5 Lagu Kenangan saat Mendaki Gunung

Ketika mendaki gunung, adaaa…saja lagu dan musik yang mengiringi saat dalam perjalanan. Hingga akhirnya lagu-lagu tersebut menjadi lagu kenangan yang sulit dilupakan. Sebenarnya saya tidak terlalu fanatik dengan musik, hanya saja selalu ada moment “kebetulan” yang membuat musik tersebut mampir ke gendang telinga. 

Entah kenapa ketika berada di gunung kemudian mendengarkan bait-bait lagu, maka di kemudian hari, saat dimanapun, dalam kondisi dan keadaan apapun, jika lagu-lagu tersebut terdengar lagi oleh telinga, dengan cepat ingatan saya merespon. Merunut kejadian demi kejadian. Memory otak pun langsung bekerja menyambungkan bait dan lirik lagu menjadi sebuah rangkaian kisah perjalanan pendakian gunung yang utuh.

“Ya ampuuun ini lagu sewaktu aku lagi di Kerinci,”

“Oh iya ya, lagu itu pas aku lagi di Rinjani.”

“Duh, ini lagu sewaktu lagi gitaran di Sinabung!”

Suara-suara bisikan hati mulai bermonolog. Membuka lebar-lebar pintu kenangan untuk kembali bernostalgia. Pendek kata, lagu-lagu tersebut menjadi jembatan penghubung ke masa-masa pendakian gunung. Ada begitu banyak lagu yang pernah saya dengar. Namun hanya beberapa diantaranya yang sangat kuat mengikat dalam sebentuk kata “kenangan”  yang mampu mengungkap detail peristiwa yang bahkan sudah terhempas jauh ke alam bawah sadar. Iya mungkin begitulah cara otak saya bekerja. Hanya butuh sebait lagu untuk membuka salah satu cerita perjalanan pendakian gunung.  Bagaikan password yang akan membuka satu isi file kehidupan.

Berikut 5 lagu kenangan saya saat mendaki gunung:

1.      Asereje dari Last Ketchup

Lagu ini mengingatkan saya saat pendakian ke gunung Rinjani Lombok di penghujung tahun 2002 dan awal tahun 2003. Ketika itu saya dan rekan-rekan pendaki sedang berada di Camp Plawangan Sembalun. Tatkala matahari pagi bersinar hangat dan para pendaki mulai berjejer berjemur diri untuk menghangatkan badan. Entah dari tenda mana lagu Asereje mulai terdengar kencang. Dan tanpa dikomandoi para pendaki yang berdiri di gigiran tebing yang menghadap ke arah danau Segara Anak dengan kompak menggerak-gerakan tangannya meniru gerakan penari-penari dalam videoklip Asereje. Terlihat kompak dan kocak. Hampir semua orang yang ada di sana pun terhibur dan tertawa-tawa.


Mira lo que se avecina
a la vuelta de la esquina
viene Diego rumbeando.
Con la luna en las pupilas
y su traje agua marina
parece de contrabando.

Y donde mas no cabe un alma
alli se mete a darse caña
poseido por el ritmo ragatanga.
Y el dj que lo conoce
toca el himno de las doce
para Diego la cancion mas deseada
Y la baila,y la goza y la canta...

Aserejé, ja deje tejebe tude jebere
sebiunouba majabi an de bugui an de buididipí

……….…..

Kabarnya lagu ini adalah lagu pemujaan terhadap setan. Entahlah nggak faham artinya. Saya pun berusaha untuk tidak terlalu menyukai lagu ini. Namun tetap saja tatkala lagu ini diperdengarkan, ada alarm yang selalu menyala dan membawa saya terbang kembali ke gunung Rinjani.


2.      Kompilasi Nasyid oleh The Brothers

Saya tidak terlalu suka dengan nasyid. Namun teman seperjalanan mendaki gunung Kerinci di Jambi pada tahun 2002, sangat menyukai nasyid-nasyid dari grup vocal yang berasal dari Malaysia ini. Dengan menggunakan walkman ia memutar terus-menerus kaset kompilasi The Brothers tanpa henti sepanjang perjalanan menuju Puncak Kerinci. Dari side A hingga side B, lalu kembali lagi ke side A dan dibalik lagi ke side B. Bosan. Meskipun sebal saya tetap menjadi pendengar yang baik. Tidak menegur dan menyampaikan perasaan terganggu. Dan, tanpa disuruh menghafalkan, setelah itu saya jadi ingat seluruh lirik lagu-lagunya. Satu yang paling saya ingat dari album kompilasinya adalah nasyid yang berjudul Teman Sejati.
                                                           
                                                             
Selama ini ku mencari-cari
Teman yang sejati
Buat menemani
Perjuangan suci

Bersyukur kini pada-Mu Ilahi
Teman yang di cari selama ini
Telah ku temui

Dengannya disisi
Perjuangan ini
Tenang di harungi
Bertambah murni kasih Ilahi

KepadaMu Allah
Ku panjatkan doa
Agar berkekalan kasih sayang kita

KepadaMu teman
Ku pohon sokongan
Pengorbanan dan pengertian

Telah ku ungkapkan segala-galanya

KepadaMu Allah
Ku pohon restu Mu
Agar kita kekal bersatu

Kepadamu teman
Teruskan perjuangan
Pengorbanan dan kesetiaan

Telah ku ungkapkan segala-galanya

Itulah tandanya
Kejujuran kita
a...a...a...
Ku mencari-cari teman yang sejati
Buat menemani perjuangan suci
o...o...a...a....

Dan setelah turun dari Kerinci, lalu si teman ini melamar saya. Uhuuk...uhuk... alasannya saya adalah perempuan yang begitu tepat untuk dijadikan istri. Tentu saja saya galau. Apakah harus menerima atau menolaknya. Kalau menerima saya tidak ada rasa condong terhadapnya. Kalau menolak, teringat akan hadist ini:

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi).

Saya tahu betul bahwa si teman ini adalah lelaki baik-baik namun entah kenapa saya tidak bisa menerima dia sebagai calon suami. Dengan meyakinkan tekad saya pun menolak halus lamarannya. Setelah itu dia mendadak menghilang dari kehidupan saya. Menjauh dan semakin menjauh. Padahal saya tetap menganggapnya sebagai seorang sahabat. Jika hati seseorang terluka, persahabatan belum tentu membuatnya sembuh dari luka tersebut.

Lagu Kenangan saat mendaki gunung
Puncak Gunung Sinabung Agustus 2004
3.  Jika itu yang Terbaik oleh Ungu

Agustus tahun 2004, Sewaktu mendaki Gunung Sinabung di Sumatera Utara, saya bertemu beberapa anak SMA yang sedang gandrung-gandrungnya mendaki gunung. Namun sayang cara dan style mendaki mereka sangat mengkhawatirkan. Hanya beralaskan sendal jepit, mengenakan kaos oblong, dan sebagian besar tidak membawa makan dan minum sebagai bekal masing-masing. Benar-benar pendaki yang nekat.

Dengan cara halus/pelan-pelan saya dan rekan saya Lastri memberitahu bahwa hal tersebut tidak safety bagi diri mereka. Semula kami takut dikira sok tahu dan sok ngajarin, ternyata sebaliknya anak-anak remaja ini dengan terbuka mau berdiskusi dan berdialog dengan kami hingga menjadi sangat akrab. Saling berkunjung ke tenda masing-masing dan berbagi makanan yang ada.

Malamnya ketika sendirian dalam tenda, dalam kantuk yang hampir melelapkan, tidur saya diiringi sebuah lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak SMA itu. Alunan suara gitar bergema di antara hampanya udara malam di gunung Sinabung. Lagu dari grup band Ungu berjudul “Jika itu yang Terbaik.” Saya yang saat itu lagi patah hati mendadak melow dan tiba-tiba saja menangis.

…….
Sebab engkau tlah pergi
Sambil menangis kau katakan
Kau takkan pernah kembali
Dan dapat kupahami
Satu alasan yang kau beri
Apa yang mereka ingini
Segala yang terbaik untukmu

 Jika itu memang terbaik
  Untuk dirimu
Walau berat untukku
Berpisah denganmu

Hapus sudah air matamu,
Aku mengerti
Ini bukan maumu,
Ini bukan inginmu

Sendiri aku dalam gelapku
Tiada satupun menemaniku

......
Huhuhu bercucuran air mata.
Saya dan Lastri di Lau Kawar

Hingga sekarang jika mendengar lagu itu, otak saya selalu menghubungkannya dengan pendakian gunung Sinabung. Ingatan yang hampir lengkap. Saya teringat awal pendakian di tepi danau Lau Kawar, bertemu nenek-nenek yang mengais sampah-sampah pendaki, merayapi Tanjakan Patah Hati gunung Sinabung, menikmati panorama dan keindahan Tanah Karo dari ketinggian puncak Sinabung hingga perjalanan turun kembali ke Lau Kawar yang disambut oleh dua orang teman dari komunitas Highcamp.


4.      Kembang Padang Ilalang oleh Mukti Mukti


Juli 2007, beberapa hari setelah pernikahan saya dengan seorang pendaki gunung asal Depok, kami berdua mendaki Gunung Pangrango di Bogor Jawa Barat. Kata orang ini adalah pendakian honeymoon. Baiklah, anggap saja begitu. Kalau orang lain honeymoon ke Bali, Lombok, Maldives dan Paris cukuplah bagi kami merayakan awal pernikahan ini dengan mendaki Pangrango. Bermalam di tenda kecil dalam hamparan padang edelweis lembah Mandalawangi.

Senja di hari pertama keberadaan kami di Pangrango, saya terduduk di hamparan rumput yang dikelilingi padang edelweis. Lembah Mandalawangi tempat dimana kami berada saat itu, sangat sepi dan teramat sunyi. Hanya hening yang menggantung di udara. Tiada rintik hujan, tiada hembus angin, dan tiada hangat mentari. Di sana hanya ada saya, dia, dan tak lebih dari 7 orang pendaki lainnya.

Senja telah jatuh di Mandalawangi. Namun langit tetap membiru. Lembayung mulai tampak di sisi barat. Awan-awan bergerak perlahan seperti putaran film yang diperlambat. Dan, sayup-sayup dari dalam tenda kami terdengar alunan lagu Kembang Padang Ilalang.


Kembang pada ilalang
Berayun lembut kemayu
Kembang padang ilalang
Kau rayu daku sore itu

Diantara lembayung mega
Perlahan terseduh rintik hujan
Namun tiada hitam kelabu 
Hanya kalbu membias malu

Kembang padang ilalang
Kau rayu daku sore itu

.....................


Lagu yang indah yang terdengar di waktu yang tepat. Tidak hanya saya yang seakan terwakili dengan lagu itu. Para pendaki yang lain yang ikut mendengarkan tampak penasaran dan bertanya kepada si dia tentang lagu tersebut.
  

5.   Pendaki Gunung oleh Rita Ruby Hartland

Taman Hutan Lagenda, Gunung Ledang, Johor
Sewaktu SD entah kelas berapa, saya menyaksikan lagu Pendaki Gunung ini dinyanyikan oleh Uli Sigar Rusady di TVRI. Dan saya langsung jatuh cinta sekali dengan lagu ini. Menghafalnya dengan cepat dan terus teringat hingga beranjak remaja. Pada perjalanan waktu hingga saatnya menikah saya baru menemukan versi aslinya dari mp3 suami yang sama-sama suka mendaki dan bertualang ke gunung.

Sempat diputar beberapa kali di rumah namun justru yang terkenang dan menghubungkannya adalah saat mendaki Gunung Ledang di Johor Malaysia bersamanya.

Berikut petikan dari lagu Pendaki gunung:


Pendaki gunung sahabat alam sejati
Jaketmu penuh lambang, lambang kegagahan
Memproklamirkan dirimu pecinta alam
Sementara maknanya belum kaumiliki

Ketika aku daki dari gunung ke gunung
Di sana kutemui kejanggalan makna
Banyak pepohonan merintih kepedihan
Dikuliti pisaumu yang tak pernah diam

Batu-batu cadas merintih kesakitan
Ditikam belatimu yang bermata ayal
Hanya untuk mengumumkan pada khalayak
Bahwa di sana ada kibar benderamu

Ooh alam, korban keangkuhan 
Maafkan mereka yang tak mau mengerti arti kehidupan


Nah itu dia 5 lagu yang sering mengingatkan saya akan pendakian gunung. Kalau kamu mendengarkan sebuah lagu apa yang kamu ingat?

15 komentar :

  1. Lagu kelima itu... juga mengingatkanku pada Gunung Ledang... Pulang dari Gunung Ledang langsung minta dikirimin mp3nya ama Bang Ical :D

    BalasHapus
  2. Mbak aku juga suka aserehe. Semangat gitu ya.
    Tayangnya aku ga suka naik gunung, jd palingan nyanyi2 aja di karaoke. Ahahaha. Salam kenal mbak

    BalasHapus
  3. Ah mba aku juga punya lagu2 kenangan yg menemani prjalanan..btw salut untuk mba yg gunung yg udah didaki

    BalasHapus
  4. Hihihi... Iya, Kak Lina. Saya juga ada lagu2 yang mengingatkan pada momen tertentu. Bukan pendakian sih. Misal lagu ST12, itu mengingatkan saya pada salah satu acara di kampus dulu karena yang diputar lagu itu terus. Terus lagu Ribas, mengingatkan saya pada perjalanan ke Banjarmasin di tengah malam dan saya kedinginan karena mobilnya pakai AC dengan suhu rendah karena sepanjang jalan yang diputar lagu-lagu Ribas. Trus lagu Rapuh-Padi. Mengingatkan saat awal kuliah di mana saya pernah merasa rapuh. Halah :p

    BalasHapus
  5. Ternyata ada lagunya para pendaki, hehehe.
    TOP

    BalasHapus
  6. Mulai lagi rancak sampe lagu menenangkan hati. Aku klo nanjak lebih suka mendengarkan suara ALAM, eaaaa kodok ngorek

    BalasHapus
  7. Aku sukanya lagu iwan fals. Judulnya lagu pemanjat.

    BalasHapus
  8. semakin menikmati saat pendakian ya mbak dengan mendengarkan lagu kenangan :)

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  10. Mahameru Dewa19...
    "Puncak Abadi Para Dewa" sepenggal lirik dari lagu yg bikin penasaran dan ingin tau dimanakah tempat itu, setelah langsung melakukan perjalanan seorang diri tanpa dasar mountenaring akhirnya hanya bisa sampai dikali mati dan mendirikan tenda di ranu kumbolo...
    Itulah pendakian pertama sy yg terinspirasi dari syair Dewa19.

    "Mahameru sebuah legenda tersisa Puncak Abadi para Dewa"

    BalasHapus
  11. ya ampun teh...keren kali bah, banyak kali gunung yang sudah kau taklukkan teh #salahfokus

    BalasHapus
  12. ya ampun teh...keren kali bah, banyak kali gunung yang sudah kau taklukkan teh #salahfokus

    BalasHapus
  13. aku masih inget nih agi Asereje jaman aku masih kerja waktu itu mbak. Dari lagu bisa mengingat pendakian ya

    BalasHapus
  14. Asereje...haha...hehe....lalalalala.....*tanganbahugoyangpinggul

    BalasHapus
  15. usut punya usut, konon katanya lagu asereje ini lagu pengundang setan..

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita