Tersihir Pesona Lembah Mandalawangi Gunung Pangrango

Gunung Pangrango
Senja baru saja jatuh di lembah ini,  Lembah Mandalawangi. Lembah para kekasih yang saling mengikat janji. Yang mengurai kata dalam tatap mata. Yang berkalung rindu pada suasana sendu yang syahdu. Meski tak terucap sehidup semati, ia senantiasa bersemi, sehati, sebati. Di lembah, dimana hamparan edelweis laksana permadani alami.

Lembah ini, Lembah Mandalawangi. Tempat lahirnya puisi-puisi indah So Hok Gie. Sang Demonstran yang selalu lebur dalam kekosongan langit Pangrango. Di ruang lapang yang berbatas jurang-jurang, yang hanya berpagarkan edelweis yang merumpun dan bermekaran. Hingga saat dimana ia lebur. Abunya ditabur, di sini, di lembah ini, Lembah Mandalawangi.

Aku terpekur, penuh syukur. Menikmati secuil senja yang istimewa dengan seseorang yang istimewa. Yang hadir tepat di saat-saat jiwa hampa dan dahaga. Di saat rindu hendak melempar sauh,  berkayuh dan mencari tempat berlabuh. Bersamanya, di lembah ini, aku mengawali cerita hidup masa depan. Menggenggam harapan dalam liku kehidupan. Bersamanya menikmati Lembah Mandalawangi yang indah dan sepi.

Edelweis Gunung Pangrango


Mandalawangi - Pangrango
(So Hok Gie)

Senja ini, ketika matahari turun ke dalam jurang-jurangmu
aku datang kembali
ke dalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali dan bicara padaku tentang kehampaan semua

"hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya 
tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
terimalah dan hadapilah"

dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas hutan-hutanmu
melampaui batas jurang-jurangmu

Aku cinta padamu Pangrango,
karena aku cinta pada keberanian hidup


Gunung Pangrango

Pagi pun menyapa. Embun-embun berkilatan di kuncup-kuncup edelweis. Sinar mentari laksana menari mengiringi pagi. Kembali, bersamanya aku dan dia menikmati hawa dingin Pangrango yang menggigilkan. Sambil menyesap secangkir teh hangat yang menyegarkan.



Dalam dekapan Pangrango yang sepi, aku larut, terhanyut pada lembar-lembar buku. Menyerap ilmu sambil terus mencari arti. Arti akan perjalanan yang akan dihadapi. Kini, aku tahu, aku tak sendiri, bersamanya akan menjalani jalan panjang menuju masa depan yang penuh pengharapan.


(Kenangan di Lembah Mandalawangi pada Juni 2007 beberapa hari setelah pernikahan :D)



11 komentar :

  1. Uhuk! Ini nih pasangan keren... Salut banget ama pasangan ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uhuk..uhuk...ikut batuk juga :D sebaliknya salut juga buat pasangan Dian dan suami :D

      Hapus
  2. So sweet deh, mbak Lina. ira

    BalasHapus
  3. ya ampun,ini keren banget..hanimun naik gunung heheeh

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi...sudah diniatkan sebelum menikah :D

      Hapus
  4. Doain aku bs ikut jejakmu ya, seenggaknya sekalii aja naik gunung sekeluarga. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga kesampaian Mak. Aku juga masih pengen kelayapan di gunung-gunung :D

      Hapus
  5. Hmmmm disitu saya merasa Iri, kapan Ya bisa nanjak sama suami. Eh, nanjak sempet juga bawa buku, hebat mbak Lina

    BalasHapus
  6. Teh Lina emang keren pisan

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita