Dam Duriangkang |
Langit
masih tampak putih pagi itu. Sedangkan matahari tak menampakkan diri sedari
tadi. Dua buah sampan dikayuh perlahan menyusuri danau yang nyatanya adalah waduk
atau dam buatan seluas 23,4 kilometer persegi yang dibendung sekitar tahun 1999
guna mensuplai kebutuhan air warga Pulau Batam. Pohon-pohon tinggi seperti
sedang berkaca, berdiri tegak bejejeran di tepi danau dan memantulkan refleksi
yang sempurna. Eceng gondok tumbuh subur di sepanjang tepian danau. 2 orang
penduduk terlihat asyik mencari ikan dengan menggunakan jaring. Di tengah danau
3 orang anak sedang bemain-main sambil mengayuh perlahan sampannya, meliuk-liukan sampan seperti sedang membuat manuver-manuver kapal perang.
Anak-anak Bermain Sampan |
“Ayo belajar….” Teriak Bu Angel kepada 3 orang anak dalam sampan. Anak-anak itu cuma tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sampan yang
ditumpangi Bu Angel terus melaju menuju sebuah pulau di tengah danau. Pulau
yang berpenghuni sekitar 20 KK dengan minim fasilitas apa pun.
Sampan yang ditumpangi Bu Angel dikayuh oleh seorang ibu-ibu penduduk pulau yang terlihat lincah dan
cekatan. Beberapa kali sampan kandas tak bisa bergerak. Si Ibu pun harus rela
turun ke danau mendorong sampan kemudian mengayuh kembali dayungnya. Semakin
hari air danau semakin menyusut sehingga tak jarang di tengah-tengah danau
sekali pun sampan kandas menabrak lumpur. Terlebih sampan itu sarat muatan.
View dari Pulau ke Arah Sebrang |
Rombongan Bu Angel kemudian menyusuri jalan setapak melewati
semak belukar, kebun-kebun dan rumah-rumah penduduk yang tampak mengenaskan.
Sebagian besar rumah-rumah tersebut hanya terbuat dari papan triplek dan
beratap alang-alang.Guru yang ramah tersebut menebar salam dan senyum kepada
setiap orang yang dilewatinya sambil tak henti-henti mengajak anak-anak yang
ditemuinya untuk ikut bersama ke mushola tempat selama ini ia mengajar.
Bu Angel dan Anak Didiknya |
Kawasan ini adalah wilayah konservasi dan hutan lindung yang
dibuat sebagai wilayah resapan air jadi sebetulnya keberadaan penduduk di pulau
ini adalah ilegal. Namun pindah dari wilayah ini pun sebuah dilema. Kemana?
Sedangkan di luar sana,
disebrang danau tak ada tempat tinggal yang gratis. Sementara pemerintah kota pun masih menutup mata terhadap kondisi mereka.
Anak-anak pulau ini pun kondisinya sangat memilukan. Hampir
90% tidak sekolah atau lebih tepatnya tidak disekolahkan oleh kedua
orangtuanya. Penyebab utamanya adalah keterbatasan kondisi ekonomi karena
mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Terkadang untuk makan nasi saja sangat
susah.
Anak-anak sedang Berkumpul di Mushola |
Hari itu anak-anak duduk melingkar di sebuah mushola yang
baru dibangun. Bu Angel dengan penuh kasih sayang menyapa mereka lalu
bersama-sama menyanyikan lagu anak-anak Islami sebagai penyemangat pertemuan
saat itu. Kurang lebih ada sekitar 30 anak yang datang. Satu per satu mereka
mengantri memperoleh tas dan alat tulis yang baru. Wajah mereka polos ceria.
Khas anak-anak. Tentu saja tak pernah mereka bayangkan 10 atau 20 tahun ke
depan apa yang akan terjadi pada masib mereka jika mereka tetap tidak
bersekolah. Yang mereka tahu selalu saja ada seorang perempuan anggun berjilbab
datang ke pulau itu lalu mengajarkan baca dan tulis.
Atas jasa Ibu Angel, dengan bantuannya menggalang dana dari donatur akhirnya ada beberapa anak yang disekolahkan ke sebrang danau yakni ke daerah Tanjung Piayu. Namun itu baru satu dua orang anak saja, masih banyak anak-anak lainnya menanti untuk dibantu. Dan ia sendiri terus berjuang memutus rantai kebodohan itu dengan datang ke pulau dua hari dalam seminggu. Mengajarkan huruf-huruf abjad, angka-angka, dan merangkaikannya menjadi sebuah tulisan. Hal itu dilakukannya tanpa paksaan dan tanpa bayaran. Semuanya hanya bermodalkan tulus dan ikhlas. Niatnya hanya satu menyambung asa anak-anak yang tak sekolah itu, setidaknya mereka bisa membaca dan menulis walau tidak sekolah sama sekali. Jangan sampai mereka buta huruf hingga buta dalam membaca alur kehidupan ke depan.
Sambunglah asa mereka, karena mereka juga punya hak untuk sekolah walau hanya Sekolah Dasar!
Atas jasa Ibu Angel, dengan bantuannya menggalang dana dari donatur akhirnya ada beberapa anak yang disekolahkan ke sebrang danau yakni ke daerah Tanjung Piayu. Namun itu baru satu dua orang anak saja, masih banyak anak-anak lainnya menanti untuk dibantu. Dan ia sendiri terus berjuang memutus rantai kebodohan itu dengan datang ke pulau dua hari dalam seminggu. Mengajarkan huruf-huruf abjad, angka-angka, dan merangkaikannya menjadi sebuah tulisan. Hal itu dilakukannya tanpa paksaan dan tanpa bayaran. Semuanya hanya bermodalkan tulus dan ikhlas. Niatnya hanya satu menyambung asa anak-anak yang tak sekolah itu, setidaknya mereka bisa membaca dan menulis walau tidak sekolah sama sekali. Jangan sampai mereka buta huruf hingga buta dalam membaca alur kehidupan ke depan.
Sambunglah asa mereka, karena mereka juga punya hak untuk sekolah walau hanya Sekolah Dasar!
Semoga Bu Angel tetap sehat dan semangat menjalani profesi mulia ini.
ReplyDelete