Gara-Gara Kuntilanak

                                                                                                         May 1, '12 10:57 AM

Seperti hari-hari biasa, Sierra diajak teman-temannya bermain. Kali ini dia  diajak  si kembar Sasa Lala main ke rumah mereka. Karena sudah seperti saudara sendiri maka Saya pun tak melarangnya.

Setelah selesai memasak, Saya menyusulnya ke rumah Si Kembar. Begitu saya masuk mereka sedang menonton televisi. Si Kembar yang mengetahui kedatangan saya langsung berteriak-teriak. 

"Mama Shera, Mama Shera...tengok! tengok! kami lagi nonton film hantu!" Kata mereka bersahutan.

"Bunda...Bunda...ada hantu lho..." Sierra tak ketinggalan berceloteh sambil tangannya menunjuk-nunjuk ke Televisi.


"Apaaa? Film Hantu?  Ya ampuunn... Saya berteriak  saking kagetnya. Saat itu Si Kembar usianya baru 4 tahun dan Sierra baru 2,5 tahun. Mereka bertiga sedang menonton film hantu yang berjudul  "Kuntilanak" yang termasuk kategori film untuk orang dewasa. Saya rasa orang dewasa saja tidak semua kuat dan berani menonton film-film sejenis itu. Lhaa...ini yang nonton anak-anak di bawah umur. Bahkan bukan anak-anak tapi Balita.

"Matikan, cepat matikan." Kata saya pada si kembar. Lala langsung mematikan DVD Playernya, namun Sasa langsung menangis histeris gara-gara filmnya dimatikan.  Mendengar ribut-ribut begitu, mamanya Si kembar yang sedang memasak di dapur menghampiri kami.

"Kenapa Teh?" Katanya.

"Ini kok pada nonton film hantu sih." Jawab Saya sedikit sewot.
"Iya baru dibeli semalam, memang mereka yang minta." Sahut mama si kembar.
"Nanti mereka jadi penakut."  Saya menyelanya.
"Iya Teh emang mereka penakut itu, tapi mereka suka nontonnya.
" Haaah ... " Saya cuma geleng-geleng kepala. No comment anymore, cabe deeeh...

Tak lama, sesampainya di rumah, kemana pun kaki Saya melangkah, Sierra terus-terusan membuntuti. Ke kamar, ke dapur, ke halaman bahkan ke toilet pun ia tak mau tinggal. Dan itu berlangsung berhari-hari. Suatu waktu Saya bertanya kepadanya.
"Chila kenapa sih ngikutin Bunda terus, sana main tuh ajak boneka-bonekanya main juga! Bunda kan mau mandi." Kata Saya.
"Nggak mau." 
"Kenapa?" ia cuma diam mematung, tak bisa menjelaskan kenapa.

Walau masih balita Sierra sebetulnya sudah tahu batas. Saat Saya mandi, saat sholat, saat masak ia tak akan mengganggu kegiatan-kegiatan tersebut.Namun ini pasti ada yang tidak beres dengannya. kemana saja ia selalu mengikuti dan minta ditemanin. Ada ketakutan yang terpendam dalam ingatannya.


Setelah diingat-ingat perubahan itu terjadi persis setelah ia menonton film Kuntilanak itu. Dan begitulah efek yang ditimbulkan. Anak jadi penakut dan tidak mandiri.
Selama ini sebagai orang tua, Saya dan Ayahnya selalu mengajari Sierra untuk tidak takut dengan hantu. Bahkan kata "hantu" itu sendiri pada awalnya tidak pernah kami sebut-sebut. Kata hantu malah dia tahu dari teman-teman mainnya. Kalau sempat dia menyebut kata hantu Saya selalu bertanya padanya,
"emang hantu itu apa sih?" Kalau sudah ditanya begitu Sierra tak berkutik.
"Sayang, tidak boleh takut sama hantu ya, Chila takutnya sama Allah saja. Hantu juga takut kok sama Allah." Kata Saya.
"Allah itu baik ya Bunda?" Tanyanya.

Ya, setidaknya itulah pelajaran aqidah yang ingin Saya dan suami tanamkan kepada anak. Hanya Allah saja yang perlu ditakuti, Bukan hantu, bukan jin, bukan setan, bukan pula manusia. Penanaman Aqidah yang kuat Insya Allah akan membentengi anak-anak dari kegamangan dan lemah iman.

Di tempat kerja, Saya sendiri heran, mengamati tingkah polah teman-teman kerja yang penakut naudzubillah, (saking penakutnya) mau ke toilet dan ke mushola saja pada nggak berani. Alasannya satu. Takut sama hantu.  Terkadang Saya menyindir halus mereka.
" Kalian ini lebih takut sama hantu daripada sama Allah, ternyata lebih baik nggak sholat karena takut sama hantu."
Hal itu tentu sangat tidak baik bagi perkembangan jiwa dan keimanan kita sebagai muslim.

Dari tulisan ini, Satu yang ingin Saya garisbawahi adalah jangan sampai rasa sayang dan cinta kepada anak-anak  menjadikan kita sebagai orang tua menuruti semua kemauan anak. Mau ini diturutin, mau itu diikutin. Padahal  semua kemauan anak kita belum tentu yang terbaik buat mereka.

Posting Komentar

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita