pihak perempuan. Pantang bagi seseorang menyebut Senubing jika sedang berada di Tanjung Datuk kalau tidak mau mendapatkan hal yang sama.


Batallah pernikahan Bujang dan Dara, menyisakan kepedihan diantara keduanya. Meskipun mereka berdua masih saling mencintai. Dan hingga akhir hayat keduanya, mereka tidak bersatu kembali.
"Pilu di hati merasuk jiwe, sembilu menyayat membelah due. Tak kuase diri berbuat murke, tertulis sudah wasiat Bujang Dare."
Menyedihkan ya nasib keduanya. Semoga tidak ada lagi Bujang dan Dara yang bernasib sama. Perlu kita cermati dari kisah ini adalah, hendaknya memperhatikan nasihat yang tersirat pada penggalan lirik berikut "Berkaseh baek berperilaku, serahkan diri pade Yang Kuase," maknanya bahwa dalam berkasih  sayang atau menjalin hubungan kasih itu, berbaik-baiklah dalam berperilaku dan setelahnya serahkan diri pada Yang Maha Kuasa. Tawakkal akan apa yang nanti terjadi.

Baca perjalanan saya di Kabupaten lainnya di Kepri yaitu di Kabupaten Lingga pada artikel:
"Perkampungan Warisan Budaya Melayu Lingga".

***

Senja itu hampir menua, saya dan seorang teman dari Media Indonesia masih saja asyik berjibaku dengan kamera tatkala teman-teman seperjalanan mengingatkan kami agar segera naik ke atas bukit untuk kembali ke kendaraan. Sayang, waktu kami di sini tak lebih dari setengah jam saja, padahal masih banyak sisi-sisi Batu Sindu yang ingin saya telusuri. Kurang asyiknya melakukan trip bersama ramai-ramai  ya seperti ini, tidak bisa seenaknya sendiri menentukan waktu traveling. Namun barangkali, ini bisa jadi alasan saya suatu hari nanti untuk kembali lagi ke sini. Ah semoga saja.


Saran dan Harapan


Panorama alam yang indah merupakan potensi utama dari Batu Sindu yang dijadikan unggulan pariwisata Natuna. Sebagai pengunjung yang menjadi turis di Batu Sindu, saya melihat bahwa pemerintah harus fokus membangun titik ini. Titik yang lambat laun  menjadi icon pariwisata Natuna itu sendiri.  Tak heran memang, jika setiap hari terutama di hari libur, warga dan wisatawan berdatangan ke lokasi ini. Bahkan selevel Menteri Kelautan, Bu Susi Pujiastuti, menyukai lokasi ini untuk bermain paddle board. Kebanyakan pengunjung hanya melihat lihat pemandangan laut dari atas bukit, duduk-duduk di atas batu sambil sesekali mengarahkan kamera atau handphone ke pemandangan di depan.



Sayangnya, potensi alam yang indah di Batu Sindu belum didukung oleh berbagai fasilitas dasar seperti area parkir, ketersediaan air bersih untuk mandi bilas, toilet, dan mushola. Kemudian jalan setapak menuruni bukit yang mengarah ke bebatuan dan pantai yang biasa dilalui pengunjung, hendaknya dibuat berupa undakan anak tangga untuk menghindari jalan licin dan tergelincir.


Semoga saja dengan status pengajuannya sebagai geopark, Natuna akan menjadi destinasi wisata favorit di Indonesia Bagian Barat di masa yang akan datang.

28 komentar :

  1. natuna masih menjadi bucketlist yang belum tercentang hingga saat ini,,, entah kpan bisa merealisasikan bisa sampai ke salah satu pulau terluar di kepri ini.

    BalasHapus
  2. KAKAAKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK! Iri akutu liat foto-fotonya. Cantik banget! huaaaa :((
    Enak banget udah liat langsung batu-batu legendaris ini. Doakan aku semoga bisa juga yes melancong ke sana :3

    BalasHapus
  3. untuk beberapa tahun kedepan, saya yakin natuna bisa rame dan jadi destinasi yang banyak dikunjungi oleh wisatawana, asalkan transportasi menuju kesana ada setiap saat dan harganya tetap ramah dikantong.. karena sejarah dan alam nya menarik untuk di liat secara langsung.

    BalasHapus
  4. Cantik banget, Mbak. Bebatuan tapi ada hijaunya.

    BalasHapus
  5. Aku juga pengen ke Natuna, lihat foto-fotonya jadi pengen ke Batu Sendu. Cantik banget pemandangannya :))

    BalasHapus
  6. Dibalik legenda, wisatanya keren banget mbk. natural... sejuk liatnya

    BalasHapus
  7. Hmmm, ajak ako ke sanaaaa Mbaaa, mau lihat dan mejenk di Batu Sindu nan cantik pemandangannya

    BalasHapus
  8. wah kisahnya penuh dengan makna ya mbak.

    Awalnya susah aku bacanya, pas tahu bahasa melayu langsung lancar deh. Emang lidah orang melayu gampang juga baca bahasa melayu ya :D

    Dan hamparan bebatuannya keren banget

    BalasHapus
  9. Such a romantic legend indeed!

    BalasHapus
  10. Awal-awal terpukau dengan bebatuan, masjid ... ehhh ada ikan duyung juga hehehe.
    Pengen ke sana

    BalasHapus
  11. Pengen duduk² kaya syarifah disana bareng suami :')

    BalasHapus
  12. Wah, Mbak Lina beruntung sekali bisa berkunjung ke tempat seindah ini. Batu-batunya cantik banget, walau ternyata ada kisah sedih di balik pemandangan ini ya. Legenda Batu Sindu. Saya juga berharap semoga destinasi alam seperti ini selalu lestari dijaga oleh pemerintah dan masyarakat sekitar.

    BalasHapus
  13. Indah pemandangannya. Mudah-mudahan keindahannya tetap terjaga

    BalasHapus
  14. itu fotonya indah banget, apalagi bisa ada di situ beneran, ngerasain angin kenceng, pemandangannya, semoga bisa ke sana. aamiin

    BalasHapus
  15. Pemandangannya indah banget ya, semoga bisa ke sanaa..

    BalasHapus
  16. mbaaaak... doakan aku bisa ke sini ya.. bukit dan batuannya indah banget..

    BalasHapus
  17. Ya ampun cakep banget itu batu-batunya. Nambah lagi nih destinasi wisata yang ada di Indonesia

    BalasHapus
  18. Tempatnya lumayan indah ya ka... Batu Sindu.. next mau kesana coba explore

    BalasHapus
  19. Wadaaaw.... ternyata dibalik keindahan alamnya, ada legenda yang pilu menyayat kalbu

    BalasHapus
  20. Aduh, kapan ya aku bisa jalan-jalan ke alam begini. Kayaknya otak butuh refreshing dengan udara yang benar-benar segar deh

    BalasHapus
  21. Legendanya sedih tapi pemandangannya cantik. Mudah-mudahan suatu saat nanti bisa ke sana juga :)

    BalasHapus
  22. batu ini menjadi sejarah bagi pengunjung yang sedang menikmati panorama yang sangat keren.

    BalasHapus
  23. Wah.. Viewnyaa.. Jatuh cintah deh. Tp dibalik itu semua legendanya ya duh duh duh. Kapan emak bisa jalan kesini ya.. :)

    BalasHapus
  24. Ya Allah...mashaAllah.
    Indah sekali, mba...foto-foto mba Lina membuatku kagum akan bumi Allah yang Maha Kaya.

    BalasHapus
  25. wah asyik sekali mbak bisa jalan-jalan ke sana...
    pemandangannya indah sekali ya ^^

    BalasHapus
  26. Wah iya lewat film, suatu tempat bakal cepat tenar. Lihat Batu Sindu jadi ingat Batu Payung di Lombok. Tergoda iklan di tv, begitu melihat langsung ternyata oooh gini aja :D

    BalasHapus
  27. Natuna ini keren banget ya ternyata. Batu-batuannya khas, sekilas mirip batuan Belitung. Semoga sukses diajukan menjadi UNESCO Geopark dan bisa menjadi lokasi wisata yang lebih baik lagi fasilitasnya

    BalasHapus
  28. MasyaAllah batunya indah mb 😍❤️ semoga harapannya terwujud, aamiin

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita