Ada
banyak teman yang datang dan pergi dalam hidup kita. Puluhan, ratusan, bahkan
ribuan. Namun hanya sedikit saja yang namanya betul-betul terukir dalam hati. Yang
tersimpan dan mengendap dalam lubuk sanubari. Merekalah teman-teman istimewa
yang bahkan dengan mengingatnya saja kita kerap meneteskan air mata. Dengan
mendengar namanya saja memory akan terbang
jauh melesat ke masa silam. Pada masa-masa indah dan seru bersamanya. Masa
penuh canda tawa dan duka lara. di saat senang maupun sulit. Saat keseruan dalam permainan, perjalanan,
bahkan petualangan.
Begitu pun dengan aku. Ada satu nama yang mengisi ruang istimewa. Seorang sahabat yang 10 tahun lalu pernah bersama-sama berpetualang mengunjungi beberapa gunung di barisan cincin api negeri ini. Menelusuri jejak jalur setapak. Meniti tangga akar berundak-undak, hingga tegak berdiri di titik puncak sambil merentangkan tangan menyentuh awan yang bergerak berarak-arak. Bersamanya aku pernah menangis pernah juga tertawa terbahak-bahak.
Begitu pun dengan aku. Ada satu nama yang mengisi ruang istimewa. Seorang sahabat yang 10 tahun lalu pernah bersama-sama berpetualang mengunjungi beberapa gunung di barisan cincin api negeri ini. Menelusuri jejak jalur setapak. Meniti tangga akar berundak-undak, hingga tegak berdiri di titik puncak sambil merentangkan tangan menyentuh awan yang bergerak berarak-arak. Bersamanya aku pernah menangis pernah juga tertawa terbahak-bahak.
Good Friends
are hard to find,
harder to leave,
and impossible to forget.
Siapakah seseorang yang istimewa yang ingin kutemui?
Namanya Lastri. Berperawakan besar dan tinggi. Gayanya tomboy, penuh energi. Berkaca mata dan penggemar
fanatik grup band Slank. Ia kerap di-bully oleh teman-teman sesama organisasi namun ia tak pernah marah atau bahkan mudah sakit hati. Di balik semua kesan maskulin yang ada padanya, ia seorang perfeksionis dan rapi dalam berpenampilan.
Aku dan Lastri bertemu dalam satu komunitas pecinta alam di
Kota Batam. Kota
tempat kami mencari penghidupan sekaligus menjadi kota kenangan tempat kami memupuk
persahabatan dalam bingkai petualangan. Namun 10 tahun yang lalu Lastri meninggalkan Batam. Ia kembali ke
kampung halamannya di Medan, Sumatera Utara.
Lastri di Gunung Pusuk Buhit |
Berpetualangan bersamanya adalah masa-masa yang
menyenangkan sekaligus konyol. Menyebrangi selat-selat di kawasan hinterland Batam. Menjelajah pulau kosong tak berpenghuni, menyusuri pantai, dan yang paling tak terlupakan adalah mendaki gunung-gunung di Sumatera Utara hanya kami berdua.
Tahun 2005, Aku dan Lastri pernah merencanakan mendaki gunung dengan tema Triple S. Yakni Gunung Sinabung, Sibayak dan Sibuatan. Semuanya di Sumatera Utara. Sinabung dan Sibayak telah berhasil kami daki, namun tidak dengan Gunung Sibuatan. Kenyataan pahit yang harus diterima saat itu adalah tak satu pun informasi mengenai Gunung Sibuatan yang berhasil kami dapatkan. Bahkan pencarian di yahoo dan google pada tahun tersebut hanyalah NOL belaka. Beda jauh dengan sekarang. Tak kurang dari 47.700 link yang memuat keyword Gunung Sibuatan.
Gagal menuju Gunung Sibuatan, kami banting stir ke Gunung Pusuk Buhit yang berada di sekitar Danau Toba. Gunung Pusuk Buhit adalah gunung yang dikeramatkan oleh Suku Batak sebagai gunung tempat dimana lahirnya suku tersebut.
Kami berdua menyusuri sungai-sungai berair hangat yang dipenuhi belerang, melintasi bukit-bukit gundul sisa kebakaran, terjerembab di sisi jurang dengan luka baret di punggung karena tergores batu tajam, hingga mengendap-endap saat melintasi sebuah ladang yang mirip dengan ladang ganja. Sungguh kami saat itu seperti dua perempuan konyol di tanah antah berantah.
Sudah 10 tahun berlalu. Kenangan akan petualangan tetap bertalu dan kian berpadu menjadi rindu. Rindu yang terkadang menyublim di udara bersama suara-suara yang merambati ruang hampa. Dalam dering bunyi hand phone dan telpon-telpon. Rindu yang membeku pada lembaran-lembaran kertas surat yang kerap dikirim olehnya.Yang berkisah tentang pernikahannya, kehamilannya, dan kehilangan anak pertama yang begitu diharapkan kehadirannya. Dan aku hanya sanggup tergugu pilu. Ikut merasa kehilangan bayi mungil yang selama bertahun-tahun ditunggu.
Tahun 2005, Aku dan Lastri pernah merencanakan mendaki gunung dengan tema Triple S. Yakni Gunung Sinabung, Sibayak dan Sibuatan. Semuanya di Sumatera Utara. Sinabung dan Sibayak telah berhasil kami daki, namun tidak dengan Gunung Sibuatan. Kenyataan pahit yang harus diterima saat itu adalah tak satu pun informasi mengenai Gunung Sibuatan yang berhasil kami dapatkan. Bahkan pencarian di yahoo dan google pada tahun tersebut hanyalah NOL belaka. Beda jauh dengan sekarang. Tak kurang dari 47.700 link yang memuat keyword Gunung Sibuatan.
Gagal menuju Gunung Sibuatan, kami banting stir ke Gunung Pusuk Buhit yang berada di sekitar Danau Toba. Gunung Pusuk Buhit adalah gunung yang dikeramatkan oleh Suku Batak sebagai gunung tempat dimana lahirnya suku tersebut.
Kami berdua menyusuri sungai-sungai berair hangat yang dipenuhi belerang, melintasi bukit-bukit gundul sisa kebakaran, terjerembab di sisi jurang dengan luka baret di punggung karena tergores batu tajam, hingga mengendap-endap saat melintasi sebuah ladang yang mirip dengan ladang ganja. Sungguh kami saat itu seperti dua perempuan konyol di tanah antah berantah.
Saya dan Lastri di Lau Kawar kaki Gunung Sinabung |
Sudah 10 tahun berlalu. Kenangan akan petualangan tetap bertalu dan kian berpadu menjadi rindu. Rindu yang terkadang menyublim di udara bersama suara-suara yang merambati ruang hampa. Dalam dering bunyi hand phone dan telpon-telpon. Rindu yang membeku pada lembaran-lembaran kertas surat yang kerap dikirim olehnya.Yang berkisah tentang pernikahannya, kehamilannya, dan kehilangan anak pertama yang begitu diharapkan kehadirannya. Dan aku hanya sanggup tergugu pilu. Ikut merasa kehilangan bayi mungil yang selama bertahun-tahun ditunggu.
Kini rindu tak pernah membeku. Karena doa-doa senantiasa melelehkan segala kebekuan dan memuaikan segala pencairan. Meretas batas, membumbung tinggi ke atas. Dalam sebentuk pengharapan akan kesehatan dan keselamatan. Doa tulus para sahabat yang berjauhan dan tetap saling merindukan.
Aktivitas yang akan kulakukan dengannya
Jika aku dapat terbang gratis dengan Citilink dan bertemu dengan Lastri, maka ada beberapa hal yang ingin kulakukan bersamanya. Hal-hal yang akan mengembalikan ingatan kami akan jalan-jalan kenangan yang pernah kami lalui.
1. Aku dan Lastri masih punya satu PR yang ingin diselesaikan. Sesuatu yang mengganjal terus-menerus hingga kini. Yang menyebabkan Lastri pada tahun 2006 berjalan sendirian melintasi kota-kota dan desa-desa di pelosok Sumatera Utara demi mencari informasi ini. Yakni bagaimana menuju Gunung Sibuatan. Oleh sebab itu yang ingin aku lakukan bersamanya tentu saja mendaki Gunung Sibuatan.
1. Aku dan Lastri masih punya satu PR yang ingin diselesaikan. Sesuatu yang mengganjal terus-menerus hingga kini. Yang menyebabkan Lastri pada tahun 2006 berjalan sendirian melintasi kota-kota dan desa-desa di pelosok Sumatera Utara demi mencari informasi ini. Yakni bagaimana menuju Gunung Sibuatan. Oleh sebab itu yang ingin aku lakukan bersamanya tentu saja mendaki Gunung Sibuatan.
2. Mengunjungi pengungsi Gunung Sinabung. Berbagi cerita dengan anak-anak korban letusan di pengungsian. Lalu mencari seorang nenek dari Desa Lau Kawar, desa yang berada tepat di kaki Gunung Sinabung. Nenek yang saat aku membidikkan kamera ke arahnya ia berpesan agar aku mengirimkan fotonya. Hari berlalu, bulan bergulir, dan tahun terus berganti. Foto si nenek belum juga sampai ke tangannya. Maafkan aku Nek Foto Nenek akan aku kirimkan langsung ke tanganmu jika aku dapat tiket gratis dari Traveloka dan Citilink.
3. Menuju kaki Gunung Sibayak. Berendam dan mandi air hangat di kolam-kolam yang banyak terdapat di sekitar sana.
Itinerary Perjalanan
Aku merencanakan kepergian ke Medan pada tanggal 15 Agustus 2015 dengan menaiki Citilink yang kupesan melalui Traveloka. Aku memilih menggunakan Citilink karena tarifnya murah namun pelayanannya sangat memuaskan. Tepat waktu dan sangat nyaman. Pada beberapa kali penerbangan yang kulakukan seperti ke Surabaya, kami sekeluarga menggunakan Citilink. Dan salutnya lagi Citilink sangat men-support kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Contohnya saja bulan lalu rekan-rekanku dari komunitas pesepeda melakukan Touring dari Jogjakarta ke Gunung Bromo. Mereka mendapat support dari Citilink dengan tiket gratis pulang pergi Batam - Jogjakarta dan Surabaya - Batam.
Berikut adalah screenshot pemesanan penerbangan Batam (BTH) - Medan (KNO) yang kudapat dari Traveloka App:
Karena tiba di Medan sudah menjelang malam, dan menuju ke rumah Lastri lumayan jauh dari pusat kota, maka aku juga memesan kamar hotel Swiss Belinn Medan melalui Traveloka App.
Kenapa harus di Swiss Belinn Hotel?
Aku memilih menginap diSwiss Belinn karena harganya terjangkau dan berada di pusat kota. Selain itu hotel bintang tiga ini desainnya mewah dengan kamar yang luas. Sama halnya dengan Citilink yang kerap bagi-bagi tiket terbang gratis, maka Swiss Bel Hotel juga nggak pelit. Hampir setiap hari bagi-bagi kamar gratis. Dan aku sangat berbangga hati karena menjadi salah satu pemenang kuisnya. Aku mendapatkan hadiah voucher menginap di kamar superior di Swiss Belinn Batam.Nah karena itu juga aku tidak ragu lagi untuk memilih Swiss Belinn Medan.
1. Desain App yang simpel dengan navigasi yang mudah
2. Terdapat menu "urutkan" dan "filter" sehingga kita dapat memilih pemesanan berdasarkan harga termurah, waktu berangkat, waktu tiba, dan durasi sesuai keinginan kita dalam satu halaman pencarian.
3. Harga murah jelas menjadi prioritas utama bagiku, dan ternyata harga tiket di traveloka lebih murah dibanding dengan harga yang ditawarkan oleh pihak maskapai di website-nya sendiri.
4. Pada menu pencarian hotel terdapat halaman detail, review, dan foto sehingga kita dapat mengetahui seperti apa deskripsi hotel secara keseluruhan.
Kesan Menggunakan Traveloka App
Pertama kali menggunakan Traveloka App tiba-tiba sinyal putus. Aku khawatir pemesanan yang kubuat sebelumnya akan kembali ke menu awal padahal sudah berada di halaman review. Namun ketika sinyal kembali muncul ternyata pemesanan di halaman review tetap ada. Lega rasanya. Selain itu ada beberapa kesan positif lainnya yang dapat aku simpulkan saat menggunakan Traveloka App, diantaranya:1. Desain App yang simpel dengan navigasi yang mudah
2. Terdapat menu "urutkan" dan "filter" sehingga kita dapat memilih pemesanan berdasarkan harga termurah, waktu berangkat, waktu tiba, dan durasi sesuai keinginan kita dalam satu halaman pencarian.
3. Harga murah jelas menjadi prioritas utama bagiku, dan ternyata harga tiket di traveloka lebih murah dibanding dengan harga yang ditawarkan oleh pihak maskapai di website-nya sendiri.
4. Pada menu pencarian hotel terdapat halaman detail, review, dan foto sehingga kita dapat mengetahui seperti apa deskripsi hotel secara keseluruhan.
Selamat ya Mbak dapat voucher nginep gratis di hotel yang kereen. kalau di malang Swiss Bellini udah mewah banget tuh Mbak hotelnya.
BalasHapusSemoga pertemuan dengan sahabatnya berjalan lancar, aamiin.
Iya Alhamdulillah banget, anak saya malah udah nggak sabar pengen cepat-cepat nginap di Swiss Belinn sana :D
HapusAmiiin semoga menang
Wah, pesen hotel sama pesawat pake aplikasi traveloka gampang ya :D mau cobain ah~
BalasHapusIya, ternyata mudah banget loh:D
HapusAsyiknya punya sahabat yang memiliki hobi yang sama ya kak, hehee
BalasHapusIya betul Eqi, tapi kadang rasanya pengen mengulang lagi petualangan yang dulu di usia yang sudah tidak muda lagi :D
Hapusasyik bangeeet....ketemu sahabat memang rasanya luar biasa, apalagi kalau sama-sama punya hobi yang serupa. Enjooy..
BalasHapusIya betul Mbak. Semoga rindu saya kepadanya akan tunai tahun ini. Terima kasih sudah sudi mampir.
HapusMoga dapet tiket gratisnya dan bisa key\temu mba Lastri yaaa ;)
BalasHapusAmiiin...makasih banyak Mbak.
Hapussalam buat lastri, peluk cium dari cumilebay yg kece ini #Halah
BalasHapuswkwkwk...Kak Cum ih segitunya. Bukan muhrim tau :D
Hapus