Kumpulan Puisi-Puisiku Tentang Alam

Kumpulan Puisi-Puisi Koe  diupload di website Multiply pada 6 September2005 9:55 AM
re-publish di blog ini


Dalam jejak

Dalam jejak jalan setapak yang menanjak
Nanar aku di kelelahan yang membuncah
Carrier hanyalah benda yang ingin kulempar saja ke jurang

Tapi itulah nyawa
Andai aku melemparnya
Itu berarti aku melempar  nyawaku ke sana


Air….
Aku hanya ingin setetes air
Dahaga ini pasti hilang
Langkahku pasti semangat lagi


Lalu aku membalikkan tubuhku ke belakang
Ohh Tuhan....
Sungguh aku telah melupakan
Bahwa di belakangku membentang hamparan hijau yang tak terlukiskan kata

Kelu …. Subhanallah
Liku sungai itu, deretan bukit-bukit itu, awan yang susul menyusul itu,
Kota, desa, sawah, ladang, danau, dan semua yang aku lihat sekarang


Sejenak aku merenung
Betapa aku hanyalah setitik nokhta dalam luasnya jagat raya
Siapa? Aku bukan siapa-siapa!


Kesombongan telah membawaku ke jalan setapak ini
Kesombongan menaklukkan puncak gunung
Kesombongan ketika mendapat pujian dari kawan, keluarga, kenalan
Bahwa inilah pendaki yang telah mencapai puncak
Bahwa inilah seorang pecinta alam sejati
Bahwa inilah…inilah…


Huh… tidaaaakkk, bukan itu, bukan!!
Aku menapak di sini sekedar ingin menikmati
Keindahan yang tak banyak orang yang menikmati

Sebuah harapan mendekati alam 
yang semakin menjauhi kehidupan
Sebuah tulus cinta untukmu
Sahabatku alam
(Maret 2002)



Kumenanti Seorang Pendaki

Kilau Matamu bagai  riak banyu Segara Anak,
Sejuk menusuk hingga ke tulang rusuk
Kilas senyummu bagai  cerah mentari di  pagi hari
Senantiasa dinanti di  puncak gunung ini

Bijak kata-katamu  bagai  semilir  bayu di hamparan sabana Tengegean
Membuai siapa saja yang kelelahan
Lembut sapamu bak rangkaian awan di lazuardi
Dan tulus kasih sayangmu….

Bagai putih salju di puncak Jayawijaya , Himalaya, ataupun Alaska
Kekagumanmu pada gunung, pada langit, pada bumi, pada pengisinya
Adalah bukti keagungan cintamu pada Ilahi


Pendaki…
Katamu… gunung adalah pasak bumi
Hingga bumi tiada goyah oleh ganas hempasan samudera
Sehingga asamu bagai gunung
Tiada goyah oleh ganasnya gelombang kehidupan

Setangkai Edelweis lambang cinta abadi itu
Kudamba kaurangkaikan di hati
Bukan mawar bukan melati
Kuhanya ingin kembang cantigi
Sebagai pengobat luka hati, 
yang akan kaubalutkan nanti


Pendaki….
Kepadamu sesungguhnya hendak kulabuhkan hati
Dalam lelah pencarian dalam penat penantian
Walau katamu lelaki tidaklah kamu saja
Namun kataku kuingin kamu saja
Hingga bila tubuh terbujur kaku
Kugenggam erat dalam pelukmu


Pendaki….
Dirimu ….
Yang kunanti
(Januari 2003)



Jejak


Andai jejak adalah masa lalu,
Maka ijinkanlah aku untuk terus menapaki jalan setapak ini
Karena itulah masa yang akan datang

Walau nafas tinggal  satu helaan lagi, 
walau peluh tak menetes lagi
Dan darah tak mengalir lagi


Jiwa.. yang pasti itulah yang akan kubawa
Dan raga biarlah tercampak  di hamparan  sabana


Andai jejak itu adalah masa lalu
Biar aku mengenang saat-saat  indah itu
Dalam pekat malam merayap di antara tebing-tebing sunyi
Menahan hampa dalam dekapan jauh sinar rembulan


Jiwa… biarlah tenang dalam dekapannya
Menghembus untuk terakhir kali
Dalam damai
Dalam naunganmu
Di sana
Di puncak  tertinggi

(lupa nulis puisi ini tahun berapa)





Rasa itu


Dulu….kepadamu aku mengeluh
Ratusan malam bercerita
Terdengar tidak terdengar olehmu
Hatiku selalu berbisik kepadamu
Menyuarakan rasa yang sebenarnya aku benci merasakannya
Karena rasa itu telah merenggut hari-hariku yang ceria


Ahhh, Sekali lagi aku bennnnci merasakannya
Bahwa aku ingin sekali melupakannya
Tapi……
Ternyata tak mudah untuk beranjak menanggalkan semua rasa yang telah ada


Mudah memang untuk berbicara
Bahwa luka hati tak kan selamanya
Tapi rasa itu adalah untuk selamanya
Ia datang untuk tinggal bukan untuk pergi

Akankah aku bisa melupakannya?
Karena aku sesungguhnya tak kan bisa melupakannya
Bilakah melupakannya?
Mungkin Aku akan melupakannya!!


Rasa itu….
Mungkin menyiksaku
Tapi…
Mungkin juga kelak membahagiakanku

Hanya saja mulut yang masih berbuih
Memekikkan duka karena rasa itu
Adakah kamu mendengarnya?

On the way (Di mobil Paijo)
Senin, 05 jan-04





BENALU TUA


Aku hadir dalam batas-batas kewajaran
Di antara rekahan pohon tumbang yang mengering
Ingin sekali memberi sentuhan hijau pada daun-daun
yang berserakan


Entahlah…
Aku hanya benalu tua yang sebentar lagi mati
Pokok tempatku bernaung terbujur kaku dimakan waktu
Ranting-ranting tempatku bermain telah tersapu


Ah aku hanyalah benalu
Yang tak tahu malu
Lihatlah daun-daun itu
Kelaparan dan berguguran karena aku


Biarlah di sisa masa
Akan aku raih saja
Daun mana yang termuda
Ambillah hijauku untukmu

Demi generasimu
Demi tunas-tunasmu

(Tanjung Uncang, 04 September 2005)





Rinduku Kerinduanku



Kutatap mega-mega-Mu dalam kerinduan yang membuncah
Aku mengerang pada rangkaian awan yang beriringan

Tuhan…..
Beri Aku harapan akan ampunan
Beri Aku pijakan yang mendekam dalam kegamangan

Kerinduanku akan naungan kasih-Mu
Dalam siang dan malamku

Bilakah jiwa ini menjadi bagian-Mu?

(Lagi gelisah di 2005....)

3 komentar :

  1. Request prosa puisi kumenanti seorang pendaki

    BalasHapus
  2. Izin Share ya mba...������

    BalasHapus
  3. Izin copas ya mbak

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita