Menyusuri Selat Lampa dan Pulau Setanau Natuna

Perbukitan yang menghijau oleh pepohonan dengan tajuk yang tinggi, tampak anggun dan mengagumkan. Jalanan yang kami lalui, meliuk menyisir perbukitan itu dari samping kanan. Sesekali lautan biru yang membentang di sisi kiri jalan tampak mempesona dari balik pepohonan. Entahlah, tiada kata yang tepat yang dapat mewakili perasaan saya saat menyaksikan bukit-bukit di sepanjang pesisir Selat Lampa Pulau Natuna ini. Sesekali mulut menguncapkan kata "wow" tanda takjub yang tak berkesudahan.



Pagi itu, saya dan teman-teman baru saja tiba di salah satu selat terjauh dengan ibukota Jakarta. Selat yang jaraknya malah lebih dekat dengan Pahang Malaysia dan Ho Chi Minh City di Vietnam. Dari Selat ini, perjalanan kami ke sebuah pulau yang disebut Pulau Setanau akan bermula.

Kapal-kapal berbendera Vietnam tampak terdiam di sekitar selat. Sebuah mobil berjeruji, tampak mengangkut beberapa orang yang mirip seperti tahanan. Kabarnya mereka adalah para nelayan Vietnam yang tertangkap melanggar batas teritori karena dengan sengaja mengambil ikan di perairan Natuna. 

Dengan menyewa kapal warga, siang itu kami berlayar menuju ke Kecamtan Pulau Tiga. Untuk terlebih dahulu menyambangi Pulau Setanau.

Selat Lampa Natuna
Menuju Pulau Setanau, saat cuaca masih bersahabat

Ombak yang semula tenang mendadak bergolak kencang. Saya dan rombongan yang menaiki kapal kayu besar, baru saja merapat di dermaga Pulau Setanau. Namun, tiba-tiba angin berhembus kencang dan laut bergejolak dengan permukaan seperti air yang mendidih. Satu per satu kami mendarat di dermaga dan berjalan kaki ke  arah pantai. Sementara angin mulai berhembus kencang menerbangkan dedaunan yang tergeletak di pasir.

Tak berapa lama, sebuah kapal kecil merapat dan para penumpangnya segera bergabung dengan kami. Mereka adalah para mahasiswa UGM yang sedang melakukan praktik kerja lapangan atau dulu sering disebut Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mereka ditempatkan di Pulau Tiga, pulau yang tepat berhadap-hadapan dengan Pulau Setanau ini. Duh saya mendadak iri terhadap mereka. Bisa melakukan praktik lapangan di pulau-pulau sekitar Natuna yang indahnya tak terukir kata-kata.

Pantai di Pulau Setanau ini sungguh unik. Menjorok ke tengah laut seperti tanjung. Bentuk pantainya, meliuk mengikuti arah arus dan ombak. Meskipun langit tampak kelabu, warna laut di perairan Pulau Setanau tampak biru menghijau.

Angin makin berhembus kencang menbawa titik-titik hujan yang dalam beberapa detik saja sudah menderas bagai air terjun yang ditumpahkan langsung dari langit. Karena kapal kecil yang paling dekat dalam jangkauan, saya bersama 2 teman  dan 2 mahasiswa serta juru kemudi kapal, segera menaiki kapal kecil. Tidak mudah menaikinya karena hujan dan ombak seakan bekerja sama untuk membuat kami kelimpungan. Basah kuyup dalam terpaan hujan angin yang sungguh membuat ciut nyali.

Dalam hantaman ombak yang cukup tinggi, kapal kami melaju menuju Pulau Tiga. Dan dalam waktu kurang lebih 15 menit yang menegangkan, akhirnya, kami merapat ke dermaga Pulau Tiga. Sementara kapal kayu besar yang diisi oleh teman-teman lainnya belum juga sampai. Membuat kami waswas dan curiga.

Alhamdulillah sekitar 5 menit kemudian kapal besar merapat, namun ada 3 orang lagi teman yang tertinggal di Pulau Setanau. Kemungkinan karena ada teman yang sangat ketakutan menyaksikan laut yang seakan mengamuk. Hingga ia urung melangkahkan kaki ke kapal dan ia memilih putar balik kembali ke pulau. Ombak yang bergejolak dan hujan angin yang begitu kencang cukup membuat ciut nyali siapa pun.

Sekitar 1 jam kemudian, teman-teman yang tertinggal di Pulau Setanau akhirnya datang berkumpul juga dengan kami semua. Syukur Alhamdulillah. Ombak tinggi pun mulai mereda, angin sudah tenang, hanya hujan yang tertinggal dengan menyisakan gerimis.

Kami berkumpul dan berteduh di rumah salah seorang tokoh yang dituakan di Pulau Tiga. Di sana pulalah, anak-anak UGM menginap dan menjadikan rumah ini sebagai pusat berbagi tugas dengan rekan-rekannya.

Siang menjelang sore, kami menikmati hidangan khas masakan Pulau Tiga yang lezat dan nikmat. Apalagi kalau bukan sajian menu seafood yang menggoda selera.


Note:
Maaf foto-fotonya belum ditemukan. Kelupaan menyimpan dimana. Semoga saja tidak terhapus.






17 komentar :

  1. OOh, KKN UGM sekarang disana ya..
    Saya yg org Ranai aja belum nyampe ke Setanau..
    kasiaan ya

    BalasHapus
  2. lagi asyik baca eh udah finish aja...gini nih efek baca tulisan blogger traveller papan atas..hehe

    BalasHapus
  3. Wah, menegangkan sekali perjalanannya kak. Alhamdulillah tetap bisa berkumpul bersama lagi setelah badai berlalu..
    Gambar pantainya juga bersih banget, hampir tidak ada sampah plastik..

    BalasHapus
  4. Hiks semoga fotonya gak terhapus, soalnya penasaran.... Natuna itu memang "edan" alamnya ya... kebayang peraduan bukit hijau dengan birunya laut dan cerahnya cuaca, pasti ciamik bangets pemandangannya.....

    BalasHapus
  5. Pengalaman yg seru dan menegangkan bangett ya teehh...hehhee.

    Natuna mmg ga ada matinya, luar biasa indah, masyaAllah

    BalasHapus
  6. Salah satu impian, ingin ke Natuna. Seru pasti naik perahu seperti Mbak Lina menyusuri Selat Lampa terus foto-foto cantik di Pulau Setanau :)

    BalasHapus
  7. NAtuna, indah banget yah. Pengen banget bisa sampai kesana, ber swafoto cantik disana, aaaah semoga segera saya bisa menginjakkan kaki ke Natuna.

    BalasHapus
  8. Paling suka liat foto pantai dengan pasir seperti di foto utama, membius banget ya teh, jadi kangen mantai. Seneng diceritain tentang selat lampa dan pulau setanau, makasih.

    BalasHapus
  9. Selalu iri sama mbk Lina, sudah keliling ke pulau pulau kecil di daerah Batam dan sekitarnya. Termasuk ke Natuna. Sekarang KKN bisa milih tempat yang bagus untuk KKN, sambil menyelam minum air. Sambil KKN sambil explore daerah sekitar.. Nunggu foto fotonya

    BalasHapus
  10. Duh, refreshing banget deh Mbak bisa main-main ke laut gitu. Angin lautnya bikin kita lupa sejenak segala kesusahan. Hehehehe, btw, aku udah lama gak ke laut. Kangeeeen sangat. :(

    BalasHapus
  11. Hai mbak Lina, saya Lina juga 😁

    Ya Allah ikut tegang rasanya kalau ada yang terjebak badai di laut yaaa, alhamAlhamdul pada sehat semua.. itu foto pantainyaaaa bikin mupeng menyusur disana 😁

    BalasHapus
  12. Paling suka dengan petualangan dekat air begini
    Apalagi jika perginya dengan kesayangan hati
    Setiap detik terasa bermakna sekali
    Terukir jauh di lubuk sanubari

    Duhai Mba Lina pintar sungguh merangkai kata
    Aku terhanyut serasa ikut bertualang juga
    Kadang kala aku mengulang-ulang membacanya
    Takut terlewat makna yang tersirat di sana

    BalasHapus
  13. Mba Lina ini lho.. bikin saya kepingin aja aja jalan-jalan di selat atau naik kapal gitu.

    Tapi Mba Lina enggak mabok laut ya? Kalau saya pas ombaknya gak stabil dan membuat kapal bergoyang-goyang, bisa-bisa saya mabok laut dan panik...

    BalasHapus
  14. Menyusuri baris demi baris denga dag dig dug ngebayangin betapa angin dan hu
    jan menyebabkan ombak seolah mengamuk. Lina memiliki tekat dan keberanian yg luar biasa.

    BalasHapus
  15. MasyaAllah tempat yang kamu kunjungi selalu keren BUnd. Mupeng, ajak aku main ke selat Lampa dan Setanau bund. hehehe pengen pepotoan di sana.

    BalasHapus
  16. Aku membayangkan hantaman ombak itu udah deg-degan mbak, dasar anaknya penakut banget aku nih dengan ombak hehe makanya nggak berani naik kapal besar.

    BalasHapus
  17. Membaca tulisan mba lina membuat aku menghayal turut menjejakkan kaki di sana. Semasa kuliah dulu aku punya teman di natuna, dari dia ku dapat cerita keindahan natuna. Semoga foto2nya aman ya mbaak, penasaran mo liat foto2 lainnya.

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita