Ada buaya mati tersengatPaus beluga hanyalah komaCagar budaya Pulau PenyengatHarus dijaga dengan seksama
Ada buaya mati tersengat
Paus beluga hanyalah koma
Cagar budaya Pulau Penyengat
Harus dijaga dengan seksama
Perahu kayu (pompong) |
Siang itu langit tampak membiru, berbalut awan putih yang berlapis tipis laiknya sehelai sutera yang menutupi wajah sang jelita. Menawan seperti sapuan kuas yang menggoreskan nokhta-nokhta lukisan di ketinggian. Mencipta bahagia pada wajah saya dan rekan-rekan yang melangkah dengan derap kaki menuju pelabuhan di tepi Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Kecipak ombak mengayun dan menghempas perahu-perahu kayu yang tertambat di ujung dermaga. Mencipta simfoni yang memecah sunyi. Mengalunkan irama yang serupa dari masa ke masa. Semenjak sebelum hadirnya Kesultanan Riau Lingga atau berkuasanya Hindia Belanda hingga lahirnya Indonesia.
Perahu kayu yang kami tumpangi melaju menuju Pulau Penyengat. Pulau yang menyimpan segudang bukti sejarah yang nyata dimana Kesultanan Riau Lingga pernah bertahta dan berkuasa di sana. Pulau yang menjadi lambang cinta Sang Raja yang menjadikan pulau ini sebagai mahar pernikahannya kepada Sang Belahan Jiwa.
Sepuluh menit berlalu, kapal kayu yang kami tumpangi merapat di dermaga Pulau Penyengat. Penyebrangan ini mulus nyaris tanpa hantaman ombak yang berarti. Kami melangkahkan kaki menuju pelantar beton yang lantai dan atapnya telah disulap menjadi semakin cerah dan warna-warni. Agaknya, ia pun turut larut dalam tuntutan zaman yang semakin berkembang. Namun tanpa melupakan warna-warna dominan yang biasa digunakan Suku Melayu dalam berbagai ranah kehidupan, seperti warna kuning, merah, hijau dan biru.
Papan berisi pantun-pantun penuh nasihat kami jumpai bergantungan di atap-atap pelantar. Sambil pengunjung berjalan menuju daratan, pantun-pantun tersebut mengiringi dan mengingatkan secara halus kepada setiap orang yang melaluinya, supaya lebih mawas diri dan hati-hati. Beberapa pantun tersebut diantaranya:
Pecah lancang kita sadaikanSupaya Lancang tidak melintangPetuah orang kita sampaikanSupaya lisan tidak berhutang
Anak Nelayan naik perahuPergi berlayar sampai ke PerapatJangan bosan menimba ilmuKarna ilmu sangat bermanfaat
Di ujung pelantar, sepeda-sepeda berhiaskan bunga-bunga cantik menyambut kami dengan aneka warna. Kalaulah saja berkunjung ke pulau ini dalam keadaan menyendiri, tentu saya lebih memilih untuk menyewa sepeda di tempat ini. Menyusuri jalan-jalan di Pulau Penyengat yang lengang dan sepi, dihiasi rimbunnya pepohonan yang menaungi tentu akan lebih bermakna dan membumi. Mengingat Pulau Penyengat tidak terlalu luas sehingga bisa dijelajahi hanya dengan menggunakan sepeda saja.
Pulau Penyengat, Sebuah Mahar untuk Sang Engku Puteri Raja Hamidah
Pelantar Pulau Penyengat |
Mengingat akan Pulau Penyengat, tentu kita tak kan pernah lupa kepada jasa Sang Pujangga yang juga ulama, Raja Ali Haji yang lahir dan besar di sana. Beliaulah yang telah menyusun tata bahasa kesusasteraan Melayu sehingga menjadi cikal bakal lahirnya Bahasa Indonesia. Selain itu ia mencipta maha karya berupa kumpulan nasihat yang bertajuk Gurindam Duabelas yang masih dapat kita baca dan senandungkan hingga sekarang. 12 pasal pepatah tentang arti hidup dan kehidupan. Tentang bagaimana bersikap kepada Sang Pencipta juga kepada sesama manusia. Tentang bagaimana bersabar, menahan amarah, beribadah dan beramaliyah.
Selain menjadi awal berkembangnya Bahasa Indonesia, di Pulau Penyengat ini jugalah, bukti sejarah kejayaan Kesulatanan Riau Lingga terwujud nyata. Menyimpan begitu banyak khasanah budaya Melayu yang luhur dan bijaksana. Tersimpan juga bukti-bukti perjuangan Sultan dan rakyatnya saat melawan penjajahan. Menjadikan Penyengat sebagai wilayah pertempuran yang kelak memaksa Sultan meninggalkan pulau karena khawatir akan keselamatan penduduknya.
Pintu Gerbang Pulau Penyengat |
Memiliki luas lahan 94 hektar, Pulau Penyengat terbagi menjadi enam kampung yaitu Kampung Jambat, Kampung Balik Kota, Kampung Datuk, Kampung Baru, Kampung Bulang, dan Kampung Ladi. Sedangkan untuk pembagian wilayah dalam rukun warga dan rukun tetangga terdiri dari 5 RW dan 11 RT. Titik tertinggi Pulau Penyengat terdapat di Kampung Jambat dan Kampung Bulang yakni sekitar 50 meter di atas permukaan laut.
Ada begitu banyak situs dan peninggalan yang dapat kita saksikan dan telusuri di Pulau Penyengat ini. Puluhan jumlahnya dan tersebar di seantero pulau. Karena hal itulah Pulau Penyengat kemudian dinobatkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional sejak April 2018 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Termaktub dalam lembar Keputusan Menteri No.112/M/2018 tentang Kawasan Cagar Budaya Pulau Penyengat sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional.
Barangsiapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barangsiapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Kawasan Cagar Budaya Pulau Penyengat Kota Administratif Tanjungpinang, berada di kawasan daratan pulau seluas 94 hektar. Pulau ini ditetapkan oleh Walikota Tanjungpinang dan juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai satuan ruang geografis Cagar Budaya yang terdiri dari klasifikasi bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya.
Pulau Penyengat memiliki 46 buah peninggalan yang telah didaftarkan sebagai Benda Cagar Budaya. Keberadaan ke-46 benda cagar budaya ini tersebar hampir di seluruh kawasan pulau. Benda Cagar Budaya tersebut dalam arti benda yang mempunyai dimensi sehingga dapat dipegang dan diraba. Situs-situs yang menjadi Benda Cagar Budaya di Pulau Penyengat tersebut adalah:
1. Gedung Hakim
2. Gudang Mesiu
3. Gedung Tabib
4. Masjid Raya Sultan Riau Penyengat
5. Rumah Raja Daud
6. Perigi Puteri
7. Istana Bahjah dan Taman Pantai
8. Benteng Bukit Kursi
9. Benteng Tanjung Nibung
10. Benteng Bukit Penggawa
11. Kubu Pertahanan
12. Kolam Kecik/Raja Musa
13. Kompleks Makam Aceh (Makam Puteri Puteh)
14. Kompleks Makam Baqa
15. Parit Kuno
16. Perigi Sulu
17. Perigi Tua 1
18. Perigi Tua 2
19. Perigi Tua 3
20. Perigi Tua 4
21. Perigi Tua 5
22. Perigi Tua 6
23. Perigi Tua 7
24. Perigi Tua 8
25. Perigi Tua 9
26. Perigi Tua 10 (Sisi Barat Daya Masjid Raya Penyengat)
27. Tapak Dermaga Lama
28. Tapak Dermaga SUltan Sisi Selatan
29. Tapak Istana Kuning
30. Tapak Istana Laut
31. Tapak Istana Raja Marewah
32. Tapak Percetakan Kerajaan dan Rusydiah Club
33. Tapak Rumah Engku Embi
34. Tapak Dermaga Lama
35. Perigi Kursi
36. Istana Kedaton
37. Istana Ali Marhum Kantor
38. Istana Engku Bilik
39. Kompleks Makam Embung Fatimah
40. Kompleks Makam Raja Abdurrahman
41. Kompleks Makam Raja Haji Fisabilillah (YDMR IV)
42. Kompleks Makam Raja Jafar (YDMR VI)
43. Makam Datuk Ibrahim
44. Makam Datuk Kaya Mepar
45. Makam Habib Syeikh bin Habib Alwi Assegaf
46. Kompleks Makam Engku Puteri Raja Hamidah
Dari ke-46 ini yang akan saya terangkan hanyalah beberapa situs saja berhubung keterbatasan informasi dan literatur yang saya punya. Beberapa situs dari ke-46 ini yang paling terkenal dan dikenal oleh masyarakat Kepri adalah Masjid Raya Sultan Riau, Istana Kantor, Balai Adat, Bukit Kursi, Rumah Tabib, Gudang Mesiu, Makam Raja Abdul Rahman dan Makam Engku Puteri Raja Hamidah.
1. Masjid Sultan Riau Penyengat
Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat |
Sisi Kanan Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat |
Nuansa kuning yang menandakan warna khas Melayu mendominasi bangunan Masjid Sultan Riau Pulau Penyengat ini. Posisi bangunan utamanya yang berada beberapa meter lebih tinggi dibanding dengan kawasan sekitar, menjadikan penampakan masjid dari pintu masuk Pulau Penyengat hanya terlihat pagar, tangga dan gerbangnya saja. Padahal jika sudah berada di dalamnya, akan terasa luas, bahkan di halamannya saja terdapat dua buah bangunan pondok yang biasa dijadikan jamaah masjid untuk duduk-duduk menunggu azan tiba.
Masjid Pulau Penyengat mulai dibangun pada 1 Syawal 1249 H (1832), pada masa Raja Abdurrahman Yang Dipertuan Muda VII (Marhum Kampung Bulang) yang memerintah pada tahun 1831–1844 M. Konon, salah satu bahan utama yang digunakan untuk membangun masjid ini adalah campuran putih telur. Di masjid ini, juga menjadi tempat penyimpanan nashkah Al Qur'an yang ditulis tangan dan ratusan naskah kuno lainnya yang berupa kitab.
Mesjid ini memiliki panjang 19,8 meter dan lebar 18 meter di dalamnya ditopang oleh 4 buah tiang beton, dengan tiap penjuru dibangun menara sebagai tempat muadzin (bilal) menyeru adzan. Selain menara, terdapat 13 buah kubah dan 4 persegi, sehingga jumlahnya 17 buah melambangkan banyaknya rakaat sholat sehari semalam.
2. Istana Kantor
Istana Ali Marhum Kantor atau sering disebut Istana Kantor merupakan petilasan atau tempat kediaman Raja Ali bin Raja Jakfar atau yang dikenal dengan gelar Yang Dipertuan Muda VIII Riau Lingga yang pernah memerintah pada tahun 1844–1857. Istana Kantor didominasi oleh warna kuning cerah dengan kubah-kubah atap yang melengkung.
3. Balai Adat
Balai Adat Pulau Penyengat merupakan bangunan yang terdiri dari Balai Adat dan beberapa bangunan kecil di sekitarnya. Balai Adat ini difungsikan sebagai tempat berbagai kegiatan seperti pernikahan, sunatan, musyawarah dan kegiatan kemasyarakatan lainnya. Balai Adat yang berbentuk rumah panggung ini mengusung tema bangunan khas Melayu.Permainan Gasing di Pulau Penyengat |
Di Balai Adat terdapat panggung berhias pelaminan khas Melayu dengan
warna-warna merah, kuning, hijau. Tak lupa saya dan rekan-rekan mencobanya. Selain pelaminan tersedia juga penyewaan pakaian adat Melayu yang dapat digunakan oleh para pengunjung untuk berfoto-foto dengan latar bangunan Balai Adat. Di samping itu, juga terdapat bangunan
Rumah Baca Pulau Penyengat dan peralatan untuk bermain gasing.
4. Benteng Bukit Kursi
Meriam di Bukit Kursi |
Bukit kursi merupakan sebuah bukit yang berada di ketinggian sebuah bukit dengan pemandangan langsung ke laut lepas. Di bukit ini terdapat beberapa meriam yang diletakkan di berbagai penjuru mata angin guna mengintai lawan yang datang dari laut. Benteng-benteng berupa gundukan tanah dan parit tersebar mengelilingi sekitar kawasan bukit, digunakan untuk pelindung para prajurit dari serangan musuh. Posisi bukit yang strategis karena dapat memantau pergerakan musuh dari 360 derajat menjadikan Bukit Kursi ini tempat yang strategis untuk mengintai musuh.
5. Gedung Tabib
Gedung Tabib. Foto: Kamarul Ikram |
Gedung atau bangunan Tabib ini dahulunya merupakan tempat tinggal Raja Daud bin Raja Ahmad bin Raja
Haji Fisabilillah yang juga seorang tabib pengobatan dengan cara-cara Melayu. Beliau juga merupakan penulis
Risalah Ilmu Tabib dan Rumah Obat di Pulau Penyengat. Setelah kesultanan jatuh, jabatan tabib diberhentikan oleh Belanda.
Meskipun sudah lapuk, tidak beratap dan tidak utuh lagi, bangunan Tabib ini sangat instagramable atau instagenic sehingga banyak para pengunjung yang berfoto-foto di lokasi ini. Susunan batu bata yang memerah dan sebuah Pohon Bayan yang merambat di dinding makin menambah suasana unik pada bangunan ini sehingga banyak yang menjadikannya sebagai lokasi untuk prewedding atau berswafoto.
6. Gudang Mesiu
Gudang Mesiu |
Saat menyusuri Pulau Penyengat sendirian karena tertinggal dari kawan-kawan, saya tiba di bangunan yang disebut Gudang Mesiu. Dahulu, bangunan ini digunakan untuk menyimpan mesiu. Pada waktu itu di Pulau Penyengat terdapat 4 gudang mesiu namun tersisa tinggal yang satu ini. Bangunan terbuat dari tembok berbentuk segiempat dengan atap runcing.
7. Makam Raja Abdurrahman
Makam Raja Abdurrahman |
Tepat di atas Gudang mesiu terdapat kompleks makam Raja Abdurrahman. Kompleks makam ini terlihat rapi dengan rumput-rumput yang terpotong pendek. Di kanan kiri makan tumbuh pohon kamboja yang jika musim bunga tiba, tampak berguguran dan memenuhi area sekitar lapangan rumput. Selain terdapat Makam Raja Abdurrahman, di komplkes ini juga terdapat makam lainnya yang tidak disebutkan.
8. Makam Engku Puteri Raja Hamidah.
Engku Puteri merupakan Istri Raja Mahmud Syah yang karenanya beliau dinikahi dengan mahar Pulau Penyengat.
9. Istana Engku Bilik
Istana Engku Bilik merupakan kediaman Tengku Biliki atau Raja Halimah binti Raja Muhamad
Yusuf Al–Ahmadi. Engku Bilik adalah adik dari Sultan Abdurrahman Muazzamsyah, Sultan Riau Lingga terakhir yang memimpin Kesultanan Melayu Riau Lingga pada 1885–1911.
Festival Pulau Penyengat
Dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan ke Pulau Penyengat dan menambah pendapatan warga, Pemerintah Kota dan Provinsi dalam hal ini Dinas Pariwisata yang didukung oleh Kementrian Pariwisata telah beberapa kali menggelar acara Festival Pulau Penyengat. Festival ini juga sebagai alat promosi kepada wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berniat mengunjungi Pulau Penyengat.
Peran Masyarakat dalam Menjaga dan Merawat Cagar Budaya di Pulau Penyengat
Masyarakat baik penduduk asli tempatan maupun para pengunjung sangat diwajibkan menjaga, melindungi, dan memelihara situs cagar budaya yang ada di kawasan Cagar Budaya Pulau Penyengat doantaranya dengan menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai yang hidup dalam masyarakat Pulau Penyengat. Turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan dan turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan hukum.
Selain itu pemerintah juga memberi peran kepada masyarakat unutk berperan serta dalam pengelolaan Wisata Budaya Pulau Penyengat. Peran serta Masyarakat yang dimaksud dapat dilakukan dengan cara menyampaikan informasi yang berkaitan dengan Wisata Budaya Pulau Penyengat, terlibat dalam usaha kepariwisataan, menjaga kebersihan dan kelestarian, mencegah dan menanggulangi kerusakan di kawasan Wisata Budaya Pulau Penyengat dan melaporkan segala tindakan yang berpotensi merusak kawasan Wisata Budaya Pulau Penyengat, juga menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan wisata Budaya Pulau Penyengat;
Pemerintah dan masyarakat bersama-sama menjaga keberadaan cagar budaya ini agar tetap terawat dan lestari hingga ke anak cucu. Dengan merawat dan melestarikan situs cagar budaya ini maka akan terhindar dari kemusnahan. Tidak ada pilihan lain untuk melestarikan cagar budaya kita selain rawat atau musnah.
Bagaimana Cara Menuju Pulau Penyengat?
Jika teman-teman tinggal di luar Provinsi Kepulauan Riau, maka untuk menuju Pulau Penyengat, pertama-tama harus naik pesawat terbang terlebih dahulu menuju Tanjungpinang atau Batam. Ada banyak penerbangan yang berasal dari Jakarta menuju kedua kota tersebut. Setelah itu naik kendaraan umum atau charter menuju pelabuhan penyebrangan ke Pulau Penyengat di tepi Kota Tanjungpinang. Dari pelabuhan ini teman-teman dapat menaiki perahu kayu yang disebut pompong dengan tarif satu kali menyebrang Rp 7.000 (Agustus 2019). Setelah tiba di Pulau Penyengat bisa mengelilingi pulau dengan berjalan kaki atau menyewa bentor, kendaraan bermotor satu-satunya yang ada di Penyengat. Tarifnya Rp 40.000 dan dapat diisi oleh 3 penumpang. Dengan bentor para pengunjung dapat mengunjungi keseluruhan situs kurang dari sehari penuh.Jika ingin menginap di Pulau Penyengat, telah ada penginapan yang terletak tepat di sebrang Masjid Sultan Penyengat dengan harga kisaran 400 rb rupiah. Atau para wisatawan bisa juga menyewa homestay pada masyarakat sekitar Pulau Penyengat.
Simpanan yang indah
Ialah ilmu yang memberi berfaedah
Mengumpat memuji hendaklah pikir
Di situlah banyak orang tergelincir
Pekerjaan marah jangan dibela
Nanti hilang akal di kepala
****
Tahun 2006 silam, ketika mengantar rekan-rekan dari Malaysia untuk berkunjung ke Pulau Penyengat, saya ingat betul bangunan-bangunan di Pulau Penyengat ini hampir tak terawat. Lantai kotor dengan cat bangunan yang terkelupas. Sungguh menyedihkan. Namun beberapa tahun kemudian, dan terakhir tahun 2019 ini, ketika saya berkunjung kembali, saya melihat ada banyak perubahan pada situs-situs yang ada di kawasan Pulau Penyengat. Semakin rapi, bersih dan terawat dengan cat-cat bangunan yang terlihat baru dan segar. Semoga saja kegiatan merawat situs-situs ini tetap terpelihara hingga berganti generasi atau kepemerintahan.
Tulisan yg lengkap informagif lugas dan mengajak kami seolah menyusuri lorong waktu..sukses
BalasHapusBanyak sekali ya jumlah cagar budaya di Pulau Penyegat yang baru kali ini aku mendengar nama pulau ini dan melihata blognya mbak Lina, selalu terhibur dengan pajangan foto-foto kecenya. Btw, itu Gedung Tabib, sudah rapuh ya, padahal dulunya tempat tinggal raja.. kudu dijaga bener itu...
BalasHapusPuingiiinn bisa main ke Pulau Penyengat. Biaya homestay pastinya terjangkau ya Mak
BalasHapusMillenials dan kita semua wajib banget concern akan cagar budaya.
sama2 menjaga dan melestarikan.
ini wujud kebanggaan kita semua sebagai warga yg baik, ya kan?
Khas banget ya mbak warna-warna melayu. Terang benderang. Turut senang siy banyak benda sejarah di pulau penyengat yang masih terjaga, bisa jd sumber belajar di masa depan ya ��
BalasHapusHampir semua bangunannya berwarna kuning ya Mbak? Nembe ngerti kalau Melayu identik dengan warna kuning.
BalasHapuswow banyak banget situs bersejarahnya. suka dengan warna kuning yang 'menyengat' cantik. semoga bisa ajak anak2 berkunjung ke pulau penyengat krna mereka suka banget diajak wisata sejarah dan mengunjungi cagar budaya :)
BalasHapusBagus bagus banget ya, bangunan cagar budaya ini. Mungkin travel harus mengangkat ini, disesuaikan dengan transpot - guide - dan kemudahan saat mengakses lokasi
BalasHapusWah pulaunya kecil cuma 94 hektar tapi daftar list kunjungannya berjibun, memang tempat yang sangat bersejarah sangat layak menjadi cagar budaya. Apalagi bagi bangsa ini yang berutang budi terbentuknya Bahasa Indonesia sebagai bahasan pemersatu.. BTW warna kuning itu emang warna aslinya atau sudah disesuaikan dengan saat ini?
BalasHapusSemua bangunan bersejarahnya memiliki ciri khas warna kuning ya mak, khas warna melayu banget, jadi tertarik nih berwisata ke Pulau Penyengat sekalian mengajarkan anak-anak tentang sejarah budaya Melayu. Tapi kalau ingat Gurindam dua belas, jadi ingat guru Bahasa indonesia saya nih soalnya kami di suruh hapalin itu...hahaha.
BalasHapusAlur ceritanya seru dan informatif bangeeet bund! jadi berasa ikutan menapaki pulau penyengat!
BalasHapusIndah sekali masjid sultan dan istana kantor dengan warna kuningnya bund
Banyak jug aya benda peninggalan yang ada di Pulau Penyengat dan terdaftar juga sebagai benda cagar budaya. Di sana ternyata banyak juga tempat wisata bersejarahnya ya
BalasHapusWarna kuning mendominasi banget, ya. Alasannya hanya karena ciir khas Melayu atau ada arti lainnya?
BalasHapusMasyaa Allah luar biasa Pulau Penyengat ini. Satu pulau jadi wilayah cagar alam seluruhnya. Ada 46 situs pula. Banyak banget. Untunglah masyarakat setempat mempunyai kesadaran merawatnya. Sudah dipercantik pula.
BalasHapusInfo yang lengkap Mbak Lina. Sekalian berkunjung bisa menginap juga ya. Biar puas eksplor Pulau Penyengat yang banyak punya nilai sejarah. Dan selalu suka dengan warna kuning Melayu begini. Cerah sekali
BalasHapusListnya banyak banget cagar budaya di pulau penyengat. Harus dilestarikan banget gk boleh di musnahkan
BalasHapusFoto-fotomu bagus banget mbak, apalagi untuk bercerita tentang cagar budaya dan dukungan gambarnya juga bagus. Semoga tetap terus terjaga ya dan mendatangkan wisatawan yang banyak.
BalasHapusIya, setujuuu!
HapusPokoke baca tulisan ini jadi puingiiin explore pulau Peneyngat
Lengkap banget mbak informasi tentang pulau Penyengat. Saya jadi pengen kesana nih. Semoga pulau Penyengat semakin banyak dikunjungi wisatawan y.
BalasHapusSuka banget membaca artikel ini mbak, jadi seperti diajak berjalan di pulau penyengat dan mengikuti alur sejarahnya. MasyaAllah, cagar budaya seperti ini memang perlu dilestasrikan ya mbak, agar orang di pulau lain bisa mengetahui sejarahnya juga.
BalasHapusKalau melihat postingan tentang Pulau Penyengat, menyesal lagi saya. Dulu pernah tinggal di Pekanbaru dan Minas, pernah ke Batam tapi belum pernah sampai ke Tanjungpinang, apalagi Pulau Penyengat padahal banyak yang menarik ya di sana
BalasHapusWahh pulau penyengat udah ga asing banget pas terakhir dikasih tahu dari teman juga
BalasHapusKhas bangunan dengan cat kuningnya itu, dan banyak tempat cagar budayanya di sana wihh
Semoga pulau penyengat semakin dikenal dan terjaga cagar budayanya
Btw TFS yah mbak
Merujukke definisi,sepertinya Pulau Penyengat ini adalah contoh ttg Kawasan Cagar Budaya ya mba..karena banyak sekali bangunan2 cagar budaya di pulau ini.. pemandangannya pun indah ya..
BalasHapusBagus bagus mbak fotonya ini... Ak termasuk orang yang bisa dibilang jarang banget wisata ke cagar budaya.. Karena nggak semua daerah kayaknya punya cagar budaya yang harus dilestarikan gitu kan..
BalasHapusApa hubungannya Pulau Penyengat dengan Kelurahan Penyengat Rendah tempatku? Btw informatif banget ya, wikipedia kalah jauh 😂
BalasHapusMba Lina selalu mampu menyajikan cerita yang menarik, dengan foto yang cerah dan mampu bercerita. Kudu sering menuliskan cerita tentang peninggalan sejarah setempat nih mbak, selalu kereeen sih tulisannya
BalasHapusternyata banyak yg bisa dikunjungi di pulau penyengat ini Ya kak. benar2 sarat sejarah. dan lagi itu gudang mesiu sudah beneran gak ada isinya kan? takutnya meledak
BalasHapusTernyata banyak juga itus-situs yang menjadi Benda Cagar Budaya di Pulau Penyengat ya, Mbak. Seandainya bisa ke Pulau Penyengat, pasti asyik menjelajasi semua situs di sana.
BalasHapusTulisan Teh Lina selalu menarik, padat informasi yang bernas dan seolah kita sendiri yang datang dan mengunjungi tempat yang ditulis..
BalasHapusBaru tau kalau sastra lama kita cikal bakalnya dari sana mbak.
BalasHapusBtw selama ini kukira pulau Penyengat tuh terkenal krn keindahan alamnya ternyata justru krn di sana banyak peninggalan zaman sejarah ya, cagar2 budaya di sana banyak. Moga2 kelak bisa ke sana aamiin
Alhamdulillah jika dari hari ke hari benda cagar budaya tersebut dijaga kebersihannya sehingga bagus untuk dilihat oleh mereka yang datang untuk menyaksikan sejarah cagar budaya tersebut.
BalasHapuswae kerennn Pulau Penyengat banyak juga ya obyek cagar budayanya... semoga selalu terawat yaaa...
BalasHapusMerawat cagar budaya itu sama juga sama juga mencintai bangsa sendiri ya mbak, karena bagaimanapun juga cagar budaya bagian dari bangsa ini yang harus terus dirawat dan dilestarikan agar bangsa ini memiliki kekuatan salah satunya dengan cagar budaya yang terawat dengan baik
BalasHapusBanyaaak gedung bersejarah yang penuh dengan makna dan cerita masa lalu penuh warna ya mbaa
BalasHapusWah, banyak ya Gacar Budaya di Pulau Penyengat. Ada yang terawat dan ada yang terbiarkan begitu saja. Semoga bisa dirawat dengan baik semuanya. Sayang sekali jika harus rusak atau bahkan punah
BalasHapusMba, aku pertama kali melihat tampilan Pulau Penyengat itu di kartu pos. Ya, gara-gara punya hobi tuker-tukeran kartu pos aku jadi tau berbagai tempat di Indonesia dan dunia. Orangnya sih belum kemana-mana hehehee... Ternyata Masjid Raya ini masuk cagar budaya juga ya. Perlu dirawat bersama dan dijaga keberadaannya agar generasi berikut tidak lepas dari rantai sejarah.
BalasHapusSaya jadi penasaran dengan Pulau Penyengat ini. Ada banyak cagar budaya di sana ya. View nya juga keren-keren jadi pengen bisa liburan ke sana.
BalasHapusSeluas itu yah pulau Penyengat, dibaliknya ada kisah romantis yang membuatku penasaran ingin menelusurinya. BeberapaBeberapa bangunan terlihat sudah berlumut, semoga segera mendapatkan perhatian.
BalasHapusSemoga someday aku bisa mengunjungi tempat ini
Kalau bukan kita yang menjaga cagar budaya, lalu siapa lagi yang merawat sejarah yang memiliki hikmah luar biasa
BalasHapusPulau Penyengat bagaikan museum alam karya sastra pujangga ya mba. Jadi makin pengen kesana misal tahun depan jadi ke Pekanbaru
BalasHapusWaah aku pernah nih ke penyengat. Menarik banget sih, satu pulau isinya cagar budaya melulu. seru aja gitu seharian kelilingin pulau ini.
BalasHapusbenar-benar harus dilesatrikan ini, karena banyak kisah dan sejarah yang perlu generasi mendatang mengerti dan ketahui tentang asal usul bahas indonesia dan melayu
BalasHapusPensaran dengan nama pulau penyengat. Kabarnya, dinamakan pulau penyengat karena banyak serangga penyengat di pulau itu. Bener nggak, Teh?
BalasHapusAlhamdulillah.... Masih banyak yang terjaga.
BalasHapusDi pulau saya, sudah jarang kita temukan peninggalan leluhur.
Paling cuma makam raja saja..
Tahun depan insyaAllah main ke sini. Temenin, ya Teh ;-)
BalasHapusWarna bangunannya benar-benar jadi ciri khas ya, kuning dan hijau. Perpaduan yang serasi. Musti dirawat baik-baik cagar budaya ini.
BalasHapusRunut dan rapi banget Mbak tulisannya. Berasa ikut berda di sana membaca tulisan dan melihat gambar-gambarnua. jadi pengen kesana. Sukaaa.
BalasHapus