Mencari Masjid di Manila & Tersasat di Pemukiman Kumuh


Sepulang dari Fort Santiago yang berdekatan dengan waktu zuhur, Saya dan Reny memutuskan untuk mencari masjid terdekat dengan lokasi tersebut agar kami tenang melakukan aktivitas selanjutnya tanpa harus pusing mencari-cari lagi masjid. Ini di Manila bukan di Jakarta dimana masjid bisa dijumpai dengan mudah dimana pun. Jadi, kami harus lebih peduli dan memperhatikan waktu solat lebih awal agar tidak terlewat.

Peta Fort Santiago dan Masjid Ibrahim.

Ketika mengetik pencarian di google dengan keyword “Mosque near Fort Santiago” muncullah Masjid Ibrahim yang jaraknya sekitar 8 menit dari sana. Maka, ketika sampai di jalan depan pintu masuk Fort Santiago, kami menyewa becak motor atau disebut juga tricycle dan mengatakan kepada pengemudinya untuk mengantarkan kami ke Masjid Ibrahim. Meskipun sedikit ragu, akhirnya dia pun menyanggupi. 

Sepuluh menit berlalu, becak motor yang kami tumpangi hanya berputar-putar saja tanpa menemukan perhentian yang jelas. Menurut google, seharusnya sudah sampai namun ternyata kami malah berada di jalan belakang masjid yang terhalang bangunan-bangunan lain. Si pengemudi lantas menghentikan becaknya lalu turun dan berbicara kepada seorang pengendara motor yang hendak masuk ke area satu bangunan. Bangunan itu dipagar dan dikunci, tidak boleh ada orang masuk sembarangan.

Setelah kembali, becaknya dinyalakan dan kami masuk ke area bangunan terlarang tersebut. Setelah beberapa meter, si pengemudi menghentikan becak lalu menyuruh kami turun dan mematok ongkos dengan harga 35 peso. Dalam kebingungan, kami turun dan mengikuti petunjuk pengemudi untuk jalan terus mengikuti arah kubah masjid. Baiklah, dengan hati gondok kami pun berjalan menyusuri gang-gang sempit diantara bangunan tinggi.

Setelah bangunan bertembok tinggi terlewati, ternyata kami belum sampai juga di lokasi masjid, kami masih harus berjalan menyusuri gang-gang sempit di pemukiman padat penduduk di kawasan Port Area, Metro, Manila. Seketika saya membayangkan kondisi yang sama di tahun 97an ketika saya menyusuri pemukiman padat penduduk di kawasan Setiabudi Jakarta. 

Jangan lupa baca tulisan saya tentang Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah Batam.  

Rumah-rumah dari papan triplek dan kayu, tampak kumuh dengan kain-kain dan spanduk yang menghiasi halaman serta dinding rumah. Ibu-ibu tampak sedang mencuci pakaian di tepi-tepi gang. Mereka menghadap bak besar berisi pakaian kotor yang airnya mengucur ke gang yang kami lalui. Membuat ujung rok saya yang menjuntai hingga ke tanah menjadi basah. Sudah terlambat untuk mengangkatnya. Namun saya tetap melakukannya agar tidak menambah rok lebih basah lagi.

Lingkungan sekitar Masjid. Foto: Dos Ocampo Google Map.

Anjing-anjing berkeliaran di tengah gang. Mengais-ngais sampah, mencari apakah masih ada makanan yang tersisa yang dibuang orang-orang. Kucing-kucing tampak malas melingkar di teras-teras sempit dan di pinggir-pinggir gang. Suara musik dengan bahasa yang tidak kami  mengerti sayup terdengar. Menyaksikan semua itu, Reny mendadak menghentikan langkah dan meminta kami untuk tidak melanjutkan perjalanan menyusuri gang. Namun, saya tetap bersikeras karena sudah dekat. Reny tetap memaksa dan bersikeras bahwa dia tidak mau melanjutkan perjalanan di gang. Saya tanya kenapa, dia bilang dia takut karena lingkungan ini baginya menyeramkan. "Kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, terus gimana dengan nasib anak-anak gue Lina, siapa yang jaga mereka?  Tanya Reny. Ternyata dia merasa insecure karena melihat lingkungan di sana sangat kumuh yang kemungkinan besar banyak tindak kejahatan.

“Gue nggak mau ah, siapa yang jaga anak-anak gue kalau gue kenapa-kenapa?” Reny bersikukuh tidak mau melanjutkan perjalanan yang hanya beberapa meter lagi. “Allah” Jawab saya sedikit tegas. Saya juga menjelaskan bahwa justru lingkungan seperti ini malah membuat saya terinspirasi melihat sisi lain Manila. Ini nyasar yang kebetulan menurut saya karena dapat secara langsung melihat dan mengamati kehidupan masyarakat urban Manila. Saya malah suka blusukan dan nyasar ke tempat seperti ini. Menyapa dan mengobrol dengan warganya. 

Saya bertolak belakang dengan pandangan Reny tentang lingkungan yang sedang kami datangi. Saya merasa senang, sementara Reny merasa takut dan ngeri. Dia bilang selama ini dia kalau pergi-pergi kadang ditemani dan dikawal oleh anak buah abangnya yang polisi. Seketika saya langsung sadar bahwa kami memang berada di dalam dunia yang berbeda. Hahaha. Satu perempuan tukang blusukan ke hutan, gunung serta tempat-tempat kumuh, sementara satu perempuan lagi tukang nge-mall dan shopping. Tapi begitulah pertemanan dan persahabatan, menyatukan hal-hal yang kadang tidak sama bahkan bertolak belakang.

Saya  dan Reny memang benar-benar sahabat. Persahabatan yang sudah teruji oleh waktu. Kami berteman sudah 22 tahun dan pernah melakukan perjalanan bersama-sama ke beberapa tempat. Saya ingat sebuah kisah di masa kekhalifahan Umar bin Khattab dimana seseorang mengaku bersahabat dengan orang yang ditunjuknya. Namun Umar bin Khtattab menyanggahnya. Beliau bertanya apakah ia pernah melakukan perjalanan bersama orang itu. Dan dia menjawab belum pernah. "Berarti kamu bukan sahabatnya." Jawab Khalifah Umar.

Kembali ke gang-gang kumuh yang kami lewati. Karena saya terus saja berjalan, terpaksa Reny pun mengikuti. Beberapa meter kemudian, kami tiba di hadapan anak-anak kecil yang bertelanjang kaki dan  dada yang sedang bermain. Mereka tampak keheranan melihat ada dua orang asing masuk ke lingkungan mereka. Dengan tersenyum saya menyapa mereka dan bertanya kepada salah satunya dimana letak masjid. Seorang anak perempuan berambut ikal dengan mata belo yang bening dan indah kemudian mengajak saya untuk mengikutinya. Dua belokan dari sana, dia  mengarahkan tangannya ke sebuah bangunan yang cukup tinggi yang letaknya terhimpit rumah-rumah warga. Saya lantas mengucapkan terima kasih. Ingin rasanya memberi permen atau apapun keapda anak-anak ini, namun sayang tidak bawa sama sekali.

Masjid Ibrahim Manila. Foto: Dos Ocampo Google Map.

Beberapa pria tampak sedang merenovasi masjid. Melihat kedatangan kami, mereka langsung bertanya ada maksud apa. Setelah saya jelaskan mau numpang salat, Imam Masjid bilang sebenarnya masjid sedang ditutup, namun tidak apa-apa jika kami hendak solat, "Silahkan" Katanya. Seorang bapak lainnya dengan wajah penasaran, bertanya kepada saya siapa teman yang bersama saya. Saya bilang dia teman baik saya dari Jakarta. "She likes an artist." Kata Bapak itu. Hehehe. Iya sih karena Reny memang cantik. Dari penampilan dan wajahnya memang sudah mewakili.

Selesai solat Zuhur dan Asar yang dijamak qosor, kami langsung pergi dan dihantar oleh Si Bapak yang bilang Reny mirip artis hingga ke tepi jalan. Ternyata dekat. Tidak melewati gang sempit yang sebelumnya kami lalui. Jalan itu melewati bagian depan masjid yang ternyata terhubung dengan gang yang langsung menuju jalan aspal. Dari sana kami naik becak untuk mengarah ke jalan besar dan mencegat taksi menuju ke Rizal Memorial Stadium guna menonton Pertandingan Semifinal Sepakbola di Sea Games ke-30 antara Indonesia melawan Myanmar. 

40 komentar :

  1. Seru2 banget deh petualangan Mbak Lina, masya Allah.. Kaya baca kisah petualangan, hehe... Ditunggu kisah2 lainnya ya Mbak

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah, akhirnya bertemu masjid, sekaligus bisa melihat sisi lain kehidupan masyarakat manila ya.
    Jadi ngebayangin adek yg menunjukkan masjid tersebut.
    Perjalanan membuat dua sahabat semakin memahami satu sama lain ya :) .

    BalasHapus
  3. dari deskripsinya aku kebayang film2 telenovela latin yang settingnya di daerah kumuh, dengan ibu2 yang cuci baju di luar, banyak hewan keliaran dan suasana yang agak nyeremin

    BalasHapus
  4. wah pengalaman yang tidak terlupakan ya mbak pastinya :) kalau baca travel diary begini, saya jadi pengen buru2 udahan pandeminya hahahaa

    BalasHapus
  5. Waah..meski saya tak selalu diantar kemana-mana, tp bila ditempatkan dlm situasi tersebut mungkin akan gentar juga saya, hehe.. TFS perjalanan seru ini ya mba..

    BalasHapus
  6. Ternyata di Filipina ada banyak daerah macam di daerah kita juga ya. Pengalaman tidak akan terlupakan pastinya.

    BalasHapus
  7. waaa pengalaman yang pastinya nggak akan bisa terlupakan yaaa, tersesat di di negara sendiri bahkan di kota sendiri aja was was, apalagi tersesat dinegara orang ya

    BalasHapus
  8. Kalau aku posisia itu, takutnya ama anjinh mba. Hehehe. Duh itu yang bakalan bikin aku ngeri bin keder banget

    BalasHapus
  9. Seru banget ini perjalanannya, apalagi kalau jalan bersam teman ya mbak. AKu yang suka jalan ramaian saja kadang masih suka nyasar atau kita biasanya baru ngeh ketika duduk di resto atau saat di hotel "ya ampun tadi tuh kita harusnya lewat sini lebih dekat" tetep selalu ada nyasarnya setiap perjalanan.

    BalasHapus
  10. Maak, cuma bisa membayangkan saja, tanpa foto ... foto masjidnya gak ada yah?

    Ini benar lho dapat secara langsung melihat dan mengamati kehidupan masyarakat urban Manila dengan blusukan seperti itu

    BalasHapus
  11. pengalamannya seru ya mbak, dari lorong ke lorong salat di masjid yang sebenarnya masih tahap renovasi sampai nonton Sea Games :)

    BalasHapus
  12. Alhamdulillaah mbak Lina bisa menemukan masjidnya. Ngeri2 sedap ah kalau lupa jalan trus nyasar hihihi 😂 Mana ada gukguk takut dijilat gitu. Ternyata masyarakat di Manila ya mirip2 juga dg di negara kita ya.

    BalasHapus
  13. Mbaaaa, ya ampyuun dirimu beneran kayak dora the explorer! Huebaaattt :)
    Aku kapan2 juga pingin traveling blusukan kayak gini ahhh

    BalasHapus
  14. Jauh juga ya perjalanan mencari masjidnya harus melewati gang-gang dan oemukimah padat penduduk. Mungkin kalua aku yang ada di sana, sama kaya Reny mbak hehehe aku suka takut gitu. Alhamdulillah akhirnya bisa sampai ke masjid dan sholat dulu ya sebelum melanjutkan aktivitas

    BalasHapus
  15. Alhamdulillah akhirnya ketemu juga ya masjidnya..
    kalo aku yg disana mungkin bakal kayak reny, takut ngelewatin pemukin disana.. ngebayanginnya ngeri.. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi iya mbak sama aku juga orangnya penakut & parnoan apalagi di tempat umum yang belum dikenal. Tantangan ya menemukan masjid di tempat yang mayoritas bukan muslim, tapi Alhamdulillah bisa menemukannya

      Hapus
  16. Mbaaa, aku langsung kepo ingin baca2 cerita ttg Manila yg lainnya. Seru yaa nyasar2 kyk gitu malah jadi bisa ngamatin kehidupan local people di sana kayak apa yaa

    BalasHapus
  17. Alhamdulillah ya akhirnya ketemu mesjid meski harus lewat gang-gang kecil. Btw gambar pemukiman diatas sekilas mirip banget sama pemukiman di daerah Kampung Bandan.

    BalasHapus
  18. Akhirnya ketemu juga dengan masjidnya ya, Mbak. Alhamdulillah meski harus blusukan ke daerah yang padat dengan rumah warga. Padahal ada jalan yang lebih dekat dengan jalan aspal ya ...

    BalasHapus
  19. Manila memang seru ya mba..aku belum sempat mampiiir nih mba, semoga sesudah pandemi ini berlalu bisa mampir ke sini

    BalasHapus
  20. Kalau kaya gini, jadi kangen Indonesia gak siih...kak Lina?
    Yaah..paling engga, kalau di Indonesia nanyanya bisa pakai bahasa Indonesia dan mereka paham.
    Ini penduduk lokal bisa lancar berbahasa Inggriskah?

    BalasHapus
  21. Pada awal baca, dengan melihat deskripsi dari Mba Lina, aslinya ya memang seram lho mba. Pantes Reny takut masuk ke lingkungan seperti itu. Dahsyat lah Mb Lina menggambarkannya soalnya hehehe... Ternyata nggak papa ya, kayak selayaknya kampung di Jawa aja itu kondisinya.

    BalasHapus
  22. kadang2 cerita yang begini yang seru dan jadi sejarah berkesan dalam hidup ya mbak. aku juga pernah sampe kesasar gitu sih, muter2 akhirnya pernah sholat gak di masjid. ah penting niatnya pikirku

    BalasHapus
  23. Aku membacanya pelan-pelan.
    Berasa ikut ngintil di belakang mba Lina.
    Mengharapkan happy ending.

    Alhamdullillah, ketemu juga mesjidnya.
    Seru banget pengalaman mba Lina di negeri orang
    Syukak!

    BalasHapus
  24. Ya ampun aku deg degan bacanya pas di gang, Lina

    ini salah satu yang aku suka dari baca blog, kadang serasa ikut masuk di dalamnya

    BalasHapus
  25. Nyasar membawa hikmah buat temanmu mba, dibilang mirip artis lho. Tanggapan temanmu gimana tuh?

    BalasHapus
  26. Seru juga ya. Walau awalnya sempat kesasar, tapi lumayan juga dapet pengalaman baru jalan2 di wilayah kumuh philipina

    BalasHapus
  27. salfok sama tulisan LARIS di foto pertama :). Itu kira2 kata bermakna atau nama ya?
    Keren petualanganmu Mbak Lina..two thumbs

    BalasHapus
  28. Pemukiman kumuh disana itu gak beda jauh ya ternyata sama kayak di Indonesia.
    Dan alhamdulillahnya ketemua juga ya mba mesjidnya. Aku bacanya deg2an ngebayangin aku tersesat disana.

    BalasHapus
  29. Seru sekali ya mbak perjalanan ketemu masjidnya. Tapi dari tulisan ini saya jadi tau kalau ternyata Manila juga ada tempat kumuhnya ya mbak. Kirain Jakarta saja yang ada tempat kumuhnya

    BalasHapus
  30. Tersesat di tempat sendiri aja repot ya Mb Lina apalagi di negeri orang pasti lebih panik lagi. Tapi yakin deh sama kebaikan itu akan menemukan jalannya sendiri

    BalasHapus
  31. Seru nih teh perjalanannya. Jadi ingat waktu aku ke Bangkok cari mesjid di Bangkok. Banyak hal menarik ditemukan. Pemukiman kumuhnya seperti disini ya.

    BalasHapus
  32. Saya juga punya sahabat sama seperti Mba Reni, Mba. Waktu jaman kuliah ga mau naik bus kalau ga ada acnya. Kemana2 naik taksi terus. Sementara saya diajarkan utk bisa naik kendaraan apapun. Krn hidup ga selalu diatas. Tapi seru ya, Mba jadi pengalaman juga tuh buat Mba Reni yg harus lewati perumahan kampung ala Manila.. xixixi

    BalasHapus
  33. Ampun, Mbaaak. Berasa nonton film aku membacanya. Ikut degdegan. Alhamdulillah ketemu juga mesjidnya, ya. Pasti jadi pengalaman yang ga terlupakan ya, mbak.

    BalasHapus
  34. Seru banget perjalanannya mbak. Lebih seru lagi pastinya kisah persahabatannya yg sudah teruji selama hampir 22 tahun, masha Allah. Suka pokoknya!

    BalasHapus
  35. Kebayang gimana dongkolnya Mbak, sudahlah tidak sampai tujuan, masih dipatok harga ya. Setidaknya peroleh kenangan ya. Semoga bernilai sedekah upahnya kepada si abang becak.

    BalasHapus
  36. Serunya mba pengalaman traveling bersama travelmate yg beda karakter. Hihi. Tapi akupun akan merasa insecure awalnya saat liat pemukiman kumuh sih. Tapi justru di situ ya letak adventure saat traveling.

    BalasHapus
  37. Berani banget beruda duaanya doang nyari masjid ditempat asing begitu,, aku udah gak ngerti lagi harus gimana,,, kecuali di kota besar masih berani dilepas sendiri,, tapip alhamdulillah ya nemu masjid dan baik orangnya , tau kalau pelancong kan sesama muslim juga

    BalasHapus
  38. Asyik banget saya membaca perjalanan mbak saat mencari masjid Ibrahim ini, masyaAllah. Setiap perjalanan harus menyertakan Allah ya mbak, agar hati selalu tenang. Karena walau bagaimana pun kita sedang berada jauh dari keluarga dan ornag yang kita sayangi.

    BalasHapus
  39. Wah mungkin aku juga degdegan kalau berada disituasi tempat yang nggak menyenangkan begitu.. tapi ikut seneng juga ternyata bisa ketemu masjid

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita