Serunya Bersepeda Menyusuri Pulau Lingga Sang Bunda Tanah Melayu

Gunung Daik Lingga
Daik, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau

Selain di Batam dan Bintan, saya belum pernah bersepeda jauh keluar dari dua pulau ini. Selain fakir cuti, belum tentu keluarga mengizinkan saya sepedaan jauh-jauh sendirian. Terutama urusan mengantongi izin dari Chila, gadis cilik semata wayang yang bahkan kalau saya telat pulang sepedaan keliling kompleks saja marahnya minta ampun. Sebaliknya, Ayah Chila sendiri sering setuju dan selalu mendukung semua kegiatan saya selama hal itu membuat senang dan bahagia. Alhamdulillah.

Namun entah kena angin apa saat libur imlek Februari lalu, Chila mendadak membolehkan saya touring bersepeda ke Pulau Lingga. Pulau yang terletak di bagian selatan Provinsi Kepri ini dikenal dengan julukan Bunda Tanah Melayu. Pulau yang menyimpan beragam khazanah dan sejarah budaya Melayu Kerajaan Riau Lingga yang masih dapat kita saksikan peninggalannya melalui situs-situs dan museum.


Oh ya, sebelum lanjut cerita, teman-teman sudah tahu belum dimana letak Pulau Lingga ini? Kalau belum, yuk kita cek google map sama-sama.


Sudah tahu letaknya dimana kan? Secara administratif Pulau Lingga berada di wilayah Kabupaten Lingga dengan ibukota kabupatennya adalah Daik. 


Saya dengan Rina Sandra pemilik blog Jalanrina.com sudah berencana untuk melakukan touring sepeda ke Pulau Lingga. Di hari keberangkatan, kami janjian bertemu di depan loket penjualan tiket ke Pulau Lingga di Lantai 2 Pelabuhan Telaga Punggur Batam.


Sepeda kami bawa masuk ke dalam bangunan pelabuhan. Ketika petugas memberi pengarahan kepada semua calon penumpang agar menuju dermaga, Kami diarahkan untuk turun ke lantai 1 dan melewati ruangan jalur porter. Disarankan melalui jalan ini karena sepeda tidak bisa melalui eskalator.


Hari itu, kapal yang kami naiki sarat penumpang. Wajah-wajah bermata sipit namun berkulit sawo matang yang hendak berkumpul dengan keluarganya di pulau-pulau di wilayah Kabupaten Lingga tampak sumringah. Pakaian berwarna terang, merah, dan juga batik, sangat serasi dengan warna hari itu yang sungguh cerah berseri. Ah semoga saja sampai sore menjelang maghrib nanti kami dihadiahi langit dan cuaca yang baik ini.

Suasana dalam speedboat

Pukul 09.40 WIB, speed boat yang kami tumpangi berangkat. Makin lama makin melesat bak anak panah yang dilepaskan dari busurnya. Syukurnya, ombak tidak terlalu kuat sehingga dalam waktu 1 jam saja speed boat kami telah menepi di Pulau Benan. 10 menit berhenti untuk menurunkan dan menaikkan penumpang, kapal kembali melesat mendekati perairan Lingga. Namun sebelum mencapai Lingga masih ada 3 perhentian lagi yang akan disinggahi, yakni Pulau Senang, Tanjung Biru, Rejai, dan akhirnya sampailah di Pelabuhan Sei Tenam, Lingga.


Pukul 12.40 WIB kapal merapat di dermaga Sei Tenam. Kami langsung menuju kantin pelabuhan untuk makan siang. Harga seporsi mie rebus untuk makan siang saat itu mencapai Rp 15.000. Lumayan lebih mahal dibandingkan dengan Batam. 


Insiden Kecil

Sekitar pukul 2 siang, kami memulai perjalanan gowes menuju Daik. Baru saja beberapa puluh meter sudah dihadapkan dengan tanjakan. Hikss. Entah karena badan saya belum panas (emangnya mesin ya kudu dipanaskan haha), atau memang dengkul dan nafas sudah tidak kuat lagi, perasaan saya sepeda ini kok berat banget. Saat saya ceritakan kepada Rina, tiba-tiba dia bilang kalau ada yang nyangkut di rantai sepeda saya. Saat diperiksa, ternyata ada strap action cam yang sejak dari rumah tadi pagi hilang padahal sudah saya cari-cari kesana kemari. Strap action camp ini tersangkut di RD (rear derailleur) yang berfungsi memindahkan rantai dari satu posisi ke posisi lain. Loh kok bisa nyasar ke RD ya? Nggak habis fikir. 

Dengan agak takut-takut, saya dan Rina mencoba melepas strap keluar dari rantai. Setelah kurang lebih 10 menit berhasil juga. Namun setelah strap terlepas, dan gowes dilanjut, rantai sepeda terdengar bunyi-bunyi kasar sekali. Mengganggu banget. Selain itu jadi tidak bisa pindah gigi. Khawatir kenapa-kenapa, kami berhenti dan mengutak-atik bagaimana agar rantai tidak bunyi-bunyi. Alhamdulillah setelah hampir 1 jam pertama berhenti-berhenti, sepeda saya agak mendingan bisa melanjutkan perjalanan.

Jalan Sei Tenam - Daik Lingga

Kontur jalan dari Pelabuhan Sei Tenam menuju Daik cenderung menanjak dan menurun. Sesekali menemukan dataran namun tidak lama kemudian menanjak lagi. Pyuuuh. Karena masih belum bisa ganti gigi, dan menempuh tanjakan dengan gigi 3 adalah hal yang sangat mustahil bagi dengkul dan nafas saya, maka berkali-kali saya berjalan kaki dan mendorong sepeda. Saat mencapai puncak tanjakan, langsung gowes lagi karena setelah itu tentu turunan menanti. Ah bahagia banget menemukan jalan yang menurun itu. Surga rasanya haha. Apalagi angin berhembus lembut dan langit teduh sepanjang perjalanan. Alhamdulillah.

Ladang sahang

Hampir 3 jam mengayuh pedal sepeda, di kanan kiri jalan hanyalah terdapat hutan dan ladang merica atau penduduk setempat menamakannya dengan sebutan sahang. Sesekali tampak bukit dan lereng. Namun pemandangan yang membius sepanjang perjalanan ini tiada lain hanyalah pemandangan Gunung Daik dan Gunung Sepincan di kejauhan. Semakin dekat dan semakin tampak jelas pesona keduanya. Berkali-kali kami berhenti untuk mengambil foto kedua gunung ini.

Jalan mulus dan sepi


Desa Pertama

Pukul 5 sore kami tiba di Desa Resun. Desa pertama yang kami temui dalam perjalanan ini. Lega rasanya menemukan kehidupan kembali. Setelah menempuh perjalanan yang sunyi sepi nyaris tak ada satu orang pun yang dapat kami tegur dan kami sapa. Hanya angin, ranting dan dedaunan saja yang menyapa dengan caranya.

Setelah Resun, perjalanan berlanjut hingga melewati Desa Panggak Darat. Di desa ini terdapat pintu masuk menuju kedua gunung yang sepanjang perjalanan terus kami pandangi. Yakni Gunung Daik dan Gunung Sepincan yang lebih dikenal penduduk dengan sebutan Bukit Permata.




Lembayung mulai berkibar di balik Gunung Daik. Hampir 32 kilometer perjalanan kami tempuh tatkala berjumpa dengan seorang ibu-ibu yang baik hati yang mau menunjukkan dimana letak penginapan murah yang dapat kami inapi. Alhamdulillah tiba di Daik dengan selamat.


Tiba di Daik Ibukota Kabupaten Lingga

Senja itu, Daik teramat tenang dan damai. Tak jauh berbeda tatkala senja menyapa 12 tahun yang lalu. Dimana kisah petualangan saya bersama beberapa orang sahabat bermula. Kini, di kota kecil ini, tidak banyak hilir mudik kendaraan bermotor walaupun sudah didaulat menjadi ibukota kabupaten. Meskipun infrastruktur banyak dibangun, kantor pemerintahan banyak didirikan, namun suasananya masih saja sama. Langit biru nan pekat, awannya pun masih putih melekat, berselimut hutan serta gunung yang masih lebat.

Suara adzan maghrib berkumandang tatkala kami tiba di penginapan. Alhamdulillah, kurang lebih 39 kilometer perjalanan ini kami tempuh dan tiba tepat waktu sesuai dengan apa yang direncanakan.

Penginapan murah di Daik Lingga
Penginapan Cahaya Alam 

Kami menginap di Penginapan Cahaya Alam. Meskipun penerangan kamar agak kurang terang, kami bersyukur mendapatkan kamar murah seharga 100 ribu per malam sehingga kami yang kelelahan tidak harus membuka tenda untuk bikecamping. Meskipun rencana semula adalah seperti itu, berbagai pertimbangan seperti bagaimana buang air dan mandi menjadikan bikecamping alasan terakhir jika kami tidak menemukan hotel atau penginapan sama sekali di sini.


Note: Untuk ongkos dan harga-harga akan segera di-update menyusul ya.

42 komentar :

  1. murah banget ya 100rb permalam, bisa lah bagi 2.. trus kasurnya gimana teh ? apa dapat 2 juga ?

    BalasHapus
  2. Seru dan bikin pengen kalau tiap baca tulisan Teh Lina gowess..hihi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo ikut gowes kemana gitu biar rame kita :D

      Hapus
  3. Ah lingga, di situ waktu seperti berjalan lambat karena hening. Tpi panorama alamnya bgus, sudah sepatutny kita kabarkan sebgai tempat yg layak didatangi di kepri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mer. Karena kita tidak terburu-buru, maka waktu di sini berjalan seakan lambat sekali.

      Hapus
  4. Tadi ngobrol ama Adam. dia mengagungkan sekali keindahan daik.. ternyata liat foto2 kak Lina, indah banget yak.

    Tp utk traveling sepedaan kesana sik, aku ga kuat ih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Chay, indah ternyata Daik itu. Rina aja nggak nyangka kalau pemandangannya bergunung dan berbukit.

      Hapus
  5. lengang kali ya Lingga. Segera cari bengkel sepeda teh, supaya sepedanya bisa dicek dan diperbaiki. Lain kali sebelum jalan, ada baiknya cek sepeda dulu teh... Saya kok ngeri yaa liat jalanan sepi gitu, untung ada kak rina, kawan seperjalanan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebelum berangkat malamnya udah rapi-rapi dan dicek semuanya. Mungkin itu nyangkutnya pas pagi-pagi saat mengangkut ke mobil. Iya nih mau periksa sepeda belum juga pergi ke bengkel.

      Hapus
  6. Seru ya, gowes. Serem teh kalau jadi bikecamping, soalnya Daik kalau malam serem. Pengen aha gowes juga ke sana tapi blm punya sepeda.
    Kalau gowes di Dabo yang ser, katanya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sepi banget di sini. Tapi Insya Allah aman lah kalau di Daik.

      Hapus
  7. Seru ya, gowes. Serem teh kalau jadi bikecamping, soalnya Daik kalau malam serem. Pengen aha gowes juga ke sana tapi blm punya sepeda.
    Kalau gowes di Dabo yang ser, katanya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengen juga gowes di Dabo. Ke sana ah kapan-kapan.

      Hapus
  8. Wessss mantabbbb.... Ini mengikuti jejak nya mas Robi Bintan... Luar biasa. Alamnya segarnya teh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah fresh banget di sini Mbak. Waktu seakan berhenti saking tenangnya.

      Hapus
  9. Kereen banget
    Kuat banget. Saya baca aja capek
    Kebayang sy yg ngayuh sepeda hahaha
    Tp jd pengin ke lingga tp motoran hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha. Naik sepeda itu gak capek kok ciyus. Yang capek itu saat ketemu tanjakan doang.

      Hapus
  10. Cuma bisa huahuahuaaaaaaaaaaa kalau baca soal Kepri sih. Bagus bangeeeeet

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anambas, Natuna, Lingga semua di Kepri Sil. Sini balik Batam lagi. Jelajahi yang belum.

      Hapus
  11. Baru kali ini dengar nama Pulau Lingga.. Pingin juga sesekali ikut perjalanan naik speedboat di Kepri. Seru banget mbaa, apalagi sepedahan di sana ya. Jalannya masih sepi bangeeet.. Tapi aku enggak kebayang naik sepeda sampai 3 jam.. hihi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pulau Lingga malah terkenal dahulu Mbak sebagai salah satu kesultanan Islam semasa pemerintahan Hindia Belanda.

      Hapus
  12. Aih, suamiku harus baca ini karena dia penggemar sepeda. Senangnya jika bisa menyusuri pulau dengan ara ini karena unik mba. Tak sabar mba buat menunggu internary dan harga2nya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah suami Mbak Alida goweser juga ya. Coba touring ke pulau-pulau di Kepri gitu Mbak.

      Hapus
  13. Ini namaku lingga..heheehee..mba kuat bgt sepedahan begitu..aku kurang olah raga sepertinya..baru muterin kompleks udah tepar. Wah penginapannya jg murah ya..seru bgt..ditunggu apdet biaya2nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah masih kuat. Usia saya kan mulai beranjak senja jadi kudu banyak olahraga biar kuat menghadapi masa tua haha.

      Hapus
  14. Seru banget perjalanannya. Daerahnya masih asri dan bersih. Senang ya jalannya mulus. Di tempat saya Cianjur, boro2 diaspal, jalannya seperti sungai kering. Kalau sepeda an gak bakal jalan kecuali ditenteng sepedanya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wakakak si Teteh. Soalnya di sini pemerintahnya aware banget Teh. Membangun infrastruktur secara serius malah saking seriusnya anggarannya sering minus hehe.

      Hapus
  15. wah aku jadi kangen kepri.. dulu pernah kesana sekali. dari kabupaten siak jauh gak ya ini?

    BalasHapus
  16. Tulisanku bagian 2 nggak selesai-selesai, gimana rencana gowes ke karimun ama Robbi? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayolah kapan kita ke Karimun? Berangkat Sabtu pulang Minggu aja terkejar kok.

      Hapus
  17. Mau dong mba ajakin touring pakai sepeda :D Cita-cita banget ih touring pakai sepeda tapi sepeda lipat aja cukup kan ya buat medan apapun ?

    Lingga nih disebut-sebut tour guide waktu main ke Bintan, wajib didatengin katanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ini must visit karena tempatnya bersejarah banget.

      Hapus
  18. Wah ini olah raga sekalian lihat2 pemandangan sekeliling yang keren banget, haha... Lokasinya cukup tenang ya, Mba. Jadi muka nggak kena debu deh. Nice, Mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Alhamdulillah dapat dua-duanya. Ya olahraga ya piknik juga.

      Hapus
  19. Jalan sepi,mulus wow.....

    Siapa yang tidak tergoda

    Tp dengan kondisi situasi seperti itu ttp aman kan mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah di sini aman terkendali :D

      Hapus
  20. Wah ternyata mbak Lina suka bersepeda ya?
    Serunya bersepeda menyusuri pulau, kebayangan anginnya kenceng tapi nyegerin yak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Menjadi pesepeda itu keinginan masa kecil yang baru bisa terlaksana beberapa tahun belakangan saja.

      Hapus
  21. Wah mbak Lina suka sepedaan dan touring ya. Aku belum pernah touring sampai ke daerah-daerah begitu hehehe. Someday pengen sih hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini baru aja bisa keluar Batam Mbak. Jarang-jarang sih karena belum punya waktu dan izin dari keluarga.

      Hapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita