Setiap pulang kampung ke Garut Jawa Barat, saya tidak pernah melewatkan kesempatan untuk selalu berkunjung ke Gunung Papandayan. Gunung pertama yang menjadi awal ketertarikan saya terhadap aktivitas mendaki gunung. Dialah pengalih perhatian dalam hidup saya, yang bagai cinta pertama selalu menjadi yang utama seperti utuh tergambar dalam tulisan lawas ini: Gunung Papandayan, Sebuah Monolog Cinta Pertama.
Terhitung sudah belasan kali saya berkunjung ke Gunung Papandayan. Entah untuk sekedar duduk-duduk menikmati pemandangan kawah atau menikmati suasana malam hari dengan kemping di Pondok Saladah. Di lain waktu hanya untuk trekking dan duduk-duduk menikmati hamparan edelweis di Tegal Alun. Yang jelas, di setiap waktu, selalu ada rindu yang tersisa untuk Gunung Papandayan.
Parkiran yang ramai |
Maka tak salah jika ketika bertemu saudara di kampung, siapapun itu, mereka selalu bertanya kabar apakah saya sudah ke kawah Papandayan atau belum. Hehehe... semacam pertanyaan pembuka untuk memuluskan obrolan selanjutnya. Karena jika awal obrolan tentang gunung, saudara-saudara saya sudah faham betul bahwa saya akan sangat tertarik.
Saudara-saudara sepupu mengingatkan saya jika tarif masuk ke Kawah Papandayan sudah naik drastis. Bahkan pernah mencapai harga 90.000 rupiah. Namun kakak saya bilang karena didemo masyarakat harga sudah turun menjadi 30.000 rupiah.
Saudara-saudara sepupu mengingatkan saya jika tarif masuk ke Kawah Papandayan sudah naik drastis. Bahkan pernah mencapai harga 90.000 rupiah. Namun kakak saya bilang karena didemo masyarakat harga sudah turun menjadi 30.000 rupiah.
Hari itu, Sabtu 8 Juni 2019. Beberapa hari setelah lebaran, saya dan suami sengaja ingin memperkenalkan Gunung Papandayan kepada Sierra (Chila), anak semata wayang kami. Dalam hati, saya berharap Sierra akan tertarik kepada gunung ini sebagaimana saya dulu jatuh hati kepadanya. Akan menyukainya seperti makna yang terkandung dalam namanya.
Gunung Papandayan terletak di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut Jawa Barat. Dahulu kampung saya juga termasuk ke dalam wilayah kecamatan Cisurupan, namun karena pemekaran wilayah, desa saya dan beberapa desa lainnya telah memisahkan diri dari kecamatan ini. Nah, karena berada dalam kawasan yang sama, jarak dari kampung saya ke Kawah Papandayan ini sekitar 30 menit berkendara.
Gunung Papandayan berketinggian 2.665 meter di atas permulaan laut. Gunung ini pernah meletus beberapa kali diantaranya pada 1772, 1923, 1942 dan 2002[1]. Akibat letusan ini, sebagian badan gunung runtuh dan menyisakan lubang cekung berwarna putih dari lapisan dalam gunung yang terlihat dari jauh hingga radius puluhan kilometer. Dari Garut Kota ataupun dari kampung saya, warna putih di badan gunung ini tampak jelas sekali. Kawah-kawahnya pun masih aktif dan mengepulkan asap yang berbau belerang.
Kompleks Kawah papandayan |
Toilet dan Gazebo di Kawasan Kawah Papandayan |
Jalan ke kawah yang sudah di-paving block |
Setiap meletus, selalu saja ada perubahan pada kontur kawah dan vegetasi yang menyelimuti gunung. Namun layaknya gula dan semut, Gunung Papandayan selalu saja menarik perhatian orang sehingga kerap menjadi tujuan utama warga untuk berlibur atau bertamasya. Tidak saja dari dalam kota, kebanyakan mereka yang datang adalah pengunjung dari luar kota seperti dari Bandung, bekasi dan Jakarta. Tampak seperti hari itu, parkiran yang luas penuh oleh kendaraan roda empat dengan plat B dan D. Sementara kendaraan roda dua, diarahkan untuk parkir di tepi-tepi jalan menjelang masuk ke dalam lapangan parkiran karena sudah tidak muat lagi.
Di sekitar lapangan
parkir terdapat kios-kios yang menjual berbagai keperluan pengunjung seperti
topi, kaca mata, sarung tangan, syal, kaos kaki, dan juga alat-alat kemping dan mendaki gunung.
Selain itu ada juga warung-warung yang menjual makanan dan minuman ringan serta gorengan. Warung-warung seperti ini bahkan lebih jauh masuk ke dalam kawasan sekitar kawah dan juga Camping Ground Pondok Saladah.
Di sisi kiri parkiran terdapat masjid dan toilet. Di
belakang masjid terdapat penginapan dan pemandian air panas dengan pemandangan
langsung ke salah satu lembah Gunung Papandayan dimana terdapat rumpun-rumpun edelweis dan pohon cantigi. Ada juga menara pandang yang cukup tinggi untuk menyaksikan pemandangan Gunung Papandayan tanpa harus capek-capek naik ke sekitar kawah.
Saat tiba di parkiran, kami menyewa tikar seharga 20 ribu kepada salah seorang petugas, lalu menggelarnya di bangunan aula yang siang itu sudah ramai oleh pengunjung yang sedang beristirahat. Ibu saya membekali kami nasi timbel, sambal, lalapan, kerupuk, tahu tempe dan goreng ayam kampung yang baru dipotong khusus untuk kami.
Selesai makan siang dan solat, kami segera beranjak menuju bagian atas gunung. Di sana terdapat beberapa dapur kawah yang masih aktif yang masih mengeluarkan kepulan asap. Kawah-kawah ini lumayan aman jaraknya dengan jalan pengunjung yang sebagian sudah di paving block dan disemen. Jalan ini kadang dilalui oleh kendaraan roda dua yang dikendarai oleh penduduk sekitar gunung yang sejak lama melakukan berbagai aktifitas lintas gunung dari Cisurupan Garut ke wilayah stamplat atau Cileuley Bandung yang berada di balik Gunung Papandayan.
Dahulu bahkan sebelum letusan tahun 2002 terdapat jalan bagus yang cukup lebar dan dapat dilalui dua kendaraan sekaligus menuju daerah Stamplat dan Danau Cileunca Bandung. Sayangnya, letusan membuat sebagian jalan longsong dan memutus jalan tersebut. Sehingga hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua saja.
Trekking Ceria Bersama Keluarga
Makan Siang |
Masjid di dekat parkiran |
Selesai makan siang dan solat, kami segera beranjak menuju bagian atas gunung. Di sana terdapat beberapa dapur kawah yang masih aktif yang masih mengeluarkan kepulan asap. Kawah-kawah ini lumayan aman jaraknya dengan jalan pengunjung yang sebagian sudah di paving block dan disemen. Jalan ini kadang dilalui oleh kendaraan roda dua yang dikendarai oleh penduduk sekitar gunung yang sejak lama melakukan berbagai aktifitas lintas gunung dari Cisurupan Garut ke wilayah stamplat atau Cileuley Bandung yang berada di balik Gunung Papandayan.
Dahulu bahkan sebelum letusan tahun 2002 terdapat jalan bagus yang cukup lebar dan dapat dilalui dua kendaraan sekaligus menuju daerah Stamplat dan Danau Cileunca Bandung. Sayangnya, letusan membuat sebagian jalan longsong dan memutus jalan tersebut. Sehingga hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua saja.
Trekking Ceria Bersama Keluarga
Mereka kalau lagi akur |
Numpang lewat 😃 |
Berjalan kembali menyusuri jalan masuk menuju kawah
Papandayan yang di kanan kirinya dipagari oleh pohon cantigi, tak pelak membuat
saya terkenang kembali ke masa-masa lalu saat menyusuri jalan yang sama. Saat
sendirian ataupun beramai-ramai dengan teman atau saudara. Beberapa cerita perjalanan saya ke kawah Papandayan terangkum dalam artikel-artikel berikut ini: Gunung Papandayan, Sebuah Kerinduan yang Tak Berkesudahan; Tegal Alun, Surganya Edelweis di Gunung Papandayan; Pondok Saladah Tempat Favorit untuk Kemping.
Untungnya saja, hari itu hawa gunung terbilang sejuk. Langit pun mendung sehingga menghalangi sinar matahari yang ultravioletnya bisa dua kali lebih ganas dibanding saat kita berada di dataran rendah. Kami berjalan perlahan menyusuri jalanan di sekitar kawah menuju ke kawasan sekitar Hutan Mati. Hutan mati ini dahulu merupakan hutan yang dipenuhi pohon cantigi, namun terkena hawa panas sehingga daun-daunnya terbakar dan tertinggal batang-batangnya yang tegak menghitam seperti arang. Pohon-pohon ini seperti pohon yang sudah mati namun anehnya mereka tetap tegak berdiri.
Kurang lebih 1,5 jam kami naik santai sambil berhenti-berhenti. Terkadang hanya untuk foto-foto atau mampir di sungai kecil yang berair hangat. Duduk-duduk di tepi sungai kecil sambil berendam kaki sangat disarankan. Sekalian bisa bersantai menikmati pemandangan gunung yang senantiasa menakjubkan.
Kurang lebih 1,5 jam kami naik santai sambil berhenti-berhenti. Terkadang hanya untuk foto-foto atau mampir di sungai kecil yang berair hangat. Duduk-duduk di tepi sungai kecil sambil berendam kaki sangat disarankan. Sekalian bisa bersantai menikmati pemandangan gunung yang senantiasa menakjubkan.
Tiba di warung-warung yang ternyata terdapat di bagian atas juga, kami berhenti untuk berisitirahat. Karena waktu sudah sore, dan tidak memungkinkan untuk melanjutkan trekking menuju Pondok Saladah, kami memutuskan untuk duduk-duduk di warung sambil makan pop mie sebelum turun kembali.
Tepat pukul 4 sore, kami turun mengingat harus segera salat asar dan perjalanana menuju rumah yang kemungkinan besar akan macet karena jalan yang dilalui adalah jalur mudik ke wilayah selatan Garut. Dan ternyata benar, sesuai dugaan. Jalanan sangat padat bahkan kami tiba di rumah saat adzan Isya.
Waktunya pulang |
Jalan Menurun di Gunung Papandayan difoto saat dalam perjalanan pulang |
Tepat pukul 4 sore, kami turun mengingat harus segera salat asar dan perjalanana menuju rumah yang kemungkinan besar akan macet karena jalan yang dilalui adalah jalur mudik ke wilayah selatan Garut. Dan ternyata benar, sesuai dugaan. Jalanan sangat padat bahkan kami tiba di rumah saat adzan Isya.
Referensi:
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Papandayan
Enaknya kalau berwisata di tempat seperti ini rata-rata sudah lengkap fasilitasnya jadi gak perlu kuatir dengan barang apa yang harus dipersiapkan.
BalasHapusWah seru banget nih Mbak trekking dengan pak suami dan juga anak hihi. Selain itu tempatnya juga bagus
BalasHapusItu ada toilet di tengah kawsan kawah. Larinya ke mana ya airnya? Kok jadi penasaran hihi
BalasHapusIndah banget tuh Mbak pemandangannya. Saya jadi pingin nih trekking ke sana juga :D
BalasHapusseneng ngeliatnya... berarti tempatnya ramah anak ya mba? bisa ajak sekeluarga ke sana.
BalasHapuspengen banget bisa ajak boyz pankapan trekking. mudah2an emaknya udah kuat, hihihi.
mbaaaa, dirimu duduk di batu/tebing gitu kok bisa santaaiii bin selooo yak :D
BalasHapusDuh, aku udah merinding disko kayak gitu ituuu
--bukanbocahbiasa(dot)com--
Belum pernah nih kesini...bisa ngajak anak2 juga ya.. jalurnya udah enak banget kayaknya kak..
BalasHapusSepertinya gunung Papandayan ini termasuk yang mudah didaki ya, Mbak. Kelihatan banyak wisatawan yang membawa anak-anak ke sini. Udah kayak piknik. Bagus sih ini. Mengajak anak-anak juga untuk belajar mengenal alam
BalasHapusKangen jalan-jalan seperti ini lagi. Kayaknya untuk memulai kembali bisa diawali dari Papandayan
HapusPapandayan itu paling nyaman buat pendaki pemula, apalagi sekarang udah bisa banget akses ke atas, makanya enak buat kamping bareng keluarga
BalasHapusWow, indahnya Kawasan Kawah Papandayan, Cakep foto-fotonya...mau banget aku ke sanah....Tebing-tebingnya seksih bingts...
BalasHapusSenang banget baca tulisan traveling gini, jadi banyak tau tentang destinasi, apa aja ada di dalamnya. Ini bagian dalam kawah Papandayan sekilas mirip tebing breksi gitu, apa ya warna putih-putihnya gitu :D Spot fotonya pun oke-oke ya mbak ^^
BalasHapusIni dulu jalur terfavorit saat ikutan Manunggal Bhawana di ITI, bisa tiap bulan kita ngaciiir ke Papandayan. Dan emang indah banget, deh. Nanti bawa anak anak kalau ke sini lagi, karena jalur trekkingnya ternyata aman ya sekarang. Udah gitu ada gazebo untuk toilet segala, kalo dulu waaaa.... masih numpang di warung rumah penduduk
BalasHapusKeren ya mbak, saya baru sekali aja ke gunung Bromo. Tapi sayangnya suami saya enggak minat
BalasHapuspemandangannya keren banget ya..pemandangan alam memang selalu menenangkan jiwa ya, mba
BalasHapusapalagi kalau jalan-jalannya bersama keluarga..klop deh rasanya :)
Aku baru tau lho mbak Lina tentang papandayan. Keren ya tempatnya. Jalur trekingnya juga bagus.
BalasHapusPengalaman paling berkesan yang gak akan terlupakan pas trekking di kawah Papandayan ya mak
BalasHapusKak Lina ada keluarga di Garut?
BalasHapusAku kalau disebut Papandayang, ingetnya malah hotel. Karena saking belum pernahnya naik gunung, kecuali Tangkuban Perahu.
Tapi sekarang kalau liburan, perjalanan selalu macet, kak.
jadi paling enak mampir-mampir sambil icip kuliner setempat.
Waah...kawah Papandayan, salah satu tempat wisata yang jadi impian keluarga kami. Sampai saat ini masih belum terwujud aja untuk bisa pergi ke sana
BalasHapusKalau mampir ke blognya mbak Lina itu bikin senang karena dapat banyak inspirasi untuk liburan. Apalagi beberapa tempat emang super kece banget pemandangannya.
BalasHapusKepingin dah lama bangt gak hiking setelah Lulu's kuliah dulu sempat mba aku bbrp Kali... Kangen masa2 itu bahagia bngt mba msih bisa hiking
BalasHapusWah, keren ini!
BalasHapusNaik gunung bisa pakai gamis ya, mba^^
Aku mikirnya kayak naik gunung waktu pramuka, minimal celana panjang lah.
Mau, mau deh ke sini
Papandayan, I'm coming!
As always, foto2nya travellingnya cakep dan ceritanya mengalir. Jadi merasa lagi ikut dalam perjalanan. Kakak laki2ku waktu mudanya dulu hobi banget naik gunung. Dan dia jago fotografi. Kadang aku suka berpikir, kalau dulu waktu dia muda sudah ada internet dan blog, mungkin dia ngeblog juga :)
BalasHapusHuhuhu bumil bakalan susah diajak kesini meskipun bersikeras ingin ikut
BalasHapusSoalnya khawatir lelah berjalan dan sekitarnya tidak ada pihak medis
Gunungnya cantik yaa, pemandangannya juga indah dan punya fasilitas pendukung yang lengkap..harus sama-sama dijaga kebersihannya nih..
BalasHapuskawah papadayan garut ini bagus juga ternyata, apalagi dengan harga tiket yang 35 rebu sama parkir. Tinggal cari spot lalu cekrek dah buat konten di medsos
BalasHapusSelama ini cuma lewat doang, padahal dari rumahku di Bandung Timur nggak begitu jauh, ya. Insya Allah coba dimasukkan ke dalam agenda petualangan keluarga ke Kawah Papandayan ini
BalasHapusAda fasilitas masjid, mushola atau tempat ibadah, itu yang paling penting ya. jadi aman kalo tiba waktu sholat jadi ga bingung. btw pemandangannya indah
BalasHapusWah, keren sangat pemandangannya kak. Ingin sekali berkunjung ke sana
BalasHapusWahhh Papandayan uyy. Mudah2an bisa kesampaian muncak ke Papandayan teh
BalasHapusBagus banget pemandangannya. Kayak di google... Hehehe..
BalasHapusGarut... Nama yang saya kenal lewat novel.
Ada novel jadul... Judunya Garut. Saya baca pas MA.
Saya belum pernah ke sini, kayaknya asyik juga. Pengin deh ajak anak2 ke sini suatu saat
BalasHapusWah seru juga ya jalan2 brg kel ke kawah papandayan. Baca tulisan ini saya jd pengen jalan2 juga kesana nih. Bisa botram pula hehe. Tfs mba lina��
BalasHapusMba..foto2nya cakep banget deh. Jadi pengen lihat langsung keindahan Gn Papandayan ini.. hehe..
BalasHapusWah, kalau kita ngobrol, kayaknya bisa lama nih, mbak. Saya juga suka banget naik gunung soalnya dan Gunung Papandayan ini adalah yang paling sering saya daki.
BalasHapusLalu respon anak pas dibawa naik ke Papandayan gimana, mbak? Ada menunjukkan tanda-tanda suka mendaki juga kah?
Pengen bisa trekking bareng sekeluarga mba, kami jarang piknik bareng karena mas bojo sibuk, tempatnya bersih dan terawat jadi nyaman deh pengunjungnya..
BalasHapusGunung Papandayan ini statusnya apa Mba. Aman ya . Mudahan juga gak ada yang bahaya. Meski tetap waspada yah. Kan gunung
BalasHapusBikin mupeng itu foto makan siangnya. Huhuhu.. Foto-foto lainnya juga cakep banget!
BalasHapuswahh landsekap pemandangannya keren mbak. Saya baru dengar nih gunung yang satu ini. hihi
BalasHapusSalah satu destinasi idaman.. haha.. pernah ke Garut tapi pas gak kepikiran ke Papandayan.. jadi pengen kesana lagi..
BalasHapusPemandangannya cakep banget. Jalannya juga udah enak ya. Asik buat jalan santai.
BalasHapusWah, seru ya dibekali makanan oleh ibunda tercinta. Sewa tikarnya 20K ya..mayan lah :) Btw aku melihat mbak Lina fotoan di tebing pakai gamis kok bisa ya? Bahannya ga licin kan? AKu mah mana bisa begtu ahaha :) Indah pemandangan Gunung Papandayan ini. Ngebayangin trkking ke kawahnya kudu punya modal kekuatan tubuh ya :)
BalasHapusPadahal aku beberapa kali ke Garut, tapi ngga pernah nyaba Papandayan ini. Next time mau eksplor ke sana aahh.
BalasHapusWah sekarang ke Papandayan lebih gampang ya. Dulu aku ke sana beneran trekking dan effort banget. Sekarang jadi wisata keluarga yang mudah dijangkau ya.
BalasHapus