Rumah Makan Pondok Batam Kuring Bukit Senyum Batam

Taman Bermain Anak-Anak
Gema gong yang dipukul berkali-kali terdengar cukup keras di gendang telinga. Saya dan Chila segera berlari kecil menuju gerbang sebuah rumah makan di kawasan Bukit Senyum, Batu Ampar, Batam siang itu. Si ayah masih memarkir motornya di tepi jalan dekat gerbang.

Karena hari sudah menunjukkan pukul dua siang, rencananya kami hendak makan siang meskipun sudah terlambat hampir dua jam. Sebelumnya Chila dan ayahnya asyik berenang di kolam renang hotel Swiss-Belinn yang terletak tepat di samping rumah makan ini.

Niat makan di sini pun sebenarnya kebetulan saja ketika malam-malam goleran sambil googling tempat makan di kamar hotel. Ternyata tak jauh dari situ, tepat di samping hotel terbaca Pondok Batam Kuring. Dari namanya saja langsung ngeh ini pasti rumah makan khas Sunda. Dan ternyata betul.

Seorang anak laki-laki begitu antusias mengayunkan pemukul gong. Tampak senang dan penasaran dengan benda yang mungkin dikiranya sangat aneh itu. Chila pun sama, ia mendekat dan menonton sambil keheranan. Setelah anak laki-laki tadi pergi Chil mencoba memukul gong dengan pelan-pelan.

Memasuki kawasan Rumah Makan Pondok Batam Kuring, saya dibuat terpesona dengan suasana rimbun dan teduh yang menghiasi sepanjang jalan masuk. Di sisi kanan setelah gong terdapat taman bermain anak-anak. Ada perosotan dan ayunan yang akan membuat anak-anak betah berlama-lama berada di rumah makan ini. Di sebelah kiri jalan masuk terdapat beberapa gazebo yang berjajar rapi dihiasi bunga-bunga yang hijau di sekelilingnya. Pada langit-langit gazebo tergantung wind chime dari kerang dan kentongan berbentung cabe merah. Ada juga calung, alat musik tradisional suku Sunda yang terbuat dari buluh-buluh bambu.

Jalan Menurun Menuju Ruang Utama Rumah Makan


Arena Bermain Anak-Anak


Deretan Gazebo di Dekat Pintu Masuk

Untuk menuju ruang utama rumah makan, jalan masuk mulai menurun. Di kanan kiri terdapat taman yang dihiasi patung-patung burung bangau yang tersebar rapi serta air terjun kecil menambah segar suasana.

Seorang pelayan datang dan menunjukkan letak mushola saat saya bertanya kepadanya. Saya pun menyusuri jalan lurus menuju mushola yang rimbun oleh pepohonan dan bunga-bunga. Semakin betah.
Pancuran Mini dan Para Penjaganya

Nuansa Laut Sangat Kental

Hiasan Kerang-Kerang di Meja

Chila dan ayahnya segera memilih tempat untuk kami makan. Daftar menu mulai dibaca pelan-pelan. Ada beberapa paket yang ditawarkan dan kami memesan paket A1 untuk 3 orang seharga 112.500 rupiah dengan menu nasi putih, ayam bawang, karedok, kangkung terasi, dan teh tawar. Karena nggak sah rasanya jika makan  tanpa sambal dan lalapan, maka kami pun segera minta tambahan di luar paket tersebut. Selain itu Chila yang belum terbiasa minum teh tawar, minta ganti minum dengan memesan air jeruk dingin.

Selain paket A1 ada juga paket A2, B1, B2, C1 dan C2 yang menunya bisa dilihat di gambar di bawah ini:


Pilihan Paket

Sambil menunggu pesanan datang, saya melihat-lihat ke ruang utama rumah makan. Lumayan luas dengan dekorasi yang unik, cantik dan menarik. Hiasan-hiasan yang bertema kerajinan berbahan dasar binatang laut seperti cangkang kerang sangat kental menghiasi setiap dinding, meja, langit-langit, dan sudut ruangan.

Yang lebih menarik di  salah satu meja terdapat mainan tempo dulu yaitu congklak. Sontak saja saya senang dan mengajak Chila bermain congklak. Karena di rumah kami pun punya congklak maka Chila sudah lumayan mahir memainkannya.

Chila Bermain Congklak

Paduan Dekorasi Ruangan yang Menarik


Ruang Utama Rumah Makan

Pesanan makan siang sudah datang dan terhidang menggoda di meja gazebo. Kami bergegas meninggalkan tempat bermain congklak. Segera menyiapkan perut yang sudah lapar semenjak tadi.

Alhamdulillah makan siang saat itu terasa nikmat. Chila yang sangat picky eater saja ternyata suka dengan hidangan ayam bawangnya. Ayamnya saja sih yang dia makan. Bawangnya seperti biasa selalu disingkirkan.

Bumbu karedoknya pun cukup berasa, tapi sepertinya ada yang kurang. Kurang banyak maksudnya hehe, mengingat porsi makan saya bisa dua kali lipat nambah jika berhadapan dengan sambal dan lalapannya. 

Menu Makan Siang

Saat menyeruput teh tawar, ingatan saya mendadak melayang ke kota kelahiran di Garut sana. Seperti inilah hidangan teh yang biasa kami nikmati sehari-hari. Tawar tanpa rasa manis gula. Baik di rumah keluarga maupun saat bertamu ke rumah-rumah saudara dan tetangga. Teh dalam budaya kami adalah teh tawar seperti ini. 

Baca juga tulisan tentang Resto Sunda yang lainnya.


Untuk pemesanan hubungi:

Rumah Makan Pondok Batam Kuring
Jalan Prambanan No. 40-41
Bukit Senyum, Batu Ampar, Batam
Telpon: (0778) 456652






10 komentar :

  1. okeh catett,kl suami datang minta makan disana hahaha....
    yang bikin sennag itu kalo ada paketannnya,lumayan murah juga 3 orang segitu ya mbak,tinggal pilih aja...'eh,chila udah gede aja^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ajak teman satu lagi Mbak. Ini tempatnya enak banget loh. Betah saya di situ.

      Hapus
  2. Asik ya tempatnya. Dulu aku belum pernah kemari deh, atau mungkin belum ada ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah ada Mbak. Katanya udah 20 tahunan lebih. Laah aku aja baru tau padahal udah 16 tahun di Batam qiqi.

      Hapus
  3. wah ada menu karedok aku baca di atas , jadi pingiiin :) Mak Lina maaf baru bisa mampir nanti aku balik lagi ya, masih agak riweuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Muhun aya karedok. hehe teu sawios-sawios Teh Lidya :D nyantai wae!

      Hapus
  4. Masakan sunda pasti enak ya, apalgi kalau ada sambal n lalap, rasanya mantap ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heaven banget lah Mbak kalau udah ada lalap dan sambal :D

      Hapus
  5. Banyak tempat main. Banyak pernak-pernik unik. Sangat menyenangkan makan di sini ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mbak. Pernak-perniknya ini bikin mata nggak berhenti lihat sana-sini penasaran pengen niru buat di rumah haha

      Hapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita