Mobil Terbang Solusi Masa Depan

    May 14, '12 2:51 PM
 
Matahari mulai meninggi, panasnya tak terperi. Namun burung-burung pipit beterbangan ke sana ke mari mencari bulir-bulir padi. Satu per satu burung-burung itu hinggap di halaman sebuah rumah dimana terhampar jemuran padi.

Di teras rumah, seorang gadis kecil menangis tersedu. Matanya menatap hampa kepada burung-burung pipit yang sedang asyik mencuri biji-biji padinya. Ia lalu mengusap air mata yang deras mengalir di pipi karena khawatir ketahuan orang lain.



Bukannya sibuk mengusir burung-burung itu, ia malah membiarkannya hingga kenyang. “Sekelompok burung yang bahagia. Mereka bisa terbang kemana saja mereka sukai. Ke sungai, ke hutan, ke gunung. Ah seandainya aku punya sayap seperti burung-burung itu. Tapi bagaimana caranya?” Batinnya. Ya, Ternyata ia ingin seperti burung pipit yang sedang asyik makan padi di halaman rumahnya.

Gadis kecil itu adalah Saya. Yang menyimpan mimpi untuk bisa terbang hingga sekarang. Gambaran masa kanak-kanak yang penuh dengan keingintahuan. Yang mungkin dimimpikan oleh seluruh anak-anak di seluruh belahan dunia. Dapat terbang bebas kemanapun mereka suka. Seperti burung. Dengan atau tanpa sayap tentunya.

Beranjak dewasa, Saya menonton film Harry Potter yang berjudul Chamber of Secret dimana Harry beserta temannya Ron Weasley menaiki mobil terbang  karena berniat menyusul kereta api yang menuju Hogwarts. Saya jadi teringat dengan keinginan di masa kecil dulu. Bisa terbang. Seandainya  Saya bisa seperti Harry, menaiki mobil terbang menuju kemana pun Saya suka. Ah itu pun akan lebih menyenangkan bila dibanding punya sayap sendiri. Tentu nggak terlalu kedinginan bila kena angin kencang di langit sana. Namun bisakah itu? Saya cuma bermimpi. Mimpi yang terpatri dalam memori.

Saya beserta jutaan orang-orang lainnya hanya sekedar ingin dan tidak berusaha mewujudkan mimpi itu. Berbeda dengan orang-orang di Belanda sana yang hingga kini terus berinovasi berusaha untuk mewujudkan mimpi-mimpi menjadi kenyataan. Sehingga mobil terbang yang dulu hanya mimpi, kini menjadi nyata adanya.

Adalah sebuah perusahaan yang bermarkas di Rotterdam Belanda bernama Spark dan Pal-V Europe NV telah berhasil menciptakan mobil terbang yang dinamainya dengan PAL-V (Personal Air and Land Vehicle). Mobil ini berfungsi baik di darat maupun di udara. Di jalan raya mobil ini mampu berjalan 100 km/jam sedangkan di udara kecepatan terbangnya bisa mencapai 180 km/jam .

Untuk merubah mode dari mobil menjadi pesawat, mobil harus berhenti, kemudian akan memanjangkan ekor dan eng ing eng…sayap kemudian muncul. Beberapa menit kemudian mobil  siap untuk terbang.

Bentuk mobil ini seperti gyrocopter dengan kecepatan auto-rotating rotor dan gerakan maju yang dihasilkan oleh baling-baling yang dapat dengan mudah dilipat di bagian belakang mobil. Mobil ini menggunakan bahan bakar biodiesel dan bioethanol yang cukup ramah terhadap lingkungan.

Saat terbang mobil PAL-V mampu mencapai ketinggian 1.200 meter. Wah bisa mengantarkan Saya yang suka naik gunung untuk setidaknya menempuh setengah jarak ketinggian gunung sebelum menggapai puncak.

Burung terbang karena sayapnya, manusia terbang karena kreatifitas yang tiada batas. Salut untuk insinyur-insinyur Belanda nun jauh di sebrang sana. Dengan inovasi yang tiada henti mereka terus mencoba hal-hal baru yang lebih baik sehingga pertanyaan-pertanyaan yang menggunung tentang berbagai hal bisa terjawab secara meyakinkan.

Semoga mobil terbangnya segera diekspor ke negara kita sehingga akan mengurangi kemacetan di kota-kota besar di Indonesia.

***
Tulisan ini tentang lomba kompetiblog yang diselenggarakan Nufic Nesso dari file-file Multiply.com. Hanya sekedar mendokumentasikan saja. 

Kompetiblog2012

Sumber :

1. http://www.nesoindonesia.or.id/indonesian-students/kompetiblog-2012/resources/inovasi/
2.http://teknologi.kompasiana.com/otomotif/2012/05/04/mobil-terbang-harry-potter-berhasil-dibuat-di-belanda/

Posting Komentar

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita