Aktifitas Pendaki di Puncak Gunung Prau

Gunung Prau
Boneka Chila dan Gunung Prau

Gunung Prau pada pagi 16 Agustus 2015 itu masih  sangat ramai. Para pendaki masih saja hilir mudik untuk berfoto-foto, mempersiapkan sarapan, membongkar tenda, berjemur, atau melakukan berbagai aktifitas lainnya.

Begitu pun dengan kami bertiga, saya, suami dan Chila masih berfoto-foto di kawasan sebelah timur yang menghadap langsung ke Gunung Sindoro Sumbing yang iconic itu. Si ayah sangat bersemangat untuk memfoto Chila dengan latar kedua gunung cantik tersebut. Namun entahlah, Chila paling nggak suka kalau difoto, ia pun lantas kabur melarikan diri. Benar-benar lari ngibrit dan menghilang di balik tenda-tenda pendaki.

Gunung Prau
Edisi Lengkap :D
Yeaaay, I'm Here :D
Ganteng-Ganteng Bawa Boneka :D

Sementara saya yang panik takut Chila nyasar, segera menyudahi sesi foto-foto lalu berlari mengejar Chila. Saya panik bukan kepalang takut Chila nyasar seperti saya tadi malam. Hehe saya nyasar hingga dua kali loh dan harus mengulang bolak-balik ke atas ke bawah lereng karena kebingungan saking banyaknya tenda terhampar di kawasan itu. Sementara tenda kami yang kecil nyempil di pojokan diantara ribuan tenda lainnya. Jelas nggak kelihatan. 

Gunung Prau
Dimana Tenda kami?

Saat itu pun, sebenarnya Chila hampir nyasar, untung naluri keibuan saya bekerja baik. *tsaaah... segera menyusul dan melihat Chila berjalan melenceng ke tenda-tenda di sebelah kanan. Saya berlari mengejar dan memanggil-manggilnya. Chila berhenti dan agak kebingungan. Saya segera membimbingnya melipir mengitari tenda-tenda pendaki hingga tiba di tenda kami.

Chila segera masuk tenda dan sibuk mencari-cari makanan. Ia mulai mengeluh perutnya lapar. Untung masih banyak stok makanan ringan di plastik logistik. Ia lantas duduk-duduk ngemil dalam tenda.

Memasak di Gunung
Membantu Masak

Pendaki Cilik
Aduk yang rata ya Chil!

Saya mulai mempersiapkan sarapan.  Ada spageti instan dan makaroni yang masih belum dimasak. Lumayan buat ganjel perut. Seperti biasa, Chila sangat suka bantu-bantu kalau urusan masak. Ia pun berinisiatif untuk mengaduk-aduk  mie spageti di kompor trangia yang saya pasang di halaman tenda.

Di  depan tenda kami ada tenda sepasang pendaki suami istri yang tertarik ngobrol-ngobrol dengan Chila. Untung saja Chila nggak jaim. Lumayan bisa bersosialisasi dengan baik. Sudah tentu diajarin dong  sama emaknya ini. Muehehehe. Beruntungnya, tiba-tiba si Mas-Masnya nawarin Chila susu segar. Wiiidih nggak nolak, saya malah senang, itu kan susu kesukaan Chila banget. Kami langsung mengiyakan saat ditawari segelas besar susu segar.

Sementara itu si ayah masih bertahan di tempat tadi, malah foto-foto selfie bin narsis bersama Jerry boneka beruang Chila,  berlatarkan Gunung Sindoro Sumbing. Karena menunggu Chila dan saya yang tidak kembali-kembali, ia pun segera menyusul namun tetap melanjutkan berburu foto di hamparan bunga aster di belakang tenda kami. Tentu saja Jerry sebagai foto modelnya. 


Gunung Prau
Jerry di Hamparan Bunga Aster

Candid gini baru dapat wajahnya. Mirip ayah apa bunda, Chila?

Karena penasaran saya pun melihat-lihat hasil fotonya. Eh kok cakep ya. Mau dong jadi objek fotonya. Haha sekalian, biar tak menyesal belakangan. Saya pun merayu Chila untuk ikut berpose. Duuuh susyehnya minta ampuuun. Nih anak memang bawaan orok, nggak suka difoto. Jadi kalau mau foto dia harus candid gitu.

Selesai sesi pemotretan ala foto model kondang Vicky Beckham *dilempar sapu :D, lanjut sarapan tapi sayang nggak habis. Kok bawaannya males nerusin. Kurang nikmat gitu. Aneh juga. Biasanya makan di gunung itu apa pun makanannya selalu saja nikmat. 

Jiaaah sesi foto-foto ala model gagal :D

Pyuuh, apakah ini tanda-tanda dicabutnya salah satu kenikmatan ya? Duh, jangan sampai deh ya Allah. Please, jangan! Kenikmatan makan di gunung itu justru salah satu hal yang paling ngangenin dari proses pendakian sebuah gunung.

Barangkali saya nggak enak makan itu gara-gara sebentar-sebentar harus membersihkan debu yang cepat sekali nempel di makanan. Kemarau di Pulau Jawa ini memang parah, baru gelar sepiring spageti, sebentar saja permukaanya langsung bercak-bercak coklat seperti terkena kecap, iya kecap debu :D

Selesai sarapan, lantas saya dan Chila mengoleskan sunblock ke wajah dan punggung tangan. Ini nih hal yang wajib dan penting banget buat pendaki. Biar tidak mandi pun tetap kesehatan kulit nomor satu. Sunblock berfungsi untuk meredam dan menghindari terbakarnya kulit wajah dari sinar matahari. Jika tidak menggunakan sunblock kulit wajah akan terbakar, gejalanya merah, melepuh, berganti kulit dan pasti menjadi hitam. Saya nggak takut hitam sih, tapi ganti kulitnya itu yang bikin bete. Muka bisa-bisa mirip sisik ular tiap kali turun gunung. Berabe. Takut ada yang nanya "Teh naik gunung kok berubah jadi siluman ular?" Wataaww..... *gue smack down juga.

Semua tertutup kecuali wajah, jadi lindungi wajah dengan sunblock ya!

Merk sunblock yang mau dipakai bisa apa saja. Gunakan yang mengandung SPF 30 atau SPF 50. Semakin tinggi SPFnya semakin bagus. Bagus untuk mengurangi paparan sinar Ultra Violet UV A dan UV B yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan kulit terutama wajah. Biasanya yang paling kena duluan ya ujung hidung karena bagian itu yang paling menonjol dari wajah. Jangan salah, meskipun dingin, di gunung itu sinar matahari cepat sampai sehingga efeknya pun ke kulit segera terasa. 

Kelembapan udara di gunung yang sangat rendah pun berakibat pada kulit yang menjadi kering. Jadi meskipun kamu jilbaban tetep dong kudu pakai pelembab, salah-salah telapak kaki pecah-pecah kayak habis bajak sawah. Atau kulit di ujung-ujung jari mengeras kayak amplas. (Note: Sepertinya saya harus buat tulisan khusus nih tentang tips supaya tetap cantik saat mendaki gunung :D)

Beres sunblock-an dan bedakan, terus bantuin ayahnya Chila beres-beres packing ulang semua barang bawaan. Pagi itu juga kami akan turun dari Gunung Prau. Namun turun menggunakan jalur yang berbeda dengan jalur naik. Naik via Patak Banteng dan kini turun via jalur Dieng.

Setelah pamit-pamitan pada tetangga dan memastikan sampah di bekas hotel bintang 5 kami sudah bersih dan dipacking Pakdek porter untuk dibawa turun, kami pun segera melangkahkan kaki menuju jalur Dieng yang landai, indah dan menyenangkan. Tunggu cerita selanjutnya ya :D

Saatnya Turun Gunung :D

33 komentar :

  1. Hahahahaha... jadi inegt, mas Anang juga sering diledekin temennya, "gayanya sih kayak anak mapala, tapi kok ranselnya gambar Frozen..." hahahahaha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha iya, kalau sudah bapak-bapak malah justru properti yang dikenakan properti anak-anak :D

      Hapus
  2. Wohaaa anak wedoknya cantik sekaliiiiiiiiiiiiii. Chilaaaaa salam kenal dari Ateeee :*
    Ayoookk main ke Semaraaang

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. hihi...iya Mbak, berempat dengan Jerry, bonekanya Chila :D

      Hapus
  4. Jadi, Agustus-an di gunung nih kak Lina, hehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Qaqa Eqi :D pengennya Agustusan di Thailand tapi tak jadi. Baru pengen loh pengen aja :D

      Hapus
  5. rame sekali yaaaaa
    nggak kayak yg di film2
    biasanya tendanya cuma punya dia
    hahhaha ,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang nggak lagi Mbak. Hampir semua gunung penuh tiap week end dan libur nasional. Susah cari tempat sepi di gunung sekarang.

      Hapus
  6. kalau ajak Aim ke gunung bisa-bisa dia kabur dan nyasar entah kemana. dia suka sekali kalo diajak main tenda-tendaan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha...coba Aim diajak ke Gunung Prau ini, surga deh segitu banyak tenda yang bakal Aim masukin :D

      Hapus
  7. Chila umur berapa ya, kok asyik banget diajak traveling :)

    BalasHapus
  8. itu puncak Prau apa pasar tenda? Duh belum kesana sudah rame gitu.

    Di pantai maupun gunung Wajib pakai Sunblock

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha...iya kayak pasar tenda ya Mbak. Kalau pulkam lagi mampir mbak, sayang banget tinggal beberapa kilometer saja pun :D

      Hapus
  9. Chila hebat ya mb... Kecilnya aja dah biasa bgt naik-turun gunung, gmn gedenya nanti..?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mudah-mudahan pas besarnya nanti tidak sering-sering naik gunung mbak, khawatir saya :D kecuali saya menyertainya.

      Hapus
  10. Waaah dd chila pinjam dong bonekanyaa :-D
    kereen yaa memiliki keluarga ya senada sSeperti ini .. bisa refreshing bareng dengan berjuta cerita...

    Salam kenal yaa bunda Chila dari Mutyiah di surakarta :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga Mbak Mutyiah, terima kasih atas kunjungannya :D

      Hapus
  11. wah rame banget mak campsitenya! sekarang orang udah berbondong-bondong naik gunung yaa. Dulu naik gunung tuh kedengarannya serem banget, sekarang mah udah kayak piknik di taman heheheh...
    btw. Dek chila kuat banget yah makk hehehe... aku waktu kecil mana ngerti naik gunung :DDD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mak, nggak berasa lagi seremnya naik gunung saking ramenya :D

      Hapus
  12. Aduuuhhh tante kalah lqgnih ma chila..keren ajah udah naik Prau.. lain x kita muncak bareng yuk..sama nadia juga. Pasti semangat dia kalo ada temennya.:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo Kak Nadia, kapan ya kita jalan bareng. Rinjani yuk Kak Nad!

      Hapus
  13. Wah rame pake banget ya Gn Prau di acara 17an begini, belum kesampaian dari dulu mau kesini.

    Liat post ini terutama anak nya yang sudah kuat untuk hiking jadi motivasi saya buat kesini secepat nya hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Segera Mas sebelum Prau pindah lokasi haha

      Hapus
  14. Waduh itu malah kayak lautan tenda begitu ya.........

    BalasHapus
  15. Fotonya bagus-bagus mbak. Itu foto berdua Chila paling jempol. Bonekanya sama dengan boneka punya anakku. Tendanya rame banget. Keren mbak Lina selalu mendaki bareng keluarga :)

    BalasHapus
  16. ini pas musim kemarau2nya yaa mba Lina?. Itu puncak gunung apa pasar malem >.<

    Kemarin pas naik musim hujan, tenda cuma 4 yg camp di puncak

    BalasHapus
  17. Daaannn ... Chilla pun memakai rok jeans cantik seperti ibunya ketika me daki gunung. Hehehe

    BalasHapus
  18. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita