Asyiknya Naik Ferry di Provinsi Kepri

Tinggal di Provinsi Kepri yang perairannya 95% lebih luas dibanding daratan, membuat saya mau tidak mau harus berhubungan dengan moda transportasi laut seperti perahu, speed boat dan Kapal Ferry. Dibanding moda transportasi laut lainnya, saya lebih menyukai naik kapal ferry karena alasan keselamatan, keamanan dan kenyamanan. 

Pelabuhan Tanjung Uban Bintan. Foto: Lina W. Sasmita


Bagi penduduk Pulau/Kota Batam seperti saya, bepergian menggunakan kapal ferry adalah seperti bepergian naik bis bagi warga Pulau Jawa. Warga Batam, kerapkali bepergian menggunakan kapal ferry ke Kota Tanjungpinang yang jaraknya hanya 1 jam perjalanan laut. Warga bepergian ini untuk urusan bisnis, pekerjaan, berwisata, ataupun acara keluarga. 


Lama perjalanan laut Batam - Tanjungpinang ini sama halnya seperti perjalanan darat Bogor - Jakarta. Frekuensinya pun lebih kurang sama. Hanya saja jika Bogor – Jakarta terkendala macet, maka Batam – Tanjungpinang terkendala tinggi ombak atau gelombang. Saat gelombang tinggi, perjalanan akan molor menjadi 1,5 hingga 2 jam. Namun, kendala ini pun terjadi hanya pada hari dan bulan tertentu saja. Karena hampir sepanjang tahun pelayaran Batam – Tanjungpinang tergolong aman. 

Pelabuhan Telaga Punggur Batam

Selain melayani angkutan kapal ferry ke Tanjungpinang, Batam juga melayani angkutan kapal ferry ke berbagai kabupaten di wilayah Kepri lainnya seperti ke Kabupaten Bintan, Karimun, Anambas, dan Lingga. Bahkan, ada juga kapal ferry yang melayani rute hingga ke provinsi tetangga seperti Provinsi Riau dan Jambi. Rute menuju Riau yaitu ke Kabupaten Siak, Meranti, Selat Panjang, Bengkalis, dan Kota Dumai. Adapun rute menuju Jambi yakni ke Pelabuhan Kuala Tungkal. 


Berikut catatan saya mengenai rute penyebrangan kapal ferry dari Batam menuju sejumlah daerah berikut durasi dan frekuensinya. 

  1. Batam – Tanjungpinang, setiap hari ada kapal, berangkat setiap 15 menit sekali dari jam 07.00 hingga jam 17.30 WIB. Berangkat dari Pelabuhan Telaga Punggur Batam menuju Pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang. Harga tiket Rp 57.000. Lama perjalanan 1 jam.
  2. Batam – Tanjung Uban Bintan, setiap hari, berangkat setiap 15 menit sekali (jenis kapal cepat). Harga tiket Rp 42.000. Dan setiap 1-1.5 jam sekali jenis kapal roro. Harga tiket Rp 19.700 untuk dewasa dan Rp 14.400 untuk anak-anak. 
  3. Batam – Lingga & Dabo Singkep. Rute Lingga setiap hari hanya sekali saja. Berangkat setiap jam 09.30 WIB dari Pelabuhan Telaga Punggur Batam menuju Pelabuhan Sei Tenam, Lingga. Harga tiket Rp 185.000. Lama perjalanan 3 jam. Sedangkan menuju Dabo setiap Selasa dan Jum’at pukul 17.00. Biaya Rp 69.500 (dewasa), dan Rp 58.500 (anak-anak). 
  4. Batam – Anambas, berangkat setiap Selasa, Kamis dan Sabtu jam 09.00 WIB. Berangkat dari Pelabuhan Telaga Punggur Batam menuju Pelabuhan Letung dan Tarempa, Anambas. Batam – Letung mulai harga Rp 405.000 (kelas ekonomi) hingga Rp 750.000 (kelas VIP). Batam – Tarempa mulai harga Rp. 540.000 (kelas ekonomi) hingga Rp 1.000.000 (kelas VIP). Lama perjalanan 8-10 jam
  5. Batam – Karimun, setiap hari ada dengan frekuensi hampir satu jam sekali. Mulai jam 07.00 WIB. Berangkat dari Pelabuhan Sekupang Batam menuju Pelabuhan Tanjung Balai Karimun. Harga tiket Rp 77.500. Untuk kapal ferry Batam – Karimun setelah tiba di Tanjung Balai Karimun selanjutnya meneruskan perjalanan menuju Provinsi Riau seperti ke Kabupaten Meranti, Selat Panjang, Bengkalis, dan Dumai. Dengan harga tiket tertinggi sebesar Rp 350.000 (tahun 2017). Lama perjalanan 2 jam.
  6. Batam – Kuala Tungkal Jambi. Harga tiket Rp 432.000 (tahun 2017) 

Dari semua rute yang disebutkan di atas, Alhamdulillah semuanya pernah saya jalani. Pertama karena saya suka jalan-jalan, kedua karena saya hobby jalan-jalan. Haha… eh sama saja ya. Ketiga karena saya sudah hampir 20 tahun merantau di Kota Batam, jadi kalau tidak kemana-mana kayaknya nggak enak banget kalau sampai ada yang bilang begini, “Hellooow, 20 tahun di Batam kemana ajjaaah?” Wkwkwk. Duh alasan ketiga ini alasan nggak bermutu banget ya. Tapi percayalah kadang kita butuh alasan yang irrasional untuk melakukan sesuatu yang rasional. 


Penyebrangan-penyebrangan kapal ferry dari Batam dan kota serta kabupaten lainnya yang saya sebutkan di atas, semuanya dikelola oleh ASDP Indonesia Ferry selama puluhan tahun. Dimana semakin hari, ASDP melayani dengan semakin baik, transparan dan profesional. 


Seperti yang digaungkan melalui mottonya selama ini yaitu “We Bridge The Nation” dalam arti “Kami Menjembatani Bangsa” ASDP telah menjadi jembatan penghubung yang sangat penting bagi mobilitas penduduk Kepri yang sangat bergantung kepada moda transportasi laut. Dari sanalah, pembangunan bergerak makin dinamis. Transfer ilmu pengetahuan, skill atau kemampuan, lalu lintas arus barang dan orang makin menunjukkan bahwa keterhubungan ini menjadi sebuah perkembangan yang bergerak ke arah yang positif. Dalam kerangka membangun bangsa bersama-sama. Mengambil perannya masing-masing dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing. Duh, udah mirip guru PKN belum sih saya? Hehe. 


We bridge The Nation

Berbagai Pengalaman Unik Naik Ferry 


Pengalaman pertama kali saya naik ferry, pada penyebrangan Batam – Tanjungpinang sekitar tahun 1999. Saat itu, jantung degdegan dan terasa mau copot. Maklum sebagai orang gunung yang jauh dari kehidupan laut, yang selama 18 tahun kehidupan pertamanya hanya pernah melihat laut sebanyak 2x, yakni saat kenaikan kelas di SMP dan saat kelulusan SMA. Masa itu, melihat ombak saja saya ketakutan, terlebih membayangkan berada mengapung di tengah laut, takutnya bukan kepalang. 


Semakin berjalannya waktu dan semakin seringnya menggunakan alat transportasi laut, hingga kini, tidak kurang dari 25 kali bolak-balik saya menempuh rute kapal ferry Batam – Tanjungpinang ini. Setiap momennya selalu ada warna dan cerita yang berbeda. Selalu ada wajah polos anak-anak pulau yang menatap heran penuh penasaran. Ocehan mereka yang berbahasa Melayu terkadang membuat saya tersenyum-senyum sendiri. Ada juga obrolan kocak bapak-bapak tentang istrinya yang sudah pintar menggunakan video call. Ada rombongan peziarah yang antusias menceritakan sejarah Pulau Penyengat. Ada semerbak bau otak-otak, oleh-oleh khas dari Tanjungpinang yang dibungkus daun kelapa yang amat menggugah selera. Dan terakhir, ada juga gebetan yang penuh perhatian dan kerap mencuri pandang, oops. Wkwkwk. Itulah #AsyiknyaNaikFerry versi saya. 


Namun, makin hari perjalanan dan suasana ferry meskipun ramai menjadi makin sepi, senyap tidak berbunyi. Karena semua orang tampak asyik menatap layar smartphone-nya masing-masing. Menyisakan suara televisi di kanan kiri yang berbicara sendiri-sendiri. Padahal telinga saya rindu akan suara-suara candaan penumpang yang kadang berbalas pantun Melayu. Namun orang-orang ternyata lebih banyak terdiam dan membisu. 


Pengalaman menempuh jalur kapal ferry kedua yaitu pada tahun 2001 pada pelayaran Batam – Kuala Tungkal, Jambi. Saat itu saya dan beberapa teman berniat untuk mendaki Gunung Kerinci dan gunung-gunung lainnya di Sumatera Barat. Perjalanan ferry ke Kuala Tungkal termasuk perjalanan yang cukup lama karena menempuh waktu kurang lebih 8-10 jam. 


Tahun-tahun berikutnya, pengalaman naik kapal ferry makin beragam. Diantaranya naik ferry dari Dumai ke Batam tahun 2001. Tahun 2002 menyebrang dari Banyuwangi Jawa Timur ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Lantas melanjutkan perjalanan dari Pelabuhan Padang Bai Bali menuju Pelabuhan Lembar Lombok. Pada tahun 2003 kembali dari dari Lombok ke Bali, lalu dari Bali kembali ke Jawa Timur. Pada penyebrangan ini, betapa saya banyak bersyukur karena dapat melihat langsung keindahan Bali dan Lombok secara langsung. Baik dari sisi darat maupun lautnya. 

Pelabuhan Sape Sumbawa


Tahun 2015 pernah juga menyeberang menempuh rute Lombok – Sumbawa ketika saya dan teman-teman hendak mendaki Gunung Tambora. Saat itu bertepatan dengan peringatan 200 tahun meletusnya Gunung Tambora. Sepulang dari Tambora, saya dan seorang teman meneruskan perjalanan ke arah timur Sumbawa tepatnya ke Sape untuk selanjutnya menyebrang ke Labuan Bajo di Flores. 

Pemadangan dari balik jendela kapal di Labuan Bajo

Labuan Bajo dari Kapal Ferry

Karena tiba di Labuan Bajo tengah malam, seorang awak kapal dengan baik hati menawarkan kabinnya untuk kami gunakan sementara ia malam itu tidur di kursi penumpang dimana suhu AC menyebar sangat dingin. Sungguh terharu atas kebaikan dia. Keesokan harinya, saat kapal merapat ke dermaga labuan bajo, kami menyewa kapal kecil untuk berkeliling ke pulau-pulau di sekitar Taman Nasional Komodo. 


Tahun 2017 yang lalu, saya mengikuti famtrip bersama teman-teman media nasional ke sebuah Kabupaten terluar di utara Kepri, yakni Kabupaten Kepulauan Anambas. Kami berangkat naik kapal ferry dari Tanjungpinang. Tulisan perjalanan ke Anambas bisa teman-teman baca di sini “Menuju Anambas, Sebuah Negeri Bahari di Tapal Batas.” 


Warga Letung Anambas Sedang Menanti Kapal Ferry.

Ferry yang dinanti

Perjalanan 8 jam melintasi laut Tiongkok Selatan yang luas yang terkenal dengan gelombang yang tinggi membuat saya berserah diri pada Yang Maha Tinggi. Sungguh, ferry yang kami tumpangi hanya serupa noktah saja di lautan yang tampak tak bertepi. 


Namun, bersyukur saat itu cuaca sedang membaik. Laut teramat tenang. Bahkan kapal yang kami tumpangi tampak melesat seakan terbang melompat-lompat diantara padatnya jalur lalu lintas internasional dengan kapal-kapal kargo yang mengangkut berton-ton kontainer dari Singapura menuju Tiongkok dan sebaliknya. Saya hanya mampu mengintip di balik lensa kamera seraya bergumam inilah ternyata kapal-kapal yang melintasi Jalur Selat Malaka yang terkenal sejak zaman penjelajahan Ibnu Batutah itu. Betapa ramai dan gegap gempitanya lalu lintas kapal di sini. 


Pada libur Imlek tahun 2018 yang lalu, saya dan seorang teman melakukan touring bersepeda ke Pulau Lingga. Dari Batam kami naik kapal ferry menuju Pelabuhan Sei Tenam Lingga. Ada yang istimewa yang menyentuh sanubari saya pada pelayaran kapal ini. Puluhan orang-orang Tionghoa asal Dabo Singkep dan Lingga mengenakan pakaian baru dan pakaian terbaik mereka. Ada yang mengenakan cheongsam namun ada juga yang mengenakan batik. Mereka membawa barang serta kue-kue khas Imlek untuk dijadikan oleh-oleh bagi keluarganya di kampung di pulau-pulau. Melihat pemandangan yang tidak biasa ini, hati saya terenyuh. Orang-orang Tionghoa ini, lahir dan besar di negeri ini, menggunakan bahasa Melayu sehari-hari, dan pulang kampung ke tanah kelahirannya di pelosok pulau di ujung negeri. Jika kerusuhan bernada SARA muncul di luaran sana, Melayu dan Tionghoa di pulau-pulau sekitar Kepri justru telah ratusan tahun bergandengan menjadi tetangga. 


Mengintip Lokasi Pembuatan Kapal Ferry di Batam 

Beberapa waktu yang lalu, kami sekeluarga diajak oleh teman suami berkunjung ke KRI Layaran yang sedang nge-dock di perusahaan pembuatnya, PT. Palindo. Kapal ini merupakan kapal perang yang dimiliki TNI Angkatan Laut yang bertugas di kawasan Timur Indonesia. Ketika masuk ke area dermaga pembuat kapal, ternyata tidak saja KRI yang dibuat oleh perusahaan ini, namun ada juga kapal ferry yang biasa melayani rute Batam dan kota lainnya juga  dibuat di sini. 


Melihat bagaimana awal kapal dibuat dari kerangka fiber atau alumunium, lalu melihat ada juga yang sudah dipasang bagian-bagian lainnya, ada yang sudah utuh jadi seperti kapal, ada yang baru selesai dicat, dan tahapan lainnya. Ada juga yang sedang nge-dock untuk sesuatu hal seperti kapal besar Tanjung Datu milik Bakamla (Badan Keamanan Laut).

Kapal Bakamla


Menyaksikan semua itu saya merasa bangga sebagai bangsa Indonesia. Ternyata kita sendiri mampu membuat kapal-kapal seperti ini. Dari kapal sangkut, kapal angkut, kapal penumpang, kapal barang, hingga kapal perang. Kapal-kapal yang ternyata dibuat di Indonesia. Di Batam. Di tempat dimana saya tinggal dan bahkan jaraknya hanya beberapa menit saja dari rumah. 

Saya menengadah, ada kebanggaan terpancar di sana, yang perlahan menelusup dan tersimpan dalam dada. Kami bisa!



Catatan: 
  1. Saya selalu menggunakan Provinsi Kepulauan Riau dengan istilah Kepri karena sebagai pembeda dengan Provinsi Riau agar tidak terjadi kebingungan di masyarakat Indonesia dimana selalu terjadi salah persepsi tentang letak provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Riau itu sendiri sehingga sering terjadi kesalahan. 
  2. Penulisan yang benar dan sudah disepakati untuk nama Kota Tanjungpinang tidak dipisah seperti Tanjung Pinang namun penulisan yang benar adalah Tanjungpinang.
  3. Semua foto milik saya (Tidak sempat dibuat watermark) 😂

34 komentar :

  1. Wah... Keren banget artikelnya, super lengkap.... Wah, beruntung sekali bisa melihat pembuatan kapal di batam... Kepri is the best ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Cit, Alhamdulillah bisa ngintip ke tempat buat kapal ferry-nya sekalian.

      Hapus
  2. Tinggal dan menetap di wilayah kepulauan dalam waktu yang lama bikin jantung jadi kuat the, tahan banting. Sesekali pasti berlayar dalam kondisi cuaca yang kurang bersahabat, hehe..

    Selain jantung kuat, hatinya juga bahagia karena pas cuaca bersahabat, kita bisa melihat indahnya pulau-pulau kecil yang dilalui oleh kapal saat kita berlayar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha iya Ka. Bahagia banget akhirnya bisa menikmati petualangan dari pulau ke pulau di sini.

      Hapus
  3. Aku keseringan naik kapal daripada pesawat. Hehehehehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, dihitung-hitung emang kami juga begitu Chai Luk. Malah kayaknya lebih sering naik kapal dibanding naik bis.

      Hapus
  4. hehe walaupun kita tinggal didaerah Provinsi Kepulauan tapi dengan adanya angkutan laut kapal2 ferry gini jadi rasanya bukan alasan ya teh keliling ke mana2 di daerah KEPRI.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Sad, keliling Kepri jadi efektif banget pakai ferry. Apalagi dari Batam, hampir ke semua wilayah di Kepri ada direct ferry.

      Hapus
  5. Aku gak bisa menikmati asyiknya naik ferry mba karena gampang mabok laut meskipun udah minum obat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah suka mabuk laut ya. Kalau sering-sering mungkin gak mabuk mbak. Soalnya aku dulu awal-awal juga begitu. Tapi pas sering-sering malah hilang sendiri.

      Hapus
  6. Penasaran pengen coba rute Batam - Kuala Tungkal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya seru banget loh suka ada lumba-lumba yang ngikutin

      Hapus
  7. wow pengen banget deh bisa naik ferry ke anambas ... btw tempat buat kapal nya dimana ya mbak? kok kayaknya seru banget pengen lihat jadi nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Loh kok, bukannya dapat tiket free PP kapal ferry ke Anambas kemarin Om? Belum digunakan ya?

      Hapus
  8. Batam, Tanjungpinang, semoga bisa ke sana buat liburan.. dulu ke sana buat kerja ahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo ke sini lagi Mbak. Welcome banget.

      Hapus
  9. Asyik ya teh.
    Soalnya kepri pulau kecil.
    Jd penghubungnya kapal ferry.
    Khalid pun senaaang klo diajak naek kapal fery

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya seru banget malah. Anak-anak suka banget kalau naik ferry yang sejenis RORO bisa naik ke atas dan melihat anak-anak pelabuhan berenang.

      Hapus
  10. Apa rasanya mba naik kapal ferry, aku belum pernah. Pasti seru banget ya

    BalasHapus
  11. Yg ke Anambas, aku screenshot. Penasaran ke sana, soale.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha. Simpan dan lihat lagi secepatnya ya. Jangan sampai lupa :D Ditunggu di Anambas!

      Hapus
  12. Wah bangga ternyata di Indonesia ada pabrik kapal ferry ya, saya baru tau kirain kapal kapal ferry gitu tuh impor dari luar negri mbaa..


    Dulu waktu kecil kalau ke bali selalu naik kapal begini, kebetulan rumah di jawa timur.
    Waktu kecil saya selalu nangis kalau naik kapal ferry, karena pengen naik kapal yang lainnya.
    Abis kalau papasan selalu berasa kapal yang lainnya jalannya lebih kenceng.
    Padahal kapal sendiri yang lagi dinaikin sebenernya juga kenceng. hahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha. Iya Mbak ternyata kapal ferry bahkan kapal perang itu dibuat di dalam negeri. Bangga banget rasanya.

      Hapus
  13. Wish list banget naik kapal Fery.. apalagi destinasinya kece gini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Kepri mau pindah ke kota lain atau kabupaten lain wajib naik ferry kalau sewa kapal kecil atau kalau tidak ada juga berenang sendiri. Wkwkwk.

      Hapus
  14. Tinggal di wilayah kepulauan memang tak terhindahkan menaiki fery ya Mbak. Fery, kapal kecil dan perahu. Begitu pun seperti kata peribahasa, alah bisa karena biasa. Tadinya yang takut lama-lama jadi biasa saja..

    Kalau aku pengalaman pertama naik fery waktu kuliah di Padang. Perjalanan darat dengan bus naik fery dari bakeuheni ke Merak. Heboh banget deh saat itu. Potret ke sana kemari. Kalau sekarang karena sering menyeberang ke Lampung ya biasa-biasa saja hahaha..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha iya Uni, pengalaman pertama sering membuat yang tak terlupakan. Aku juga gitu sibuk foto-foto sana-sini.

      Hapus
  15. Wah seru kayaknya ini ya naik kapal Ferry, aku dulu nyaris naik tapi batal. Lihat ulasan ini jadi pengen banget ngerasain, apalagi ke Anambas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sini Mbak. Jalur Anambas ternyata seru banget loh.

      Hapus
  16. Aku belum pernah naik Ferry. Waktu itu rencananya mau ke Enggano naik ferry tapi gak jadi karena ombak lagi nggak bersahabat, jadinya naik pesawat huhuhu gagal deh naik ferry.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayang banget ya Mbak. Kadang di sini pun kalau ombak tinggi, ferry berhenti beroperasi demi keselamatan semua penumpang.

      Hapus
  17. Wah, lengkap bin detail sekali artikelnya mbak hheee 🙋🙆💖
    Naik kapal Ferry aja pernah pas ke bali aja 🙈

    BalasHapus
  18. aku jadi kangeeeeen! Sering naik ferry Jakarta - Lampung dull et really enjoy it! Soon will be back home and experience the same sensation again!

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita