Mengulik Sejarah Fort Santiago di Manila Filipina


Disclaimer:
Tulisan berikut ini merupakan pengalaman saya dan seorang teman (Reny) mengunjungi Manila Filipina pada 6-9 Desember 2019 lalu. Namun baru sempat saya tulis hari ini dan itu pun tulisannya saya backdate ke Bulan Maret demi memenuhi target 10 blogpost per bulan. Jadi, pada postingan kali ini saya masih tidak membahas isu-isu relevan berkaitan dengan virus corona. Mungkin hingga beberapa postingan ke depan pun belum akan membahasnya. Padahal ada beberapa teman juga yang penasaran bagaimana kondisi terakhir di Batam. Saya masih harus menuntaskan sekitar 20 judul tulisan yang menjadi hutang untuk segera saya selesaikan. Doakan saya tetap semangat menulis ya!  

Gerbang Masuk Fort Santiago


Mengunjungi Fort Santiago 


Sesungguhnya, saya dan Reny belum punya bayangan mau kemana dan ngapain saja selama di Filipina. Selain rencana menonton pertandingan semifinal sepak bola di ajang SEA Games ke-30 dan mendaki Gunung Pinatubo, tidak ada tempat lainnya yang ingin saya kunjungi saat itu. Namun karena waktu kami masih tersisa banyak, kami pun googling mencari tempat apa saja yang menarik terutama yang berada di sekitar Manila. 

Dari hasil googling ini, kami memutuskan untuk mengunjungi Fort Santiago atau Benteng Santiago. Saya jadi ingat kalau travel blogger Mbak Evie Indrawanto juga pernah membuat postingan dan vlog mengenai tempat ini. 

Sepulang membeli tiket pertandingan sepakbola untuk semifinal Sea Games dari konter resminya di Mall of Asia Manila, dengan mengendarai taksi kami berhenti di gerbang masuk menuju Fort Santiago. Di sana sudah tampak ramai oleh pengunjung dan para penambang tricycle (kendaraan angkutan umum sejenis becak motor).

Dengan membayar 75 Peso per orang, kami memasuki kawasan Fort Santiago. Pemandangan yang pertama kami temui adalah taman yang luas dengan rumput yang terawat, bunga-bunga yang mekar dan pepohonan yang cukup rindang. Di berbagai sudut terdapat bangku-bangku untuk pengunjung berisitirahat dan lampu-lampu taman yang jika suasananya malam hari akan tampak sangat cantik. Namun karena suasana saat itu cukup panas, para pengunjung lebih memilih duduk di bawah pohon.



Fort Santiago
Taman Hijau

Fort Santiago
Taman di Plaza 

Beberapa kelompok pengunjung tampak sedang berlatih bernyanyi dan menari guna persiapan natal. Terlihat dari pakaian dan topi yang mereka kenakan tampak seragam. Kebanyakan mereka kelompok anak-anak muda.


Dari taman kami berjalan lurus ke arah utara menuju pintu gerbang  utama benteng. Gerbang utama ini memiliki fasad yang menarik dan ikonik. Salah satu fasad yang tergambar berupa seorang pengendaran kuda dengan pedang terhunus yang kemungkinan besar menggambarkan Santiago (Saint James) yang menjadi nama dari benteng ini. Di bawah fasad pengendara kuda, terdapat lambang dari Kerajaan Spanyol masa lalu dimana terdapat 2 ekor singa dan 2 kastil yang dinaungi oleh sebuah mahkota. Lambang tersebut diapit atau ditopang oleh dua pilar Hercules di kanan kirinya.  

Jika sedang terburu-buru dan ingin tiba lebih cepat, para pengunjung bisa menaiki Calesa, kendaraan sejenis kereta kuda (mirip andong) yang bisa mengantarkan pengunjung dari pintu gerbang masuk hingga gerbang Fort Santiago. Atau bisa juga diminta untuk berkeliling-keliling sekitar taman.

Fort Santiago berada di tepi Sungai Pasig bagian kota tua Intramuros Manila. Intramuros berarti kota di dalam dinding atau benteng. Karena memang dulunya kota tua Intramuros dikelilingi oleh benteng. Sama halnya dengan kota-kota tua lainnya di dunia yang dibangun kebanyakan dikelilingi oleh benteng demi mempertahankan diri dari serangan musuh.



Suasana Sekitar Pintu Gerbang Fort Santiago

Fort Santiago merupakan salah satu situs bersejarah paling penting di Manila. Benteng ini didirikan sebagai simbol kekuatan Spanyol di Timur jauh. Konstruksi pembangunannya dimulai pada tahun 1590 dan selesai dibangun pada tahun 1593. Pembangunannya diinisiasi oleh Gubernur Spanyol Miguel López de Legazpi.

Pada mulanya, benteng ini merupakan benteng kayu dari pemimpin Islam Rajah Sulayman yang menguasai wilayah tersebut. Namun ia dikalahkan dan bentengnya dikuasai oleh Pendudukan Spanyol. Benteng ini kemudian diserang dan dibakar oleh Lin Feng (Limahong) bajak laut asal Tiongkok. 

Agar dapat bertahan lebih kuat lagi saat menangkis serangan lawan, Pemerintah Pendudukan Spanyol kemudian membangun kembali benteng dengan menggunakan bebatuan vulkanik setempat. Setelah itu Fort Santiago menjadi benteng utama dan memegang peran penting bagi perdagangan rempah-rempah ke Amerika dan Eropa selama 333 tahun.

Salah satu lorong di dalam benteng

Fort Santiago memiliki garis keliling 2.030 kaki atau sekitar 620 meter dan berbentuk hampir segitiga. Dinding-dindingnya setinggi 6,7 meter dengan tebal 2,4 meter. Fasad bagian depan lebih tinggi dengan ukuran 12 meter. Bagian utara berupa benteng yang disebut Baluarte De Santa Barbara, bagian selatan benteng adalah Baluarte De San Fransisco Javier yang berbatasan dengan club golf Intramuros Golf Clubhouse. Bagian barat mengarah ke selatan terdapat benteng yang disebut Baluarte De San Miguel sedangkan sisi timur laut adalah Benteng Medio Baluarte de San Fransisco.

Dulunya, di dalam benteng terdapat pos-pos dan menara penjaga, barak pasukan garnisun, penjara bawah tanah, markas sipir, gudang, kapel, waduk, dan beberapa tempat dengan fungsi tertentu. Kini kawasan Fort Santiago terdiri dari taman hijau dengan air mancur yang disebut Plaza Moriones, toko souvenir dan oleh-oleh, Plaza de Armas berupa taman bagian dalam dimana terdapat monumen Patung Jose Rizal, reruntuhan barak militer Spanyol, ruang bawah tanah, Rizaliana Furniture Hall, Jose Rizal Museum, kawasan pejalan kaki tepi sungai Pasig dan Teater Rajah Sulayman.

Taman di sekitar Plaza Moriones. DI ujung terdapat Pintu Gerbang Utama Fort Santiago

Fort Santiago pernah mengalami kehancuran selama Perang Dunia II dan pada tahun 1953 dipugar di bawah pengawasan Komite Pengembangan Taman Nasional. Sejak tahun 1992 hingga sekarang, berada di bawah naungan Intramuros Administration yang mengelola rekonstruksi, pemeliharaan dan pengelolaan.

Benteng ini terkenal karena menjadi markas besar pasukan kekuatan asing dalam sejarah Filipina, termasuk Spanyol (1571 hingga 1898), Inggris (1762 hingga 1764), Amerika (1898 hingga 1946), dan Jepang (1942 hingga 1945). Fort Santiago saat ini merupakan Monumen Nasional dan menjadi Kekayaan Budaya Nasional sejak tahun 2014.

Seperti yang sudah ditulis di paragraf di atas, di dalam benteng terdapat penjara bawah tanah yang digunakan oleh para Pemimpin Pendudukan Spanyol menahan musuh-musuhnya. Kini penjara bawah tanah ini menjadi bagian dari taman bersejarah yang juga mencakup Plaza Moriones dan beberapa reruntuhan. Taman ini menyimpan warisan yang terawat cukup baik dari Zaman Kolonial Spanyol termasuk memorabilia José Rizal di Rizal Shrine.

Saat tiba di Jose Rizal Shrine, kami sudah kelelahan mengingat udara begitu panas. Saya pun kurang antusias dan tidak banyak merekam apa-apa saja yang terdapat di dalam Rizal Museum. Sementara yang saya lakukan hanya jadi fotografer dadakan untuk Reny. Ketika Rany menawarkan gantian memfoto saya malah malas karena nggak terlalu suka difoto. Jadilah tidak ada foto saya satupun di lokasi ini. Hanya satu itupun di gerbang utamanya saja. Hehe.

Reny di depan Monumen Jose Rizal

José Rizal, merupakan salah satu pahlawan nasional Filipina yang pernah dipenjara di Fort Santiago sebelum akhirnya ia dieksekusi pada 30 Desember 1896. Untuk mengenang jasa-jasanya, maka di beberapa bagian benteng disediakan lokasi - lokasi untuk mengenang kepahlawanan Jose Rizal seperti pada Museum Rizal yang menampilkan memorabilia kehidupannya secara lengkap mulai dari tempat kelahiran hingga tapak kaki yang mewakili langkah-langkah terakhirnya menuju tempat eksekusi.

Sekitar 1,5 jam kami berada di benteng tersebut. Setelah puas keliling-keliling, kami segera beranjak pergi untuk mencari makan siang di restoran halal dan rencananya akan mencari di sekitar masjid. Kebetulan waktu Solat Zuhur sudah tiba, jadi bisa sekalian solat dan makan siang di satu tempat.

Lagi-lagi dengan keajaiban google, saya menemukan masjid terdekat yang jika naik kendaraan hanya butuh waktu 5 menit saja. Maka kami pun segera memesan tricycle menuju masjid terdekat. Namun kenyataannya adalah... meskipun di google maps tampak dekat, kami bahkan berputar-putar berkali-kali karena tidak bisa masuk ke halaman masjid karena lokasinya berada di pemukiman padat penduduk dan tidak ada akses masuk untuk kendaraan selain sepeda motor. 

Si sopir becak tricycle kemudian menyarankan agar kami berjalan kaki saja. Ya sudah, dengan hati yang cukup dongkol akhirnya saya dan Reny pun masuk ke gang-gang sempit di antara pemukiman padat penduduk. Di lokasi ini kami sempat sedikit adu argumen dan berantem gara-gara yang satu nggak mau masuk karena merasa insecure sementara yang satu lagi ingin lanjut masuk karena bisa menemukan suasana sesungguhnya kondisi masyarakat urban di Manila. Sungguh pengalaman yang membuat kami kembali berfikir hmmm pakah kami travelmate yang cocok satu sama lain atau .... Tunggu di postingan selanjutnya saja ya!


Fort Santiago
Buka setiap 
Senin:  jam 01.00 pm – 05.00 pm
Selasa-Minggu: 09:00 am – 06:00 pm
Harga Tiket Masuk:
Dewasa: 75 PHP (Rp 23.450)
Anak-anak: 50 PHP (  Rp 15.600)


Sumber referensi:
1. https://en.wikipedia.org/wiki/Fort_Santiago
2. https://www.tripadvisor.com


23 komentar :

  1. Bentengnya masih terawat, ya Mbak. Yang fotopaling bawah itu, bangunannya kalau dilihat sekilas mirip dengan Fprt Rotterdam di Makassar.

    BalasHapus
  2. Thanks to google ya mbak dengab waktu yang gak banyak bisa mampir berkunjung ke bangunan sejarak Fort Santiago. Ternyata kalau niat dan cari informasi dulu bisa kok menemukan tempat-tempat penu sejarah seperti ini ya, aku pikir di Manila gak ada apa-apa. Alhamdulillah bisa nemuin makanan halal & masjid di sekitar situ juga ya

    BalasHapus
  3. Aku tertarik dengan tamannya yang hijau asri di Fort Santiago itu, cantiiik. Ngebayangin duduk-duduk di situ, sambil baca buku, asyikk juga ya. Jadi pengin liburan nih, tapi harus ditahan dulu karena situasi sekarang tidak mendukung hiks.

    BalasHapus
  4. Jalan-jalan dan ketemu sejarah. Aku pernah lihat dari drama Filipina itu daerah pantai sama sejenis pasar lama gitu. Kalau benteng, baru lihat dari cerita Mbak Lina

    BalasHapus
  5. Untung sempet jalan-jalan dulu ya mba ke Filipina sebelum corona merebak di berbagai negara. semoga covid ini segera berlalu ya mba. Biar kita bisa jalan-jalan lagi. Ngomong-ngomong ya Mba itu bentengnya ternyata banyak banget ya sejarahnya sampai berkali-kali pindah tangan dengan berbagai penguasa. Jadi belajar sejarah

    BalasHapus
  6. Wah, jadi belajar sejarah nih aku Mbaaaa
    Ternyata di Filipina mirip2 ya dgn Indonesia.
    Dijajah bangsa Eropa dan ada benteng2 peninggalan juga.

    BalasHapus
  7. Lorong yang di dalam benteng itu kelihatan bagus di foto ini, Mbak. Taman hijaunya juga terlihat asri

    BalasHapus
  8. Waktu ke sini aku lupa momotret monumen Jose Rizal itu. Malah cuma wira-wiri saja sambil membayangkan derita para tahanan yang pernah meregang nyawa di sini. Jadinya ya gitu deh, dikit-dikit bulu kuduknya berdiri, padahal di siang bolong :)

    BalasHapus
  9. Cantik-cantik dan bersih view-nya ya mbak. Pasti senang banget bisa mengunjungi berbagai destinasi wisata di sana plus belajar sejarah juga.

    BalasHapus
  10. Padahal bulan April ini harusnya saya dan beberapa teman mau hunting foto ke Manila, tapi semuanya hanya tinggal rencana. Semoga tahun depan rencana ini akan terlaksana biar bisa ke Fort Santiago.

    BalasHapus
  11. mba aku liat kamu sering banget ya traveling ke negara-negara tetangga atau yang jauhan juga.. baca ceritanya pun menyenangkan jadi nambah insight baru

    BalasHapus
  12. Penasaran sebenarnya mau ke Fort Santiago atau Benteng Santiago. Next bisa travellingan Dan melihat Fri dekat ya

    BalasHapus
  13. Very well maintained ya mba.. masih rapi bagus dan bersih! Memang harus begini treatment terhadap gedung bersejarah

    BalasHapus
  14. Benteng ini sepertinya 11 12 ya kak sama benteng2 Belanda di Indonesia ya kak? Ada kanal2 di depan bentengnya.

    Kerennya, ini terlihat sangat terawat.

    BalasHapus
  15. Bentengnya masih terjaga meski ratusan tahun usianya. Keren! Dan jika saya, mending enggak masuk ke daerah seperti pemukiman padat begitu kalau di negeri orang kwkwk..Kecuali ikutan grup dan ada pemandu lokal. Ngeri-ngeri sedap juga kalau ada apa-apa

    BalasHapus
  16. Tempatnya ini keren banget ya mba pas banget buat berwisata gitu ya mbak. Dan aku jadi pengen bisa kesana juga

    BalasHapus
  17. Nah iya mba aku pernah denger fort santiago ini. Tapi mba berani ya ke sana. Ke tempat bersejarah gitu, aku itu suka takut ngerasain macem-macem 😂

    BalasHapus
  18. Wah keren banget Mbak Lina target nulisnya, tetep semangat mbak :D
    Tamannya msh cantik yaaa, mbayangin mkontras dgn kondisi di sana ada penjaranya heuheu
    Wah sayang pas lg gak banyak poto di museum Rizalnya mbak, aku jg termasuk males dipoto, tapi biasanya moto suasana atau videoin walau gak tau ngeditnya kapan wkwkwk

    BalasHapus
  19. Kebayang dongkolnya. masih ditambah engkel-engkelan pula, hehe. tapi kalau jadi aku ya milih jalan masuk karena sudah terlanjur basah ya nyebur sekalian. Kali aja ada sesuatu yang unik di balik padatnya pemukiman. Traveler kan biasanya gitu, hehe.

    BalasHapus
  20. Haaa? Tebal dindingnya 2,4 meter? Nggak kebayang deh itu dulu gimana pembangunannya. Tapi ini bentengnya kelihatan bersih terawat, ya, Mbak. Apakah ada kesan-kesan spooky or something?

    BalasHapus
  21. Masya Allah seru banget ya Mbk bisa ke sini, pastinya bakal dapat banyak momen dan catatan kenangan nih. Aku jadi tercerahkan mengenai Manila Filipina setelah baca ini.

    BalasHapus
  22. Main ke Bengkulu Mbak ada benteng terbesar di Asia bentuknya juga unik dan sejarahnya banyak Mbak pasti suka kalau sudah datang ke sini

    BalasHapus
  23. google kadang menyesatkan juga yaa, aku juga pernah nyasar karena ngandalin google...tapi lebih sering terbantu

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita