Hunting Foto di Festival Pulau Penyengat 2016

Sabtu, 20 Februari 2016, hari pertama penyelenggaraan Festival Pulau Penyengat 2016 yang diguyur hujan seharian, dari subuh hingga maghrib, membuat saya dan para peserta lomba foto lainnya kecewa berat. Fotografer amatiran seperti saya ini selalu mengandalkan back ground langit biru untuk menghasilkan foto landscape yang bagus. Langit biru atau cerah itu modal dasar banget sih. Meskipun bagi fotografer yang sudah mahir dan master dengan perlengkapan tempur yang canggih, hal itu tentu tidak menjadi permasalahan besar.

Festival Pulau Penyengat 2016


Saat makan malam di rumah penduduk Pulau Penyengat, tempat yang dijadikan lokasi sarapan, makan siang, dan makan malam seluruh peserta fotografer terpilih se-Indonesia, saya memanfaatkan kesempatan untuk bertanya macam-macam tentang fotografi kepada para fotografer senior. Dan ini alasan utama saya mengikuti FPP melalui jalur fotografer bukan blogger. Karena dengan memilih menjadi peserta lomba fotografer saya bisa bertemu dengan banyak fotografer senior dan mendapatkan transferan ilmu fotografi. Kalau melalui jalur blogger gak akan kenal dengan para fotografer keren yang mewakili hampir seluruh Indonesia.

Sambil hunting foto, saya tetap bisa meliput dan mencatat hal-hal penting untuk tulisan di blog. Jadi bisa dapat manfaat dua-duanya. Maka kehadiran para blogger sempat membuat para fotografer Batam terheran-heran karena tidak mengenal kami. Sudah jamak bahwa antara sesama penghobi foto saling mengenal satu sama lain, dan kami justru tidak dikenal di kalangan mereka. Haha. Jelas sih kami ini kan blogger yang nyamar jadi fotografer.


Setelah sesi sharing dengan salah seorang fotografer professional dari Batam, saya dan Zakia peserta lomba foto dari Bogor yang usianya masih belia, 18 tahun, segera menuju Balai Desa. Di sana sedang ada pagelaran seni dengan menampilkan grup musik Melayu yang dimainkan oleh sekelompok anak muda asli pulau Penyengat. Belum apa-apa saya sudah terharu dan bangga. Jarang sekali anak muda yang peduli musik khas daerahnya seperti ini.
 Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat

Masjid Pulau Penyengat

Di depan panggung segerombolan anak kecil usia SD menari bersama mengikuti irama musik. Beberapa dari mereka menarik-narik tangan kawannya yang hanya menonton untuk ikut larut dan bergabung dalam kerumunan bocah-bocah yang menari belingsatan. Membuat saya dan Zakia tertawa-tawa karena lucu. Selesai acara saya dan Zakia mampir ke tangga mesjid untuk mengambil foto mesjid Penyengat hingga hampir tengah malam.

Tarian Pulau Penyengat
Anak-Anak Penyengat menari di depan panggung

Keesokan harinya, selepas sholat subuh saya dan Zakia berjalan kaki menuju Bukit kursi untuk mengambil foto sunrise. Di sana telah ada Ayuning Tyas fotografer cantik dari Kendari yang sebenarnya lebih cocok menjadi model daripada menjadi fotografer. Di sisi lain ada juga Danan dan Bams dua teman blogger dari Batam yang ikut Festival Pulau Penyengat melalui jalur fotografer. 

Sayang, pagi itu sedikitpun wujud matahari tidak terlihat karena terhalang awan tebal. Setelah hampir satu jam menunggu kami pun menyerah dan turun. Saat melintas mesjid Penyengat kami tergoda untuk masuk dan mengambil beberapa foto. Beberapa fotografer mendadak memanggil saya dan meminta saya untuk menjadi model. Menyuruh saya turun naik tangga,  menghadap dan membelakangi kamera, berpose di tangga mesjid Penyengat. Oalaaah.  Capek adek, Baaaang :D

" Ya emang gitu kalau jadi model kudu tahan capek." Kata Danan yang sedari awal membantu memegangi kamera saya.

Sesi pemotratan ala-ala selesai, saya dan Zakia segera menuju homestay untuk sarapan. Selepas sarapan segera meluncur ke Kampung Bulang tempat terselenggaranya lomba Jong. Di sana telah semarak warna-warni Jong yang terparkir di tepi laut. Lomba memang belum mulai. Beberapa warga dan petugas dari Dinas Kebersihan kota Tanjungpinang masih sibuk membersihkan sampah yang terbawa arus yang mengotori tepi laut , terutama tempat yang akan dijadikan penyelenggaraan lomba jong.

Perahu Jong

Jong

Apa itu jong? Jong adalah sebuah permainan perahu kecil dengan layar-layar lebar.  Persis perahu layar besar namun dalam versi mininya. Biasa menjadi permainan tradisional di kawasan Melayu yang sebagian besar dikelilingi oleh lautan.
  
Bersih Pantai



Karena acara masih lama dimulai, saya dan Zakia pun meninggalkan lokasi Kampung Bulang untuk menuju Balai Adat. Sepanjang jalan ada saja hal-hal menarik untuk difoto. Sekelompok anak kecil yang sedang berjualan kue kering, beranda sebuah rumah dengan meja dan kursi yang unik, reruntuhan rumah tua yang tinggal tembok, kucing yang fotogenik, seorang anak yang sedang sendirian, Nenek yang mengupas kelapa dan lainnya. Semua terasa menarik saat berada di balik lensa kamera. 

Seperti tajamnya lensa kamera, saya selalu ingin menajamkan penglihatan untuk mengamati lebih dalam dan lebih jauh lagi tentang detak kehidupan di pulau Penyengat. Pulau yang dulu pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan Riau Lingga.

Anak-Anak Pulau Penyengat
Jualan rame-rame :D

Rumah di Pulau Penyengat
Terasnya bikin betah

Kucing Pulau Penyengat
Hai kucing, dadah-dadah dong ke pemirsa 

Zakia dan anak-anak
Zakia dan anak-anak pulau Penyengat

Jalan lengang menuntun kami untuk terus menyusurinya. Membawa langkah menuju Kampung Datuk yang sedang menggelar perlombaan gasing. lalu dengan spontan kamera segera terarahi untuk merekam beberapa detik putaran gasing yang terlempar ke arena permainan. Sesaat gasing-gasing itu terhenti. Seperti sebuah perjalanan yang kadang terhenti untuk sekedar beristirahat.

17 komentar :

  1. Pulau penyengat itu dimana Mbak?

    BalasHapus
  2. Dari Blogger, aku jadi tau Pulau Penyengat ini :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pulau asal-usul bahasa Indonesia untuk surat menyurat loh Mbak.

      Hapus
  3. Eh masih bersambung ya? Nunggu foto2 maen gasing :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang main gasing udah tayang kakaaak :D baru update akhir bulan kemaren.

      Hapus
  4. cara memainkan JOng gimana mbak? apa terbaru angin gitu aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya disesuaikan layarnya dengan arah angin suoaya sampai tujuan/garis finish. Yang gak sampai finish, melenceng akan kalah

      Hapus
  5. Itu terasnya mania bangeeeeet...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya malah berkali-kali berhenti di depan teras ini. Yang lain juga tertarik.

      Hapus
  6. walau soal motret + cerita jalan-jalan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selalu ada cerita dibalik lensa kamera. Eaaa :D

      Hapus
  7. Akuh nggak dipoto yah teh... -____-"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dirimu kemana ajah mainnya Om Chai? jadi gak aku foto padahal mau dikenalin sama cewek cakep kemaren hehe

      Hapus
  8. Sabtu di 20 Februari itu memang sesuatu banget ya kak Lina.. Eh tapi foto2nya kk Lina keren kok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesuatu yang bikin nafsu mendadak lesu tak menentu huhuhu

      Hapus
  9. Aaaawww, itu terasnya bagus banget buat update foto di IG ^-^

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita